Vonis Potong Gaji 40% Lili Pintauli Tak Beri Efek Jera, KPK Harus Revisi Aturan

30 Agustus 2021 21:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta.  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Pakar komunikasi korupsi dari Unpad ikut memberikan tanggapan soal vonis terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli. Dewas KPK menyatakan Lili melanggar kode etik dalam dua hal.
ADVERTISEMENT
Pertama, Lili telah menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi. Kedua berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK
Doktor Komunikasi Korupsi di Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, Aceng Abdullah, mengatakan sanksi pelanggar kode etik KPK memang hanya sebatas teguran lisan atau pemotongan gaji.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Dewan pengawas KPK No.02/2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Menurut Aceng, pimpinan KPK baru bisa dipecat bila melakukan pelanggaran yang tergolong berat. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh Lili, bukan termasuk dalam pelanggaran berat. Sehingga Lili tak dapat dikenakan sanksi pemecatan ataupun sanksi pidana.
"Lili Pintauli yang dijatuhi sanksi melakukan interaksi dengan Syahrial Wali Kota Tanjungbalai yang tengah berperkara dalam kasus Korupsi yang ditangani KPK masuk kategori dinilai bukan pelanggaran berat. Lili tidak bisa dijatuhi sanksi pidana karena tidak melanggar KUHP," kata Aceng melalui pesan singkat, Senin (30/8).
ADVERTISEMENT
Aceng menilai hukuman yang dijatuhkan kepada Lili terbilang ringan sebab hanya berupa pemotongan gaji. Hukuman itu pun dinilainya tidak akan memberikan efek jera kepada pelanggarnya.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lili dikenakan sanksi berupa pemotongan gaji senilai 40 persen selama 12 bulan.
"Hukuman potong gaji ini terbilang ringan. Sebab yang dipotong dari gaji pokok yang biasanya relatif kecil dibanding tunjangan sebagai pejabat negara," ujar dia.
"Hukuman ini juga kurang memberikan efek jera sebab bisa saja nilai korupsi atau gratifikasi yang diterima bisa jauh lebih besar ketimbang gaji pokok selama satu tahun," lanjut dia.
Oleh sebab itu, Aceng menyarankan sanksi bagi pelanggar kode etik diperberat dengan dilakukan revisi atas aturan yang tertuang. Dengan begitu, sanksi tidak hanya sekadar pemotongan gaji.
ADVERTISEMENT
"Sebaiknya sanksi ini diatur lebih berat lagi daripada sekadar potong gaji pokok yang biasanya memang relatif kecil. Sanksi hukum yang ada di Peraturan Dewas itu harusnya lebih berat jangan cuma pemotongan gaji pokok," pungkas dia.
Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean membacakan putusan Sidang Etik Lili Pintauli Siregar di Gedung KPK Lama, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dewas KPK menilai Lili terbukti bersalah dan melanggar kode etik kerena melakukan hubungan langsung dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Padahal, Syahrial terlibat kasus korupsi jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.
Atas perbuatannya, Lili terbukti melanggar prinsip Integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.