Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Warga Karimunjawa Khawatir Krisis Air Bersih Akibat Keberadaan Tambak Udang
22 September 2023 13:40 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Warga Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah khawatir wilayahnya akan dilanda krisis air bersih. Mereka cemas usai banyak hutan mangrove atau bakau yang mati karena keberadaan tambak udang.
ADVERTISEMENT
Mereka juga khawatir keberadaan tambak udang ilegal itu mengancam lingkungan hidup mereka.
Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa (LINGKAR), Bambang Zakariya, mengatakan, proyek udang vaname itu telah merusak bentang hutan mangrove. Bahkan di salah satu titik, ada hutan bakau 100 meter dengan lebar 50 meter yang rusak, mati meranggas karena menjadi tempat penampungan atau pembuangan limbah tambak udang.
"Mangrove itu mati sejak tahun 2018 sebab tahun 2017 mereka (petambak udang) sudah menampung limbah di sana, dan matilah si bakau ini. Mereka kan membuat takungan limbah itu sengaja pakai sak diisi tanah luasanya itu panjang 100 meter itu dibentengi pakai sak dan di situ bakau mati dari tambak udang itu," ujar Zakariya kepada kumparan, Jumat (22/9).
ADVERTISEMENT
Zakariya menyebut, pohon bakau itu mati karena limbah tambak itu menciptakan lumpur berwarna hitam pekat kehijauan dengan bau busuk yang tidak tertahankan. Lumpur itu terkadang rembes dari tempat penampungan dan mengkontaminasi area di luar cekungan tambak.
"Bau busuk sekali, dan warnanya hitam pekat ada hijaunya. Ini bukan lumpur kami, ini bukan lumpur dari Karimunjawa. Ini limbah dari tambak udang ilegal," tegas dia
Saat ini, beberapa sumur air tawar yang bersih di Karimunjawa sudah terkontaminasi air laut. Sebagai penduduk asli Karimunjawa, Zakariya menyadari kondisi ini terjadi karena hutan mangrove rusak karena keberadaan tambak.
Sebab, menurutnya, selain digunakan untuk tempat menampung limbah, para petambak juga membabat, menebang pohon bakau untuk jalur pipa perairan atau tambak-tambak mereka. Panjang pipa perairan tambak udang pun tak tanggung-tanggung. Para petambak membangun pipa dengan panjang mulai dari 500 hingga 1.000 meter.
"Memang awalnya di tahun 80an ada tambak tradisional setelah itu tidak hasil, kemudian sejak dari tahun 90an sudah ditinggalin semua tambak tradisional lalu tumbuh bakau menghijau. Sumur-sumur mulai bagus karena mangrove kan jadi filter biar air laut tidak ke darat. Dan sekarang banyak sumur-sumur yang terkomtaminasi dan asin, lalu perkakas rumah karatan karena banyak hutan bakau yang sekarang rusak," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Jepara dan Badan Taman Nasional Karimunjawa tidak pernah berbuat apa-apa tentang kerusakan-kerusakan di Karimumjawa. Padahal, Perda larangan adanya tambak udang di Karimunjawa telah disahkan.
"Tidak ada tindakan apa apa dari Balai Taman Nasional dan Pemkab Jepara, mereka melakukan pembiaran dengan kondisi yang terjadi di Karimunjawa," ucap Zakariya.
"Harapan kita kan paling tidak kalau itu dinyatakan di kawasannya paling tidak dapat teguran atau pipa inlet itu panjang yang melalui taman nasional dari limbah yang mengalir ke wilayah balai taman nasional. Tapi mereka selalu bilang ini nggak masuk BTN, mereka bilang ini masuk wilayah penduduk kawasan tanah perpajikan, kita memang akui itu, tapi kan limbah itu masuk ke kawasan BTN dan pipa yang disedot itu masuk ke kawasannya. Sebab menurut aturan dari bibir pantai sampai beberapa mil itu zonanya. Jadi dalil mereka itu bukan kawasan kami, bukan kawasan kami terus," imbuhnya.
Salah satu pegiat pariwisata di Karimunjawa, Farahdhilla (28) juga mengalami kekhawatiran yang sama. Ia takut pariwisata rusak karena keberadaan tambak udang limbahnya merusak laut dan pariwisata.
ADVERTISEMENT
"Pantai Boby kemarin juga sudah muncul limbah bewarna hijau. Kadang saya dapat proses dari wisatawan kok rusak kaya gini, kok jadi seperti ini. Saya khawatir kondisi ini justru memastikan sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung warga Karimunjawa," kata gadis lulusan Universitas Diponegoro ini.
Salah satu nelayan Karimunjawa, Surohim (43) juga mengungkapkan keresahannya. Sebagai nelayan dan pencari kerang dia kini harus melaut lebih jauh karena saat ini banyak titik di lautan yang tercemar limbah dari tambak udang.
"Sekarang susah, melaut pun seperti itu harus ke tengah karena sekarang pantai dan lautnya banyak tercemar limbah dari tambak udang," kata Surahim.
Berdasarkan data yang dihimpun kumparan, saat ini terdapat 39 titik tambak udang ilegal dengan luasan sekitar 42 hektare di Pulau Karimunjawa.
ADVERTISEMENT
Tanggapan Taman Nasional Karimunjawa
Kepala Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ), Dyah Sulistyari mengaku izin pendirian tambak udang di Karimunjawa bukan kewenangan dari pihaknya.
Soal limbah, pihaknya juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini.
"Terkait limbah, kami sudah berkoordinasi ke Jogja dan Gamkum di KLHK terkait limbah sudah ada di ambang batas normalnya. Terkait tambak, izin kan bukan di kami. Kami tidak bisa menutup. Dan tambak tidak berada di kawasan TNKJ. Tapi di area APL, area penggunaan lainnya. Itu kuasanya Pemkab Jepara terkait pengajuan izin karena sesuai institusi kami hanya untuk menjaga kawasan ya," kata Dyah.