Walau Hary Tanoe Dukung Jokowi Capres 2019, Kasus Mobile-8 Jalan Terus

4 Agustus 2017 15:21 WIB
Hary Tanoe usai diperiksa di Kejaksaan Agung (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hary Tanoe usai diperiksa di Kejaksaan Agung (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo (HT), memutuskan partainya akan mendukung Presiden Joko Widodo sebagai Capres untuk Pilpres 2019. Deklarasi dukungan itu akan disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Perindo.
ADVERTISEMENT
Apa yang disampaikan HT itu mengejutkan banyak pihak. Lalu, apa kira-kira sikap HT itu akan mempengaruhi kasus hukum terkait mobile-8 di Kejagung?
Jaksa Agung, M Prasetyo, memastikan proses hukum tetap berjalan meskipun nantinya HT akan mendukung Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019.
"Hukum adalah hukum. Politik adalah politik. Kalau kita terpengaruh nanti kalian menuduh kita, hukum sebagai alat politik. Mobile-8 dan kasus HT jalan terus dong," kata Prasetyo di Kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (4/8).
Saat ini pihak kejaksaan masih terus mendalami proses hukum yang memaksa Bos MNC Grup tersebut tidak boleh bepergian ke luar negeri.
"Masih didalami, kan kita nggak harus terburu-buru menyatakan ABC sebagai tersangka. Bagaimanapun, perlu kehati-hatian," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Hukum adalah hukum politik adalah politik. Semua punya koridor masing-masing," lanjut anggota Partai Nasdem tersebut.
Perlu diketahui, Hary Tanoe sudah menjadi tersangka dalam kasus pesan singkat bernada ancaman. HT mengirimkan pesan bernada ancaman kepada Kasubdit Penyidikan Tipikor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (jampidsus) Yulianto yang sedang menangani kasus pajak Mobile-8.
Kasus mobile-8 sendiri, terkait dugaan transaksi fiktif antara Mobile-8 dan PT Jaya Nusantara pada 2007-2009. Saat itu, Mobile-8 mengerjakan proyek pengadaan ponsel berikut pulsa senilai Rp 80 miliar.
Untuk distributor pengadaan, ditunjuk PT Jaya Nusantara Komunikasi. Tapi kemudian, ternyata perusahaan tersebut tak mampu membeli barang dalam jumlah itu. Dari sini Kejagung menemukan dugaan rekayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuat invoice dan faktur.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar. Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan.
Kejagung menemukan dugaan pidana yang dilakukan PT Mobile-8, yang mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009. PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi.
Sementara pihak HT sudah membantah terjadi dugaan pidana.
Jaksa Agung M Prasetyo (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung M Prasetyo (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)