Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Wakil Ketua Komisi I Bicara Kans hingga Hambatan Hubungan Pertahanan RI-China
3 Maret 2025 20:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Indonesia diimbau untuk menjaga keseimbangan dalam diplomasi pertahanan dengan China maupun pihak-pihak lain, termasuk dengan negara-negara barat. Hubungan baik dalam aspek pertahanan dengan China agar dilaksanakan secara hati-hati tanpa mengorbankan kemitraan strategis dengan negara lain.
ADVERTISEMENT
Pandangan di atas menjadi titik temu dari beberapa pembicara dalam seminar publik berjudul “Jatuh Bangun Hubungan Pertahanan dan Keamanan Indonesia-China,” yang diselenggarakan Prodi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Forum Sinologi Indonesia (FSI), dan Indonesian Maritime Initiative (Indomasive), pada 26 Februari 2025.
Dalam acara tersebut, salah satu pembicara Wakil Ketua Komisi I DPR Dave A. F. Laksono memaparkan kerja sama pertahanan masih menjadi aspek paling lemah dalam hubungan bilateral Indonesia-China.
“Indonesia memang menyambut baik kerja sama dalam bidang-bidang seperti pendidikan, kesehatan, atau pembangunan infastruktur, tetapi menjadi berbeda ketika menyangkut isu pertahanan,” ungkapnya.
Politisi Golkar tersebut membeberkan beberapa hal yang menjadi hambatan bagi hubungan kerja sama pertahanan antara Indonesia dan China. Yang pertama adalah sikap konfrontatif China di Laut China Selatan (LCS) dan tindakan tegas Indonesia terhadap kapal-kapal ikan ilegal China dan sub-marine drone (kapal tanpa awak bahwa laut) China.
ADVERTISEMENT
Menurut Dave, ketegangan di Laut China Selatan menjadi alasan bagi Indonesia untuk menghentikan latihan militer Sharp Knife antara Indonesia dan China pada 2015.
Kedua, Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Indonesia lebih banyak berasal dari negara barat yang berkiblat pada NATO, padahal China bersama Rusia bersikap anti-terhadap NATO.
Ketiga adalah adanya warisan sejarah yang masih membentuk persepsi yang anti-terhadap kehadiran China.
Dave juga memaparkan potensi risiko bagi Indonesia dalam menjalin hubungan kerja sama pertahanan dengan China. Menurutnya, salah satu risiko yang timbul adalah ketegangan dengan negara lain, khususnya dengan negara barat yang selalu menganggap China sebagai potensi ancaman bagi mereka.
Risiko kedua terkait dengan kontrol dan pengaruh. “Ada risiko bahwa China dapat menggunakan kerja sama ini untuk meningkatkan pengaruhnya atas keputusan strategis Indonesia, termasuk dalam hal kebijakan luar negeri dan pertahanan. Ada kekhawatiran bahwa kita akan didikte oleh China,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Namun, Dave menegaskan selama ini risiko-risiko itu masih sebatas kekhawatiran saja karena belum pernah terjadi Indonesia didikte oleh China. “Selama ini yang paling mungkin mendikte kita justru negara-negara barat,” tuturnya.
Risiko ketiga adalah adanya asimetri keuntungan. Menurutnya, ada anggapan China berpotensi mendapat keuntungan lebih banyak secara strategis dari pada Indonesia baik dari ekonomi maupun militer.
Salah satunya adalah anggapan makin eratnya hubungan Indonesia dengan China akan membahayakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), khususnya yang berada dekat Sulawesi, dan sebagai akibatnya akan mempengaruhi posisi Indonesia.
Risiko terakhir yang banyak dikhawatirkan, menurut Dave, adalah adanya ketergantungan teknologi Indonesia terhadap China. Meski demikian, Dave juga menyatakan risiko ketergantungan tersebut bukan hanya menyangkut teknologi dari China, tetapi juga menyangkut teknologi dari negara-negara lain.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI), Curie Maharani sepakat bahwa hubungan kerja sama antara Indonesia dan China memiliki sisi keuntungan dan kerugian bagi Indonesia.
Curie menyampaikan fakta bahwa China berpotensi menjadi sumber bagi impor senjata bagi Indonesia tanpa ikatan politik merupakan salah satu keuntungan bagi Indonesia.
Menurutnya, keuntungan lainnya adalah potensi China memberikan transfer teknologi pada Indonesia, meskipun hingga saat ini, Indonesia belum pernah mendapatkan alih teknologi dari China.