Wakil Ketua Pansus Tatib DPD RI: Kepemimpinan La Nyalla Berjalan Otoriter

16 Juli 2024 16:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Utara Hasan Basri. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Utara Hasan Basri. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua Pansus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri, menilai kepemimpinan La Nyalla Matalliti berjalan dengan otoriter.
ADVERTISEMENT
"Kita selama dua tahun ini sudah cukup diam dengan kepemimpinan. Yang cukup otoriter dipaksakan hanya untuk kepentingan pribadi pimpinan DPD RI," ujar Hasan dalam jumpa pers di Pulau Dua, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (16/7).
Sikap otoriter muncul saat pimpinan yang secara sewenang-wenang merancang tata tertib DPD RI demi kepentingan pribadi. Termasuk membentuk tim kerja (timja), yang seharusnya tidak memiliki wewenang dalam menyusun draf penyempurnaan tata tertib DPD RI.
"DPD RI sengaja ingin mengesahkan tata tertib karena sebelumnya mereka sudah deklarasi calon pimpinan. Ini melanggar karena yang kita pakai tata tertib no 1 tahun 2022 yaitu sub wilayah. Nah mereka mau ubah, dengan membentuk timja (tim kerja), dan dalam sidang paripurna timja tidak berhak menyampaikan sesuatu dalam sidang paripurna itu sendiri," terangnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu sikap otoriter La Nyala juga nampak dalam tatib yang ia buat dalam timja. Ini terkait mekanisme pemilihan pimpinan MPR, yang ia buat berbeda dengan aturan yang sudah ada.
Ketua DPD RI La Nyalla Mattaliti di Kompleks Parlemen, Jumat (2/2/2024). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
"Yang lebih lucu lagi pemilihan pimpinan MPR kalau saya baca tatib yang mereka buat itu hanya dipilih 21 orang, itu legitimasinya gimana? Padahal kita ada 152 orang, harus 152 orang memberikan suara 50 plus 1 baru bisa menjadi pimpinan. Nah ini curigaan kita dugaan kita setelah mereka melakukan deklarasi mereka membuat aturan-aturan yang menguntungkan calon pimpinan yang sekarang mereka usung," tambahnya.
Hasan juga menuding, La Nyalla bersikap otoriter saat ia sebagai ketua DPD dan anggota Pansus, namun tak pernah ikut dalam rapat-rapat tertentu.
ADVERTISEMENT
"Siang malam kita rapat. Dan yang paling penting kita ingat Pak Ketua DPD RI itu sendiri adalah anggota Pansus. Selama rapat-rapat Pansus tidak pernah mengikuti. Itu kan lucu. Masuk nama tapi tidak pernah mengikuti," katanya.
Menurut aturan, kata Hasan, La Nyalla seharusnya membuat pansus lainnya bila ada peraturan tata tertib yang perlu diubah. Bukan membuat tim kerja.
Anggota DPD berpelukan usai ricuh, Jumat (12/7/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
"Saya menganggap pimpinan adalah tidak cakap dalam memimpin DPD RI. Maka, kalau misalnya hasil pansus tidak disetujui maka harusnya membuat pansus lagi, bukan membuat atau membentuk timja yang tidak diatur melalui mekanisme tata tertib itu sendiri. Melalui tata tertib nomor 1 tahun 2022 pasal 318 dan 319," katanya.
Hal itulah yang kemudian menyebabkan kericuhan pada rapat paripurna DPD RI pada Jumat (12/7) lalu.
ADVERTISEMENT
"Nah saya kira inilah persoalannya tetapi buntut dari kejadian kemarin itu semua kenapa sampai ribut karena itu tadi, hampir 5 tahun ini yaitu otoriter," tutup Hasan.
Momen kericuhan pada paripurna itu sendiri terjadi saat Pimpinan DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti berniat mengetok palu untuk mengesahkan tata tertib DPD RI — termasuk di dalamnya terkait pemilihan paket pimpinan DPD periode mendatang.
Para anggota DPD RI pun ramai-ramai melayangkan interupsi. Namun tak satu pun interupsi ini digubris oleh La Nyalla. Ia tetap melanjutkan membaca tata tertib yang sebelumnya direvisi oleh Tim Kerja DPD RI.
“Kami mohon apakah keputusan pimpinan DPD RI dalam rangka pembentuk tatib, apakah sesuai dengan tata tertib DPD RI?” kata Senator asal Papua Barat, Filep Wamafma.
ADVERTISEMENT
Rapat pun menjadi ricuh, mendadak mikrofon para anggota dimatikan. Para anggota pun berteriak riuh. Namun La Nyalla terus membacakan tata tertib yang akan disahkan.
Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, mengungkap pemicu Rapat Paripurna ke-12 DPD RI Masa Sidang V 2023-2024 yang berakhir ricuh.
Senator asal Bengkulu itu mengungkap adanya dugaan konflik kepentingan Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, dalam penyusunan draft peraturan tata tertib (tatib) DPD RI terbaru.
“Diindikasikan oleh sebagian oleh teman-teman ada yang dianggap pasal itu tidak terbuka, tidak transparan, ya, kurang lebih pasti menyangkut hal-hal sarat akan kepentingan,” kata Sultan usai sidang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (12/7).
Sedangkan para para anggota menilai kinerja timja dalam menyusun penyempurnaan tata tertib DPD RI tidak transparan, bahkan menyalahi aturan.
ADVERTISEMENT