Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Vonis Binomo Indra Kenz, Hakim Nilai Korban Berkontribusi dalam Kejahatan Judi?
16 November 2022 13:40 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Hakim menyatakan Indra Kenz bersalah terkait kasus trading Binomo. Namun, hakim menilai korban Binomo juga punya andil dalam kejahatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, hakim menghukum Indra Kenz 10 tahun penjara karena terbukti dalam dua perbuatan.
Pertama, dakwaan Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal itu terkait menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Kedua, dakwaan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam putusannya, hakim menilai perbuatan trading binomo ialah judi. Alhasil, aset Indra Kenz kemudian dinyatakan dirampas negara.
Pertimbangan hakim tidak mengembalikan ke korban itu karena Binomo dianggap sebagai judi dan korban juga menikmati keuntungan dari judi itu.
ADVERTISEMENT
"Sebagai upaya preventif dan represif serta untuk memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat, agar tidak melestarikan permainan judi, dan tidak cepat tergiur akan iming-iming cepat mendapatkan uang dengan cara mudah tanpa bekerja keras, maka barang bukti nomor 220-258 dikualifisir sebagai hasil kejahatan, dan oleh karena itu harus dirampas untuk negara," kata hakim dalam pertimbangan putusannya.
Dosen hukum pidana UGM, Fatahillah Akbar, turut mengomentari pertimbangan putusan hakim itu. Ia menyebut bahwa pertimbangan hakim itu agak kontradiktif.
Indra Kenz didakwa beberapa pasal alternatif. Termasuk dakwaan pertama primer Pasal 27 ayat 2, yakni konten judi UU ITE.
"Namun hakim memilih membuktikan Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Di mana itu bohong dalam konteks perlindungan konsumen. Nah ini berarti bukan konten judi yang dinilai hakim," kata Akbar kepada wartawan, Rabu (16/11).
ADVERTISEMENT
Ia pun menilai vonis hakim kontradiktif. Sebab, pada satu sisi, hakim menilai ada kerugian konsumen yang timbul. Namun, hakim menyatakan aset dirampas negara.
Hal ini tak terlepas dari pertimbangan hakim yang menilai ada andil dari korban dalam terjadinya tindak pidana ini.
"Konsep yang digunakan hakim memang participating victims di mana korban berkontribusi terjadinya kejahatan," kata Akbar.
"Kalau dari arah alasan-alasan ini hakim seakan menempatkan para korban sebagai participating victims atau self victimizing victims, di mana pola pikir investasi para korban ini yang berkontribusi pada kejahatan," sambungnya Akbar.
Lebih lanjut, Akbar menilai putusan Indra Kenz menarik dikaji lebih jauh. Sebab, kata dia, hakim menjadikan para korban sebagai alasan memberatkan dan meringankan dengan perspektif participating victims. Ia membandingkan kasus First Travel.
Pada kasus First Travel, hakim menyatakan aset korban dirampas negara. Namun, putusan itu atas pertimbangan mencegah terjadinya ketidakpastian hukum atas aset yang disita.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam kasus Indra Kenz, hakim menyatakan aset dirampas karena trading Binomo ialah judi. Para trader Binomo dinilai mempunyai andil dalam perbuatan judi tersebut yang kemudian menjadi keuntungan Indra Kenz.
"Dalam kasus First Travel korban adalah pihak yang berhak karena ada putusan pailit juga. Tapi sayangnya tetap dirampas oleh negara. Nah dalam kasus Indra Kenz, apakah hakim menganggap 'korban' tidak berhak? Padahal Pasal yang terbukti bukan pasal judi ITE (Pasal 27 ayat 2), yang terbukti bohong dalam perlindungan konsumen (Pasal 28 ayat 2). Jadi harusnya tetap dianggap korban," papar Akbar.
Akbar pun menyayangkan putusan hakim yang tak mengembalikan kerugian ke korban sebab sejak awal para koran ini tak menggabungkan gugatan ganti rugi dalam perkara Indra Kenz. Padahal hal itu bisa dilakukan dengan dasar Pasal 98 KUHAP.
ADVERTISEMENT
"Para Korban tidak menggabungkan gugatan ganti rugi dalam perkara pidana dengan dasar Pasal 98 KUHAP. Bisa sejak awal mereka menggabungkan saja gugatan sehingga bisa sekalian dibuktikan apa mereka berhak," pungkas Akbar.
Berikut bunyi Pasal 98 KUHAP:
(1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu;
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Saat ini, perkara masih belum inkrah alias berkekuatan hukum tetap. Sedang ada banding yang diajukan.
ADVERTISEMENT