Warga Jakarta Keluhkan Tempat Pembuangan Sampah yang Kurang

26 Oktober 2024 14:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu tempat sampah di depan Gang Kemanggisan, Jati Padang, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu tempat sampah di depan Gang Kemanggisan, Jati Padang, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
ADVERTISEMENT
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan menerapkan pembebasan retribusi pelayanan kebersihan bagi rumah yang aktif memilah sampah dari sumbernya. Penerapan ini akan diberlakukan mulai dari 1 Januari 2025.
ADVERTISEMENT
Program pembebasan iuran ini disambut baik oleh masyarakat. Meskipun menuai respons positif, masyarakat berharap program ini juga difasilitasi dengan tempat pembuangan sampah berdasarkan kategori. Sehingga masyarakat dapat menjalankan program ini sesuai ketentuan.
Salah satunya, Heni (39), warga Gang Kemanggisan Jati Padang, yang mendukung adanya program pembebasan retribusi. Bagi Heni, dengan adanya program ini dapat mengurangi beban pengeluaran setiap bulannya.
Salah satu warga Gang Kemanggisan yang berprofesi sebagai ojek online, Heni (39 tahun), di Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
Sehingga pemasukan yang didapatkan dari ojek online (ojol) dapat dialokasikan ke biaya listrik yang setiap bulannya menghabiskan 1.300 watt. Bahkan Heni mengatakan akan lebih setuju apabila Pemprov DKI Jakarta turut memfasilitasi tempat pembuangan sampah.
“Setuju, kalau ada tempat pembuangannya lebih setuju lagi. Cuma kan kita lagi mikirin tempat pembuangannya. Tempat pembuangannya tuh nggak ada. Nggak ada tempat susah udah. Kalau ada tempat dan memang bayar nggak apa-apa,” kata Heni kepada kumparan, di Jakarta Selatan, Sabtu (26/10).
ADVERTISEMENT
Minimnya tempat pembuangan sampah membuat Heni dan warga setempat akhirnya memutuskan untuk membakarnya. Meski begitu, ada juga warga yang membuang sampah ke tempat pembuangan berukuran kecil yang telah disediakan.
Saking kecilnya, tempat sampah tersebut hanya mampu menampung sekitar puluhan sampah. Padahal warga yang bermukim di sekitar Gang Kemanggisan berjumlah lebih dari 100 Kartu Keluarga (KK).
“Itu lagi dipikirin sampai sekarang. Kadang sih kita membuang sampah ke tempat sampah kecil yang disediakan. Kadang juga dibakar,” ucap Heni.
Salah satu tempat sampah di depan Gang Kemanggisan, Jati Padang, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
Pada kesempatan yang sama, pemilik indekos dan minimarket Akash di Sawo Manila, Nadia (29), turut mengeluhkan hal serupa.
Nadia menilai program pembebasan retribusi ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Namun, kekurangan dari program ini, kata Nadia, kurangnya tempat pembuangan sampah.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya untuk pembebasan retribusi ini bagus karena mendorong warga untuk mengelola sampah secara terpisah. Tapi, di Jakarta ini, tampah sampahnya masing kurang. Kayak jalan-jalan trotoar di Jakarta sudah bagus, tetapi kita sendiri bingung mau buang sampah di mana karena terbatas,” ujar Nadia.
Dalam sehari, Nadia menyebut dapat menghasilkan kurang lebih satu karung sampah dari hasil usahanya. Adapun untuk biaya iuran sampah, kata Nadia, dapat mengeluarkan Rp 30.000-35.000 setiap bulannya.
Ilustrasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
“Saya, sehari bisa satu karung sampah. Selain dari usaha saya (teh poci, minimarket, dan kosan). Saya sendiri suka jajan atau makan di luar kalau nggak sempat masak,” ungkap Nadia.
“Karena saya lihat ada orang yang suka bawa gerobak sampah. Saya bayar iuran ke orang itu. Sebulan RP 30.000-35.000,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Nadia berharap program ini juga dapat didukung dengan sosialisasi dari pemerintahan. Sehingga masyarakat dapat mengenal perbedaan sampah organik dan anorganik.
“Terus harus ada sosialisasi juga terkait sampah karena tidak semua masyarakat Jakarta tahu ini sampah organik. Ini sampah non organik,” ungkap Nadia.