Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan korupsi di salah satu BUMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Perumda Pembangunan Sarana Jaya, masih dalam penyidikan KPK . Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria menyatakan kasus tersebut tidak mengganggu program Pemprov.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan seluruh program Pemprov DKI yang dikerjakan Sarana Jaya tetap berjalan. Meski Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan berstatus tersangka KPK .
"Terkait kasus ini tidak mengganggu program Pemprov, atau program di Sarana, karena di Sarana itu kan tidak Pak Yoory sendiri, ada direktur yang lain, ada manajer dan jajarannya," kata Riza kepada wartawan, Kamis (11/3).
Saat ini, Yoory sudah dinonaktifkan dari jabatannya oleh Gubernur DKI Anies Baswedan. Kendati demikian, Riza menyebut jajaran Sarana Jaya tetap bekerja seperti biasa.
"Kan bekerja bukan individu, ini kerja kolektif jadi kalau ada satu yang kebetulan sedang menjalani proses hukum tidak berarti mengganggu, tidak ada masalah," tuturnya
PD Sarana Jaya merupakan BUMD yang ditugaskan Pemprov DKI mencari lahan untuk kepentingan program hunian DP 0%. Saat ini, KPK menduga ada terjadi korupsi dalam pembelian tanah yang dilakukan oleh Sarana Jaya.
ADVERTISEMENT
Riza mengaku tidak mengetahui detail terkait teknis pembelian lahan yang dilakukan oleh Sarana Jaya.
"Kalau kasus Sarana Jaya kita kan memang salah satu tugas, salah satu yang ditugaskan ke Sarana Jaya adalah membangun DP 0 %," ujarnya.
Terkait kasus ini, KPK memang belum mengungkapkan identitas tersangka maupun konstruksi perkaranya.
Hanya disebutkan bahwa dugaan korupsi yang sedang diusut ialah terkait pembelian tanah oleh BUMD DKI Jakarta, PD Sarana Jaya, pada 2019. Diduga ada korupsi dalam pembelian tanah di kawasan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, yang menimbulkan kerugian negara.
Muncul dugaan bahwa Sarana Jaya membeli lahan tersebut tidak secara langsung alias melalui perantara. Dugaan tersebut muncul lantaran pemilik lahan yakni Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia, tak mengetahui asetnya dijual ke PD Sarana Jaya.
Hal itu terkuak dari keterangan Bendahara Ekonom Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia, Fransiska Sri Kustini, yang menjadi salah satu saksi KPK dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
Fransiska menyebut Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia merupakan pemilik lahan yang berlokasi di Jalan Asri I RT 02/03, Pondok Ranggon, Cipayung, Jaktim.
Fransiska diwakili kuasa hukumnya, Dwi Rudatiyani, mengatakan lahan itu memang pernah dijual pada awal 2019, namun bukan ke PD Sarana Jaya.
"Kami tidak tahu kalau ke PD Sarana Jaya. Akan tetapi, suster kami ini jual belinya kepada Ibu Anja Runtuwene pada tanggal 25 Maret 2019 di Yogyakarta dengan notaris dan PPAT Mustofa," kata Rudatiyani mendampingi Fransiska yang diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (10/3).
Luas tanah yang dimaksud ialah 41.921 meter persegi dengan harga 2,5 juta per meter persegi. Lahan itu dijual dengan harga sekitar Rp 104 miliar.
ADVERTISEMENT
Ia menyatakan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dilakukan dengan pihak Anja Runtuwene pada tanggal 25 Maret 2019. Namun tanah itu diduga dijual lagi ke Sarana Jaya meski belum lunas.
"Ternyata Ibu Anja Runtuwene mengadakan PPJB lagi dengan PD Sarana Jaya, padahal belum lunas dengan kami. Bahkan, kami baru terima (pembayaran) 2 kali, Rp 5 miliar ditransfer pada tanggal 25 Maret 2019 dan Rp 5 miliar lagi pada tanggal 6 Mei 2019. Seharusnya pada tanggal 16 Agustus 2019 sudah dilunasi tetapi tidak dilunasi," tuturnya.
Pada akhirnya, kata Rudatiyani, kliennya sudah membatalkan perjanjian jual beli tersebut dengan Anja Rantuwene secara pribadi. Adapun uang yang sudah dibayarkan dikembalikan ke Anja.