Wanita di Medan Divonis 2,5 Tahun Bui karena Gelapkan 19 Ribu Meterai Kantornya

3 Oktober 2024 12:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi meterai. Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi meterai. Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang wanita yang merupakan staf pemasaran salah satu perusahaan kelapa sawit di Kota Medan bernama Yenti (30 tahun) divonis 2,5 tahun penjara. Dia dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan karena menggelapkan 19 ribu meterai di kantornya.
ADVERTISEMENT
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Yenti dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Hakim Ketua Hendra Hutabarat seperti yang disampaikan kembali oleh Humas PN Medan Soniady, Kamis (3/10). Sidang putusan itu digelar pada Rabu (2/10).

Awal Mula Kasus

Kasus ini bermula pada tahun 2017. Saat itu, Yenti mulai bekerja sebagai staf administrasi di PT. Pelita Agung Agrindustri yang bergerak di bidang produksi kelapa sawit. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan PT Permata Hijau Group.
Lalu, pada tahun 2021, Yenti dimutasi menjadi staf trading atau pemasaran yang bertugas untuk membuat kontrak kerja sama, dokumen pembayaran, hingga invoice yang membutuhkan meterai 10 ribu.
“Terdakwa selaku pemohon masuk ke dalam akun Permata hijau Group yang terdaftar secara komputerisasi (by system) untuk membuat permintaan meterai (outgoing payment request) dan kwitansi lalu diprint (cetak). Terdakwa menandatanganinya untuk dibawa kepada saksi Fita Chyntia selaku manajer trading untuk mendapatkan persetujuan (approve) lalu ditandatangani pada tempat yang disediakan,” tertulis.
ADVERTISEMENT
“Setelah mendapat tanda tangan saksi Fita selanjutnya Terdakwa membawa dokumen tersebut ke bagian accounting di lantai 5 untuk mendapatkan persetujuan guna diteruskan ke bagian finance (kasir), setelah seluruhnya menyetujui pemesanan perangko Rp 10.000. Kemudian saksi Ngati Wati bagian kasir membelanjakan meterai Rp 10.000 yang jumlahnya disesuaikan dengan permintaan terdakwa. Lalu apabila meterai Rp 10.000 sudah tersedia maka saksi Ngati menghubungi terdakwa via telepon kantor yang terhubung antar bagian dan terdakwa sudah dapat mengambil pesanan meterai Rp 10.000,” sambungnya.
Lalu, pada 31 Oktober 2023, Yenti menanyakan kepada seorang staf baru bernama Stify terkait ketersedian meterai perusahaan. Saat itu, saksi Stify mengajukan permohonan meterai sebanyak 8 lembar yang masing-masing lembaran terdiri atas 50 meterai.
Ilustrasi meterai. Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Di hari yang sama, terdakwa Yenti juga mengajukan permintaan meterai dengan jumlah yang sama. Pemesanan meterai ini dilakukan dengan menggunakan akun pribadi masing-masing.
ADVERTISEMENT

Pesan Materai Pakai Akun Orang

Namun, bila dikilas balik, ternyata sebelumnya Yenti kerap memesan meterai menggunakan akun orang lain. Misalnya melalui akun saksi Jesson hingga akun milik PT Permata Hijau Group.
Melalui akun Jesson, Yenti memperoleh 4,6 ribu meterai sejak 2021 hingga 2023 lalu.
Setidaknya, sejak tahun 2021, Yenti melakukan pemesanan meterai sebanyak 33,8 ribu meterai. Padahal, pemakaian yang digunakan perusahaan yakni sekitar 14,7 ribu. Artinya ada 19 ribu meterai yang digelapkan.
“Terdakwa telah menjual meterai milik perusahaan kepada orang lain yang tidak diketahui nama dan alamatnya dan uang hasil penggelapan tersebut dipergunakan terdakwa Yenti untuk keperluan pribadinya sehingga perusahaan PT. Pelita Agung Agrindustri mengalami kerugian sebesar Rp 190.600.000 seratus sembilan puluh juta enam ratus ribu rupiah,” ujar dia.
ADVERTISEMENT