Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, terbukti menerima Rp 70 juta dari Haris Hasanudin.
ADVERTISEMENT
Uang itu terkait jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur yang diinginkan Haris. Pada akhirnya, Haris berhasil menduduki jabatan tersebut atas bantuan Lukman dan eks Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy.
Keyakinan majelis hakim itu dituangkan dalam pertimbangan vonis selama 2 tahun penjara dan denda Rp 100 subsider 3 bulan untuk Romy.
"Penerimaan mana dilakukan dalam masa seleksi Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia. Di mana, terdakwa (Romy) menerima uang sejumlah Rp 255.000.000 dan Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 70.000.000 yang diterima oleh Lukman Hakim Saifuddin tanggal 1 Maret 2019 sejumlah Rp 50.000.000 dan tanggal 9 Maret 2019 sejumlah Rp 20.000.000," ujar hakim saat membacakan putusan Romy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/1).
ADVERTISEMENT
"(Uang Rp 70 juta) diterima melalui Herry Purwanto selaku ajudan Lukman Hakim Saifuddin," sambungnya.
Majelis hakim juga menilai Romy dan Lukman terbukti bersama-sama membantu memudahkan Haris Hasanudin dalam seleksi jabatan Kakanwil Kemenag Jatim. Hal itu terlihat dari intervensi Romy kepada Lukman.
Hakim menyebut Romy berani mengintervensi lantaran memiliki kedudukan sebagai Ketua Umum PPP, di mana Lukman merupakan kader PPP.
"Intervensi tersebut apabila dihubungkan dengan kedudukan terdakwa sebagai anggota DPR sekaligus ketua partai. Di mana Lukman Hakim Saifuddin merupakan juga anggota Partai sedangkan terdakwa adalah ketua umum partainya," ungkap Hakim.
"Atas intervensi terdakwa tersebut kemudian Lukman Hakim Saifuddin melakukan serangkaian tindakan untuk dapat meloloskan dan melantik Haris Hadanuddin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur," jelas hakim.
ADVERTISEMENT
Hakim menyatakan bukti adanya intervensi yakni ketika Lukman terlebih dahulu meminta pertimbangan Romy untuk menentukan Kakanwil Kemenag Jatim.
"Untuk menentukan calon yang akan ditetapkan sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Lukman Hakim Saifuddin sebagaimana bukti rekaman percakapan antara Lukman Hakim Saifuddin dengan Gugus Joko Waskito (stafsus Lukman) tanggal 30 Januari 2019 dan tanggal 1 Maret 2019 meminta persetujuan dari terdakwa," beber hakim.
Sehingga majelis hakim menilai Romy dan Lukman terbukti bersama-sama menerima suap dari Haris. Padahal keduanya yang saat itu sebagai penyelenggara negara, mengetahui penerimaan itu melawan hukum.
"Bahwa dari fakta-fakta hukum di atas, majelis hakim berkesimpulan bahwa baik terdakwa maupun Lukman Hakim Saifuddin mengetahui dan menghendaki (willen en wetten) dilakukannya perbuatan dan masing-masing dari mereka menyadari tentang perbuatan yang dilakukan tersebut adalah perbuatan yang dilarang," kata hakim.
ADVERTISEMENT
"Akan tetapi mereka tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling membagi peran satu dengan lainnya sehingga mewujudkan sempurnanya delik. Oleh karena itu perbuatan terdakwa masuk dalam klasifikasi turut serta melakukan," tutup hakim.
Mengenai penerimaan Rp 70 juta, Lukman pernah menyampaikan bantahannya. Lukman mengatakan tak pernah menerima uang dengan nominal tersebut.
"Saya sungguh terkejut, mengapa? Karena saya sungguh sama sekali tidak pernah menerima sebagaimana yang di dakwaan itu, Rp 70 juta dalam dua kali pemberian katanya menurut dakwaan itu, Rp 20 juta dan 50 juta. Jadi sama sekali saya tidak pernah mengetahui apalagi menerima adanya hal seperti itu," kata Lukman di Auditorium HM Rasjidi, Jakarta, Senin (3/6), saat itu.
ADVERTISEMENT
Lukman saat itu hanya mengakui asistennya memang pernah menerima uang Rp 10 juta dari Haris. Tetapi ia tak mengetahui pemberian itu. Ia baru mengetahui pemberian itu dari ajudannya setelah Romy di-OTT KPK. Sehingga ia mengembalikan uang itu ke KPK sebagai laporan gratifikasi.
Namun laporan itu ditolak KPK. Laode M Syarif selaku pimpinan KPK saat itu mengatakan, laporan tersebut tak diproses lantaran Lukman baru menyampaikan gratifikasi itu seminggu setelah OTT Romy.