Warga Tambun yang Punya SHM tapi Digusur: Pak Prabowo Tolong Kami

5 Februari 2025 15:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Edi memegang SHM tanahnya di tanah dan rumah yang sudah digusur oleh PN Cikarang kelas II, di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi, pada Rabu (5/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Edi memegang SHM tanahnya di tanah dan rumah yang sudah digusur oleh PN Cikarang kelas II, di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi, pada Rabu (5/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Di atas reruntuhan bangunan itu, Edi memegang sertifikat hak milik (SHM) tanah yang ia klaim resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). SHM itu menjadi bukti bahwa ia adalah pemilik dari bangunan yang sudah rata dengan tanah itu.
ADVERTISEMENT
Edi berdiri di sana hanya bisa menatap dan mencoba ikhlas dengan apa yang sudah terjadi. Rumah sekaligus bengkelnya di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi, itu digusur oleh PN Cikarang pada Kamis (30/1).
Tak tahu harus ke mana mencari keadilan, kini Edi hanya berharap kasusnya mendapatkan atensi dari pemerintah. Ia optimistis, presiden Prabowo Subianto akan membantu rakyatnya.
“Mudah-mudahan Bapak Presiden kita mendengarkannya gitu kan. Dan peduli gitu kan. Jangan sampai rakyat kita sendiri dizalimi,” ujar Edi saat ditemui di rumah saudaranya tak jauh dari rumah lamanya, pada Rabu (5/2).
Alasannya, seseorang bernama Mimi Jamilah memenangkan gugatan kepemilikan tanahnya di PN Bekasi tahun 1999 lalu. PN Cikarang pun mulai melayangkan surat eksekusi kepada Edi pada 18 Desember 2024.
ADVERTISEMENT
“Jadi, saya itu dapat surat pertama itu dari pengadilan itu 18 Desember 2024. Di situ mengatakan bahwa kita harus (melaksanakan) pengosongan dengan sukarela tempat itu gitu kan,” ujar Edi.
“Karena di situ katanya pihak Mimi Jamilah memenangkan kasus ini di pengadilan, telah inkrah. Sedangkan kita sendiri kan gak pernah dilibatkan dalam hal persidangan atau dipanggil lurah, camat, atau misalnya orang BPN atau orang pengadilan gitu kan. Gak pernah kita dipanggil sama sekali,” sambungnya.
Telah 10 tahun lamanya Edi mengotak-atik mobil sebagai mata pencaharian dan berlindung di bawah atap di atas tanah miliknya. Selama itu, Edi tak pernah tahu permasalahan yang menyangkut Mimi dan pemilik-pemilik tanah sebelumnya.
Bengkel milik Edi, warga Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi, yang digusur meski memiliki SHM saat disambangi pada Selasa (4/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Tanggal 15 Januari 2025, Edi dilayangkan surat pemberitahuan bahwa penggusuran akan dilakukan di tanggal 20 Januari. Namun, saat itu tidak jadi dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Setelah tanggal itu kita gak dapat surat apa-apa lagi. Cuman datang dari pihak-pihak seperti RT-RW yang mengabarkan gitu kan. Pihak-pihak dari Mimi Jamilah ya,” ucapnya.
“Mengatakan kepada kita kalau gak mau dieksekusi ya tanggal 30 (Januari) nanti. Ini akan tanggal 30 dieksekusinya gitu kan. Ya bayar ulang dibilang gitu,” jelasnya.
Edi bercerita, bahwa bila memang Edi masih mau tinggal di sana, maka ia harus membayar ulang tanahnya ke Mimi. Negosiasi ‘perdamaian’ itu sudah beberapa kali dilakukan.
Namun, Edi tak pernah sekali pun langsung bertatap muka dengan Mimi. Yang datang bernegosiasi dengannya adalah Lurah setempat.
“Kalau gak salah waktu itu datang (untuk negosiasi). Waktu itu utusan lurah. Mereka datang malam-malam selalu habis magrib,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Tiga kali lah (negosiasi). Terus langsung lurah juga langsung waktu itu. Pernah juga memberi opsi itu. Tapi saya kenyataannya ya gak bisa gitu,” sambungnya.
Bengkel milik Edi sebelum dirobohkan, di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi. Foto: Istimewa
Tak memiliki prasangka buruk dengan sang lurah, Edi menyebut, ia datang untuk mendorong warganya membayar kepada Mimi.
“Mungkin tugas beliau baik juga untuk memberi tahu kepada warganya bahwa ayolah berusaha untuk memenuhi keinginan mereka. Tapi pak lurah tugasnya seperti itu ya. Tapi saya tetap gagal untuk itu,” ujar Edi.
Edi tak sanggup dengan permintaan membayar ulang tanah seharga Rp 2.500.000 per meter.
“Saya hitung-hitung kalau tanah saya 150 itu Rp 375.000.000,” ujarnya.
Ia sudah berupaya untuk mencari pinjaman, entah dari saudara atau dari bank. Namun, usaha itu gagal dan ia pun pasrah. Rumahnya dieksekusi oleh PN Cikarang, dihadiri aparat kepolisian dan TNI.
ADVERTISEMENT
Edi sempat bingung untuk mencari tempat tinggal sementara. Sampai akhirnya, ia memutuskan menumpang di rumah adiknya.
Kondisi terkini beberapa rumah di atas tanah yang bersengketa di Setia Mekar, Tambun Selatan, Bekasi, Selasa (4/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan