Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Dijerat 4 Dakwaan Korupsi, Terima Rp 18 Miliar

31 Mei 2022 10:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (tengah) menuju mobil tahanan seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (tengah) menuju mobil tahanan seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi didakwa melakukan sejumlah perbuatan korupsi. Terdapat 4 dakwaan yang diterapkan jaksa KPK kepada pria berkepala plontos yang kerap disapa Pepen ini. Mulai dari dugaan penerimaan suap, gratifikasi, hingga pungutan liar (pungli).
ADVERTISEMENT
Tak sendiri, Pepen didakwa melakukan korupsi itu bersama sejumlah orang kepercayaannya. Bila ditotal, Pepen dkk mengantongi uang sekitar Rp 20 miliar.
Dari jumlah tersebut, diduga sekitar Rp 18 miliar mengalir ke kantong pribadi Pepen. Uang itu berasal dari penerimaan suap sejumlah proyek sekitar Rp 9 miliar, pungli kepada pejabat pemkot hingga lurah Rp 7,1 miliar, dan penerimaan gratifikasi yang ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar.
Berikut rincian penerimaan suap, gratifikasi hingga pungli yang dilakukan Pepen dkk sesuai dakwaan jaksa KPK yang dibacakan pada Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (30/5).

Suap Pembangunan Polder hingga Ganti Rugi Lahan

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi saat penandatanganan kerja sama pemafantaan TPST Bantargebang di Balaikota DKI, Jakarta Pusat, pada Senin (25/10). Foto: Pemprov DKI Jakarta
Dalam dakwaan pertama, Pepen didakwa menerima miliaran rupiah bersama dengan Jumhana Luthfi Amin selaku Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi; Wahyudin selaku Camat Jatisampurna; dan Muhamad Bunyamin selaku Camat Bekasi Barat sekaligus Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bekasi.
ADVERTISEMENT
"Menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 10.450.000.000 atau setidak-tidaknya sejumlah itu," bunyi dakwaan yang dibacakan Jaksa KPK.
Suap tersebut didapat tiga orang pihak swasta. Mereka adalah Lai Bui Min sejumlah Rp 4.100.000.000; Makhfud Saifuddin sejumlah Rp 3.000.000.000; Suryadi Mulya sejumlah Rp 3.350.000.000.
Pertama, penerimaan suap oleh Pepen dari Lai Bui Min terkait pengadaan lahan untuk pembangunan Polder 202 di Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi.
Terjadi kongkalikong dalam pembelian tanah tersebut. Termasuk pengaturan harga tanah antara Lai Bui Min dengan Jumhana. Atas persekongkolan itu, Lai Bui Min memberikan fee untuk Pepen dkk. Uang sejumlah Rp 4,1 miliar itu kemudian dibagi-bagi.
Untuk Pepen, dia diduga menerima Rp 3.500.000.000. Sementara Jumhana Luthfi Amin menerima senilai Rp 400.000.000, dan Chairoman J. Putro selaku Ketua DPRD Kota Bekasi menerima senilai Rp 200.000.000.
ADVERTISEMENT
Lalu, Pepen pun diduga menerima suap dari Makhfud Saifuddin terkait dengan pengurusan ganti rugi lahan SDN Rawalumbu I dan VIII. Pepen menjanjikan ganti rugi melalui proses persidangan terhadap lahan seluas 2.244 meter persegi milik Makhfud, dengan syarat ada uang fee.
Uang fee pun kemudian direalisasikan sebesar Rp 2 miliar permintaan Pepen dan jasa pengacara Rp 1 miliar. Dari total Rp 3 miliar yang diterima, Pepen mendapatkan Rp 2,3 miliar. Sementara Jumhana menerima Rp 200 juta dan Wahyudi menerima Rp 500 juta.
Kemudian, penerimaan uang dari Suryadi Mulya, terkait pengadaan lahan pembangunan Polder Air Kranji.
Salah satu pemegang hak di lokasi tersebut adalah PT Hanaveri Sentosa yang dipegang oleh Suryadi. Atas penetapan lokasi tersebut, Suryadi selaku Direktur menyambut baik dengan harapan segera mendapatkan uang pembayaran ganti rugi atas lahannya.
ADVERTISEMENT
Dalam APBD Kota Bekasi TA 2021, Kegiatan Pengadaan Lahan Polder Air Kranji tidak dianggarkan. Sehingga pembayaran ganti rugi lahan yang diharapkan Suryadi belum dapat direalisasikan. Kemudian ia meminta bantuan Bunyamin selaku orang kepercayaan Pepen, agar mengupayakan penganggaran.
Atas permintaan tersebut Bunyamin menyanggupinya dan menyampaikannya kepada Pepen. Pepen kemudian mengatakan bahwa Kegiatan Pengadaan Lahan Polder Air Kranji dan pembayarannya tersebut akan diprioritaskan. Namun dengan syarat sejumlah uang sebagai fee.
Diketahui, total uang yang diterima Pepen dkk dari Suryadi Mulya mencapai Rp 3.350.000.000.

