Wamenkumham soal Remisi dan Bebasnya 23 Koruptor: Sudah Sesuai Aturan

8 September 2022 11:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wamenkumham Eddy Hiariej usai rapat RUU TPKS, Senin (4/4/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wamenkumham Eddy Hiariej usai rapat RUU TPKS, Senin (4/4/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keseriusan Pemerintah dipertanyakan dalam pemberantasan korupsi setelah sejumlah koruptor mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat. Setidaknya ada 23 koruptor yang bebas bersamaan lantaran mendapat hak tersebut.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menanggapi sorotan publik atas pembebasan bersyarat 23 narapidana koruptor. Eddy menilai pembebasan itu sudah sesuai aturan.
“Jadi, kita punya UU pemasyarakatan yang baru. UU Nomor 22 Tahun 2022. Ini seperti blessing in disguise dalam pengertian bahwa UU pemasyarakatan ini dia in line dengan putusan Mahkamah Agung yang terkait dengan PP 99,” kata Eddy di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (8/9)
“Sehingga pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi dan hak-hak terpidana yang merujuk kepada UU Nomor 22/2022 itu semua sudah sesuai dengan aturan,” tegas Eddy.
Atas dasar itu, Eddy menekankan, pembebasan bersyarat napi koruptor itu selaras kepada UU Nomor 22/2022 Tentang Pemasyarakatan.
“UU yang baru disahkan pada bulan Juli lalu. Itu saha sebetulnya terkait dengan remisi, pembebasan bersyarat maupun asimilasi,” ungkap Eddy.
ADVERTISEMENT
Secara terpisah, mantan Wamenkumham Denny Indrayana menilai bahwa 'obral remisi' ini merupakan konsekuensi dibatalkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Padahal PP itu mengatur pengetatan pemberian hak-hak napi korupsi seperti remisi dan pembebasan bersyarat.
Salah satu yang paling terkait dengan kasus korupsi yakni ada ketentuan mau bekerja sama dengan penegak hukum alias menjadi justice collaborator. Namun ketentuan itu dibatalkan MA. MA menyatakan pasal-pasal “pengetatan remisi” PP 99 bertentangan dengan Undang-Undang Pemasyarakatan.