Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan lalu, media sosial dihebohkan dengan beredarnya sebuah video seks Garut yang dilakukan beberapa orang. Belakangan, diketahui kemudian dua orang di antaranya ialah pasangan suami istri yang menikah siri.
ADVERTISEMENT
Sang suami yang berinisial A meninggal dunia saat diproses hukum. Sementara sang istri yang berinisial P (sebelumnya disebut berinisial V) dihukum.
Ia dihukum 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Garut. Banding sempat diajukan, tapi ditolak. Ia kini sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Ternyata, P pun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi . Ia menggugat Pasal 8 UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Ia meminta hakim MK menyatakan pasal itu tak berkekuatan hukum mengikat.
"Menyatakan bahwa pasal 8 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," bunyi salah satu petitum yang dikutip dari situs MK, Jumat (2/10).
Gugatan didaftarkan pada 29 September 2020. Sebagai kuasa hukum P, berasal dari kantor hukum Lokataru, yakni Haris Azhar dkk.
ADVERTISEMENT
Dalam permohonannya, gugatan diajukan karena P merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan adanya Pasal 8 UU Pornografi itu.
Menikah Muda hingga Terjerat Kasus Hukum
Dalam permohonannya, P melalui kuasa hukumnya menjelaskan soal latar belakang dirinya. Bagaimana ia menikah saat umur 16 tahun hingga akhirnya terjerat kasus hukum karena video porno.
P merupakan kelahiran Garut pada tahun 2000. Ia menikah pada umur 16 secara siri. Suaminya saat itu terpaut 14 tahun usianya.
"Dibesarkan oleh orang tua tunggal yang hanya seorang pedagang gorengan di Pasar wilayah Kabupaten Garut. Tinggal di kontrakan kecil, sebab rumahnya telah dirobohkan karena penggusuran tanpa penggantian," papar kuasa hukum dalam permohonannya.
P sempat mencoba bekerja dengan bernyanyi dari panggung kecil di pedesaan dengan upah Rp 50 ribu. Pada akhirnya ia pun menikah secara siri dengan suaminya yang kemudian menyeretnya dalam kasus hukum.
ADVERTISEMENT
"Menganggap dunia ini ramah pada dirinya, berpikir sederhana tentang bahagia yang dirinya dapat menggapai dengan menikahi laki-laki yang justru mendatangkan malapetaka," bunyi dalam permohonan.
Selama menikah, P mengaku menjadi korban eksploitasi seksual suaminya. Setiap berhubungan badan, suaminya selalu merekam.
"Tubuh Pemohon dijadikan objek kesenangan birahi semata, suami Pemohon selalu merekam adegan hubungan suami istri yang dilakukan mereka dengan alasan untuk keperluan pribadi suaminya," bunyi dalam permohonan.
P mengaku tidak terpikir rekaman itu akan disebarkan. Belakangan, cuplikan video yang direkam itu kemudian disebarkan suaminya ke media sosial tanpa sepengetahuannya. Tujuannya ialah untuk mendapat untung.
"Secara teknis, jika ada yang ingin mengunduh video lengkapnya, maka harus membayar Rp 50 ribu," bunyi permohonan.
ADVERTISEMENT
Setelah tahu video tersebar, P mengaku sempat melaporkan ke polisi tapi laporannya diabaikan dan diminta kumpulkan bukti. Namun kemudian P mengaku ditangkap diproses hukum dianggap menyediakan diri sebagai objek atau model sebagaimana Pasal 8 UU Pornografi.
Perihal objek atau model dalam Pasal 8 UU Pornografi itu yang kemudian dipersoalkan hingga jadi dasar pengajuan gugatan.
"Pasal 8 UU Pornografi merupakan norma yang tidak jelas (setidaknya ketidakjelasan mengenai definisi objek atau model) dan merugikan korban dari tindakan yang semula merupakan kegiatan pribadi-hak privasi," bunyi permohonan.
Alih-alih pelaporannya diterima dan mendapat perlindungan dari perbuatan orang lain yang merugikan dirinya, P mengaku malah dijadikan pelaku lalu ditangkap Polres Garut. Ia pun kemudian diproses hukum.
ADVERTISEMENT
Saat ini, P ditahan di Rutan Kelas II B Garut sambil menunggu putusan kasasi. Ia meminta hakim MK mengabulkan permohonannya sehingga kerugian yang dialaminya bisa dipulihkan.
"Terdapat hubungan jelas antara kerugian yang diderita Pemohon dengan ketentuan pada pasal yang diajukan dan dengan dikabulkannya permohonan ini, Pemohon akan mendapat legal remedy," bunyi permohonan.