Suap Perpanjangan Kontrak Proyek

Tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (kedua kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/3/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dalam dakwaan kedua ini, Pepen didakwa menerima suap bersama dengan Muhammad Bunyamin selaku Sekretaris DPMPTSP Kota Bekasi. Suap sebesar Rp 30 juta terkait pekerjaan pembangunan Gedung Teknis Bersama Kota Bekasi.
ADVERTISEMENT
Pepen diduga menerima suap tersebut dari Ali Amril selaku Direktur PT MAM Energindo yang menjadi pemenang kontrak pembangunan Gedung Teknis Bersama itu.
“Sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan, menerima hadiah yaitu berupa uang sejumlah Rp 30.000.000 dari Ali Amril," kata jaksa KPK.
Suap tersebut diduga diberikan oleh Ali kepada Pepen dan Bunyamin agar PT MAM Energindo mendapatkan perpanjangan kontrak pekerjaan pembangunan gedung teknis bersama kota Bekasi Tahun 2021 sekaligus mendapatkan pekerjaan lanjutannya pada tahun 2022.

Pungli ASN hingga Lurah

Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Dalam dakwaan ketiga, Pepen didakwa melakukan pungutan liar (Pungli) kepada sejumlah lurah hingga pejabat di lingkungan Pemkot Bekasi. Pungli dilakukan pada kurun waktu sekitar bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Desember 2021.
ADVERTISEMENT
"Meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum yaitu meminta uang dengan jumlah total keseluruhan sebesar Rp 7.183.000.000," kata jaksa KPK.
Berikut rinciannya:
Diduga, hasil pungli itu untuk pembangunan Villa Glamping Jasmine Cisarua, Bogor, milik Pepen yang dikelola oleh anaknya bernama Rhamdan Aditya. Rhamdan juga merupakan Dirut PT Aramdhan Ireynaldi Rizki (AIR).
Selain untuk pembangunan Glamping, hasil Pungli itu juga digunakan Pepen untuk kepentingan pribadi, dari membeli baliho-atribut partai, membeli kendaraan hingga membeli mobil merek Mercedes Benz S320.
ADVERTISEMENT

Gratifikasi Lewat Rekening Masjid

Ilustrasi pencucian uang. Foto: Motortion Films/Shutterstock
Dalam dakwaan keempat, Pepen didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp 1,8 miliar. Sebagian besar uang diterimanya melalui rekening atas nama sebuah masjid.
"Menerima gratifikasi yaitu menerima uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 1.852.595.000," bunyi dakwaan KPK.
Gratifikasi diterima dari sejumlah pihak melalui rekening atas nama Masjid Ar-Ryasakha. Masjid itu dikelola oleh yayasan yang didirikan Rahmat Effendi dan keluarga.
"Bahwa selama kurun waktu dari bulan Oktober 2021 sampai dengan bulan Januari 2022 dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Terdakwa melalui Panitia Pembangunan Masjid Arryasakha Kota Bekasi yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya yang didirikan oleh Terdakwa dan keluarganya, menerima gratifikasi berupa uang," bunyi dakwaan.
Tercatat, Pepen setidaknya 17 kali menerima pemberian uang dengan nominal Rp 10 juta hingga Rp 500 juta.
ADVERTISEMENT
Pemberinya macam-macam, mulai dari pejabat struktural Pemkot Bekasi, Ketua Baznas, Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan, hingga pihak swasta.
Dari empat dakwaan tersebut, ditaksir total nilai uang hasil korupsi yang dinikmati Pepen mencapai nilai sekitar Rp 18 miliar. Sisanya, dinikmati oleh pihak yang bersama-sama melakukan korupsi dengan Pepen.