Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Divonis Langgar Etik, 6 Bulan Gajinya Dipotong 20%

6 September 2024 15:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang putusan perkara etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Jumat (6/9/2024).  Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang putusan perkara etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis.
ADVERTISEMENT
Gaji bulanan Ghufron pun dikurangi 20 persen selama 6 bulan. Sementara, tugas Ghufron di adalah hingga 20 Desember 2024.
Berikut amar putusannya:
"Mengadili menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan amar putusan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/9).
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku pimpinan KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK," sambungnya.

Perkara Ghufron

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (3/9/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Dalam putusannya, Dewas KPK menilai Ghufron menggunakan pengaruhnya sebagai Pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
Perbuatan yang dimaksud adalah terkait permintaan bantuan dari Ghufron kepada Kasdi Subagyono selaku Plt. Irjen dan Sekjen Kementerian Pertanian (Kementan).
Ghufron meminta Kasdi memutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian Jakarta ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (sekarang Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian) Malang.
Pegawai Kementan itu bernama Andi Dwi Mandasari, menantu dari teman sekolah Ghufron.

Pembelaan Ghufron

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron jelang sidang vonis etik, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Ghufron dalam penjelasannya memaparkan bahwa pada awal 2022, temannya curhat soal menantunya yang bekerja di Kementerian Pertanian. Menurut Ghufron, sang menantu itu mengaku tidak mendapatkan keadilan karena pengajuan mutasi dari Jakarta ke Malang tak kunjung disetujui.
Menurut dia, permintaan mutasi itu ditolak dengan alasan bakal mengurangi sumber daya manusia (SDM) yang ada di Jakarta. Namun, ketika pegawai itu mengajukan surat pengunduran diri justru malah diterima.
ADVERTISEMENT
Hal itu pun dianggap Ghufron tidak konsisten, karena dinilai adanya perbedaan perlakuan terhadap dua langkah yang diambil. Padahal, keduanya juga akan berimbas pada pengurangan SDM di kementerian itu.
Setelahnya, Ghufron pun berdiskusi dengan pimpinan KPK lainnya, Alexander Marwata, berdasarkan laporan yang diterimanya.
Hasil diskusi itu pun disebut Ghufron mendapatkan jalan keluar. Ia menyebut, semestinya ASN itu bisa saja dimutasikan ke daerah, asalkan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
Kemudian, Ghufron mengungkap bahwa Alex turut menjadi perantara dalam upaya komunikasinya dengan pejabat Kementan. Salah satunya Kasdi Subagyono selaku Sekjen Kementan. Ghufron kemudian menyampaikan permasalahan tersebut kepada Kasdi.
Singkat cerita, Kasdi yang telah mengecek permohonan ASN tersebut mengamini untuk segera dimutasi. Oleh karenanya, Ghufron pun membantah dirinya melakukan intervensi dan memperdagangkan pengaruhnya dalam proses mutasi itu.
ADVERTISEMENT

Sempat ke MA, PTUN Jakarta, Bareskrim

Sidang putusan perkara etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Ghufron menilai Dewas KPK tidak berwenang mengusut kasus dugaan etiknya. Sebab, Ghufron menilai laporan itu sudah kedaluwarsa.
Alasannya, peristiwa itu terjadi pada 15 Maret 2022. Sementara itu, dirinya dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023. Ghufron menilai bahwa batas waktu laporan yang bisa diusut Dewas KPK sesuai ketentuan adalah 1 tahun.
Ghufron kemudian menggugat Dewas KPK ke Mahkamah Agung, PTUN Jakarta, dan Bareskrim.
MA sudah menolak gugatan tersebut. PTUN Jakarta tidak menerima permohonannya. Sementara Bareskrim belum diketahui tindak lanjutnya.