Warga Bedeng di Balik Tanggul Muara Baru: KTP Jakarta, Listrik Numpang Tetangga

6 Mei 2025 15:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan kondisi bedeng Nurhayadi dan sekitarnya, warga Muara Baru yang tinggal di tanah Pelindo di balik tanggul laut, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (6/5/2025).  Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan kondisi bedeng Nurhayadi dan sekitarnya, warga Muara Baru yang tinggal di tanah Pelindo di balik tanggul laut, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (6/5/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
Di balik kokohnya tanggul laut setinggi 4 meter di Muara Baru, Jakarta Utara, terdapat kehidupan yang tak banyak diketahui orang. Bedeng-bedeng semipermanen berdiri rapat di lahan yang lebih rendah dari lautan itu.
ADVERTISEMENT
Di sinilah tempat warga berlindung dari hujan dan teriknya matahari. Rumah yang mereka sebut milik sendiri meski tanpa surat hak atas tanah, tanpa sambungan listrik langsung, dan jadi daerah yang paling rentan jika tanggul jebol.
“Yang penting enggak kehujanan,” celetuk seorang ibu sambil memilah botol plastik di depan rumah sengnya yang menatap langsung tembok tanggul, Selasa (6/5).
Anak berjalan di sekitar tanggul menuju rumah mereka di RT 14/RW 15 Muara Baru, Penjaringan, Jakut, Selasa (6/5/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Berdasarkan cerita warga, dulunya kawasan tersebut terdapat pabrik gorden. Namun sudah pindah ke Tangerang karena banjir besar yang melanda pada 2012. Sekarang hanya tersisa puing dan sisa fondasi yang jadi arena main anak-anak di sana.
Jalanannya masih tanah merah, sangat kering saat musim kemarau dan becek saat hujan mengguyur. Di antara bedeng-bedeng terlihat kambing dan ayam milik warga bebas berkeliaran.
ADVERTISEMENT
Mayoritas penghuni adalah pendatang. Mereka bukan nelayan, melainkan buruh harian di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pasar Ikan. Perempuan-perempuannya membuka warung atau menjual masakan rumahan dari rumah.
Penampakan kondisi bedeng Nurhayadi dan sekitarnya, warga Muara Baru yang tinggal di tanah Pelindo di balik tanggul laut, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (6/5/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan

Tanah Milik Pelindo

Tanah itu milik Pelindo. Sesekali pihak Pelindo, kata warga, sering mengecek, bahkan menggusur karena tak boleh ada bedeng baru. Mereka pun meminta warga agar tak menuntut bila sewaktu-waktu tanah itu diperlukan.
Nuhayadi atau yang biasa dipanggil Mama Asep (43) bercerita, dulunya dia tinggal di RT 14, hanya beberapa meter dari bedengnya sekarang. Ia merantau dari Pandeglang ke Jakarta saat berusia 30 tahun, kemudian pindah-pindah dan berakhir di tanah Pelindo sejak 2017 karena bosan terus-menerus ngontrak.
ADVERTISEMENT
“Di sini ya enggak bayar kontrakan, walaupun listrik nyambung dari rumah tetangga di seberang tembok,” katanya saat dijumpai di warung sambil tangannya sibuk melayani pembeli yang memesan kopi dagangannya.
Penampakan kondisi bedeng Nurhayadi dan sekitarnya, warga Muara Baru yang tinggal di tanah Pelindo di balik tanggul laut, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (6/5/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Nuhayadi memiliki KTP Jakarta. Namun, hingga kini untuk menyalakan lampu, ia bergantung pada aliran dari rumah lain yang resmi.
Di dalam rumahnya, ia tinggal bersama suami yang bekerja sebagai sopir angkut ikan di pelabuhan, dua anak yang masih sekolah, dan ibu mertua yang sudah sepuh.
Semua tinggal dalam satu bedeng yang temboknya merupakan tambalan tripleks. Ada 1 kamar tidur, 1 kamar mandi dan dapur yang langsung menghadap ke lahan tempat kambing dan ayam berkeliaran.
ADVERTISEMENT
Kawasan laut di balik tanggul setinggi 4 meter. Terlihat Masjid 'Tenggelam' Waladuna, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (6/5/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan

Air Ditampung di Galon

Kisah senada datang dari Usbaniah (66), seorang lansia yang ikut suaminya pindah dari kawasan Marlina ke bedeng tanah Pelindo. Ia menyebut air bersih diambil dari PAM dan ditampung di galon-galon biru yang berjajar di dalam bedeng.
“Saya enggak kerja, jaga rumah aja. Anak udah pada nikah,” ucapnya, duduk di bangku plastik di bawah naungan terpal.
Meski hidup dalam keterbatasan, para penghuni bedeng ini merasa ‘merdeka’ karena memiliki ruang sendiri, tak perlu berpindah-pindah mencari kontrakan murah. Tapi harga dari 'kemerdekaan' itu adalah keterputusan dari layanan dasar, kerentanan akan penggusuran, dan ketergantungan pada tetangga untuk kebutuhan dasar seperti listrik.
Di bawah bayang-bayang tanggul tinggi yang melindungi Jakarta dari laut, mereka hidup dalam ketenangan semu—tenang dari hujan, tapi waspada terhadap masa depan.
ADVERTISEMENT