Wanita Bandung Simpan 27 Senapan, 11 Pistol, 9 Ribu Peluru

27 Maret 2024 19:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
Pers rilis kasus kepemilikan senpi ilegal di Polda Jabar pada Rabu (27/3). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pers rilis kasus kepemilikan senpi ilegal di Polda Jabar pada Rabu (27/3). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Ditreskrimum Polda Jabar mengamankan seorang wanita berinisial HSL di Cimenyan, Kabupaten Bandung, yang menyimpan puluhan senjata api laras panjang dan pendek beserta amunisinya tanpa izin.
ADVERTISEMENT
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Jules A. Abast, mengatakan kasus tersebut terungkap setelah polisi menerima laporan adanya pengiriman senjata api dari wilayah Jakarta Utara ke Kota Bandung. Polisi kemudian menindaklanjuti laporan itu dan mengamankan HSL.
"Telah diamankan Saudari HSL yang menguasai, menyimpan, membawa, menyembunyikan senjata api dan amunisi tanpa izin," kata dia di Polda Jabar pada Rabu (27/3).
Dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap HSL, kata Jules, senjata api tersebut ternyata merupakan milik suami dari HSL yang berinisial PKL. Kini, PKL sedang menjalani hukuman penjara di Lapas Cipinang terkait kasus kepemilikan senjata api ilegal. Beberapa senjata api yang dimiliki oleh PKL bahkan telah dijual.
Pers rilis kasus kepemilikan senpi ilegal di Polda Jabar pada Rabu (27/3). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Sementara itu, Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Surawan, mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman untuk mengungkap pihak yang menjual senjata api kepada PKL serta pihak yang membeli senjata api dari PKL.
ADVERTISEMENT
"Kita masih menyelidiki siapa pembelinya. Kita juga masih melakukan pendalaman dari mana asalnya," kata dia.
Dalam pengungkapan itu, polisi turut mengamankan barang bukti berupa 27 pucuk senjata api laras panjang, 11 pucuk laras pendek (pistol), dan 9.673 butir peluru dengan berbagai kaliber. Puluhan senjata api tersebut juga merupakan buatan pabrik.
Akibat perbuatannya, HSL disangkakan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan diancam pidana kurungan maksimal 20 tahun.