Warga Paling Banyak Deteksi Kasus TBC Bisa Makan Malam Bareng Menkes

9 Mei 2025 17:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkes Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers usai penyerahan Surat Selesai Adaptasi dan STR Seumur Hidup kepada 7 dokter spesialis WNI lulusan luar negeri, di Ditjen Tenaga Kesehatan Kemenkes, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (16/12). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkes Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers usai penyerahan Surat Selesai Adaptasi dan STR Seumur Hidup kepada 7 dokter spesialis WNI lulusan luar negeri, di Ditjen Tenaga Kesehatan Kemenkes, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (16/12). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus TBC atau tuberkulosis di Indonesia masih tergolong tinggi. Setiap tahunnya, ada satu juta warga Indonesia yang terkena penyakit menular ini, 125 ribu di antaranya meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengajak warga untuk terlibat langsung dalam skrining TBC di masyarakat. Nantinya, warga, kader posyandu, ataupun petugas Puskesmas yang yang paling banyak menemukan pasien TBC, akan diundang makan bersamanya.
“Tolong dicatat seluruh Indonesia. Kader-kader yang paling banyak nemuin (kasus TBC). Paling banyak (warga) mulai minum obat. Paling banyak selesai. Nanti mau diundang, diajak makan malam sama menterinya. Atau makan siang sama menterinya,” kata Budi di Kantor Kelurahan Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Jumat (9/5).
Tak hanya masyarakat, Budi juga akan melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk memberikan edukasi kepada masyarakat yang menolak untuk diperiksa.
“Kewajiban kita sebagai individu dan makhluk sosial, bahwa kita harus memastikan diri kita sehat, nah kadang-kadang kan gak semua orang teredukasi dengan baik," kata Budi.
ADVERTISEMENT
"Ada yang diedukasi dengan wartawan nurut, ada yang diedukasi dengan pemerintahan nurut, ada yang mesti jalan-jalan dengan Satpol PP, begitu dia lihat jadi nurut,” jelas dia.
Ilustrasi Vaksin TBC. Foto: Shutterstock
Budi melanjutkan, tujuan skrining ini untuk memberikan penanganan secara cepat kepada warga yang terkena TBC, sehingga nyawa mereka dapat terselamatkan dan sembuh. Apalagi TBC ini juga berbahaya seperti COVID-19, karena pasien yang mengalaminya bisa saja tidak menunjukkan gejala.
“Jadi kalau ketahuan (dari skrining) obatnya ada. Bisa diobati, bisa sembuh. Ironis keduanya penyakit ini kayak COVID. Menularnya lewat pernapasan. Jadi kalau orang yang nggak ketemu. Orang itu gentayangan nularin ke siapa-siapa,” ucapnya.
Selain itu, World Health Organization (WHO) menargetkan pada tahun 2030 pasien yang mengalami TBC harus setidaknya berkurang sebesar 50 persen. Indonesia sendiri menduduki peringkat kedua dengan kasus TBC terbanyak di dunia.
ADVERTISEMENT
“Indonesia terbanyak nomor 2 di dunia. Jadi bukan paling atas ya. WHO bilang bahwa di 2030 harus eliminasi. Eliminasi itu harus turun minimal 50% (kasus TBC), “ tutupnya.