Wamenlu RI: Tak Ada Istilah ‘End Deforestation’ di Deklarasi Glasgow soal Hutan

4 November 2021 18:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wamenlu RI Mahendra Siregar memberi sambutan di acara International Workshop on Crops for Peace di Hotel Borobudur, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wamenlu RI Mahendra Siregar memberi sambutan di acara International Workshop on Crops for Peace di Hotel Borobudur, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar, menegaskan pernyataan soal zero deforestation oleh Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris, Zac Goldsmith, menyesatkan.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan tertulis, Mahendra mengomentari unggahan Twitter Goldsmith pada Selasa (2/11) lalu.
Gambar yang diunggah Goldsmith berisi sejumlah komitmen yang dihasilkan pada acara World Leaders’ Summit on Forest and Land Use pada hari yang sama.
Di bagian atas gambar, tertulis “COP26 Forest Agreement” (Perjanjian COP26 soal Hutan). Di bagian isi, tercantum kalimat: “We have secured unprecedented commitments from over 100 countries, representing well over 85% of the world’s forests, to end deforestation by 2030.
(Kami telah mengamankan komitmen yang belum pernah dilakukan sebelumnya, dari 100 negara yang merepresentasikan lebih dari 85% dari hutan di dunia, untuk mengakhiri deforestasi pada 2030.)
Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris, Zac Goldsmith. Foto: DANIEL LEAL-OLIVAS/AFP
Mahendra menegaskan, dalam KTT hari Selasa itu, tidak ada perjanjian atau “agreement” yang terbentuk karena COP26 masih berlangsung.
ADVERTISEMENT
KTT itu hanya menghasilkan satu deklarasi, yaitu Glasgow Leaders’ Declaration on Forest and Land Use.
“Dalam deklarasi yang dihasilkan itu sama sekali tidak ada terminologi ‘end deforestation by 2030’,” tegas Mahendra.
Di dalam deklarasi, kalimat yang tercantum adalah: “We therefore commit to working collectively to halt and reverse forest loss and land degradation by 2030 while delivering sustainable development and promoting an inclusive rural transformation.”
(Oleh karenanya, kami berkomitmen untuk bekerja bersama-sama untuk menghentikan dan membalikkan kehilangan hutan dan degradasi lahan pada 2030, sembari menciptakan perkembangan berkelanjutan dan mendorong transformasi rural yang inklusif.)
Mahendra kemudian menjelaskan mengapa istilah to end deforestation dan to halt forest loss berbeda.
Foto udara kondisi tutupan hutan mangrove di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatera yang sebagiannya telah beralih fungsi. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
“Kalau halt and forest loss itu lebih kepada penggunaan hutan secara berimbang, dalam arti itu net loss. Jadi, tetap boleh ada pemanfaatan hutan, namun secara keseluruhan luas tutupan hutan agar tidak berkurang. Sementara, end deforestation lebih strict (tegas)--hutan tidak boleh disentuh,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Ia pun meminta warga untuk tetap mawas diri dan tidak terpengaruh dengan ucapan Goldsmith.
Presiden Joko Widodo saat berbicara pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26 di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Masyarakat Indonesia diingatkan untuk terus berfokus pada pengelolaan hutan, yang menurut Presiden Jokowi sudah menunjukkan pencapaian yang baik.
“Indonesia telah mencapai kemajuan terbesar dalam hal pencegahan karhutla dan deforestasi. Jadi ada fakta yang kontras. Kita berhasil mengelola hutan, sementara di belahan lain termasuk negara-negara maju seperti AS, Australia, dan Eropa dilanda karhutla yang terbesar selama ini,” tutup dia.