Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Viral Kaus Kaki Bekas Dijual Online, Begini Kata Seksolog Zoya Amirin
25 Januari 2023 17:50 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Di online shop, ada orang yang menjual kaus kaki bekas dengan harga Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu. Ini dapat dilihat di akun Twitter @HailHisoka. Ia mem-posting sebuah screenshot yang menunjukkan kaus kaki hingga stocking bekas dijual di salah satu online shop. Twit tersebut lantas ramai komentar.
Hingga berita ini ditulis, cuitan tersebut telah dilihat sebanyak 5,4 juta kali dan mendapat lebih dari 3.000 retweet.
Banyak yang menilai bahwa hal itu untuk memenuhi kebutuhan fetish seseorang. Lantas apa itu fetish?
Kata Seksolog Zoya Amirin
Menurut seksolog Zoya Amirin, fetish merupakan perilaku seksual yang tidak biasa. Fetish, kata dia, adalah ketika ada orang yang merasa terangsang terhadap benda-benda nonseksual atau bagian tubuh nonseksual. Mulai dari kaus kaki, jarik, hingga bahan-bahan kulit seperti sepatu. Rujukannya adalah DSM-5.
ADVERTISEMENT
"Memang ada individu-individu yang merasa terangsang atau bergairah dengan kaus kaki. Mau itu kaus kakinya sendiri, kaus kaki pasangannya, atau bahkan (milik) orang lain. Biasanya ini ada hubungannya sama feet fetish atau fetishnya pada kaki," ujar Zoya kepada kumparan dalam wawancara pada Rabu (25/1).
Berdasarkan penelusuran kumparan, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) merupakan pembaruan tahun 2013 dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Buku itu diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA) dan menjadi panduan dalam diagnosis penyakit mental.
Ciri-ciri diagnostik pada gangguan fetish dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders kelima (DSM-5) adalah sebagai berikut:
Menurut Zoya, fetish diklasifikasikan lagi menjadi fetish ringan dan parah. Dengan membeli sebuah kaus kaki bekas untuk memenuhi kebutuhan seksual, kata Zoya, itu merupakan fetish yang parah.
ADVERTISEMENT
"Fetish ringan itu kalau seseorang harus mencium kaus kaki pasangannya terlebih dahulu baru bisa berhubungan seks. Itu dikategorikan fetish ringan. Tapi kalau dia sampai harus membeli seperti dari online shop atau segala macam padahal dia tidak tau siapa yang punya kaus kakinya, dia hanya berfantasi sendiri, itu berarti festish-nya sudah parah," jelasnya.
Zola juga punya tips bagi orang-orang agar tidak dirugikan oleh fetish ini. Ia mengatakan bahwa perlu mengantisipasi dari sisi konsensual.
"Diantisipasinya dalam bentuk konsensual atau persetujuan. Karena sebetulnya, kalau kita asumsikan dia fetish-nya masih ringan belum yang parah, sebenarnya oke-oke saja selama ada konsensual. Perilakunya memang menyimpang, tapi kan penyimpangan belum tentu merupakan tindakan kriminal," jelas seksolog klinis itu.
ADVERTISEMENT
"Fetish kebanyakan nonkoersif atau tidak memaksa. Jangan ada pemaksaan sih kuncinya. Harus ada persetujuan. Dibicarakan baik-baik," tutup Zola.
Apakah Bisa Dipidana?
Di Amerika Serikat (AS), jual beli pakaian dalam bekas dapat dipidana. Contohnya kasus Christine Vette (21). Sejak tahun 2000 hingga 2002, Vette menjual pakaian dalamnya yang kotor saat menjadi mahasiswa di Universitas Clemson. Ia menjual pakaian dalamnya di blondestrippergirl.com.
Jaksa Carolina Selatan mengajukan tuntutan terhadap Vette berdasarkan undang-undang federal, yaitu soal larangan "mengirimkan zat yang tidak senonoh dan kotor". Singkat cerita, hakim menjatuhi Vetter hukuman lima tahun penjara dan/atau denda USD 250.000.
Namun, di Indonesia tidak ada pasal semacam itu. Menurut pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, penjualan kaus kaki bekas tetap legal dan sah.
ADVERTISEMENT
"Kaus kaki bekas adalah objek jual beli di mata hukum. Sepanjang ada kesepakatan antara para pihak yang menjualbelikan, ya tidak apa-apa. Sah-sah saja," ujar Abdul saat dihubungi terpisah, Rabu (25/1).
"Yang tidak boleh itu objek perjanjian yang melawan hukum. Misal narkotika, film porno, dan lain-lain yang terlarang. Sepanjang objeknya tidak melawan hukum atau bukan barang terlarang, tidak apa-apa. Soal harga itu kesepakatan para pihak," jelas Abdul.