news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Waspada Happy Hypoxia, Gejala COVID-19 yang Tak Disadari dan Bisa Picu Kematian

16 September 2020 13:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr Erlina Burhan. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
dr Erlina Burhan. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Dokter spesialis paru dr. Erlina Burhan memberikan penjelasan terkait happy hypoxia. Ini merupakan bagian dari gejala COVID-19 yang keberadaannya banyak tak disadari oleh penderitanya.
ADVERTISEMENT
"Happy hypoxia itu terjadi karena ada kejadian hypoxia, yaitu kurangnya oksigen dalam darah. Mestinya kalau kurang oksigen dalam darah, maka orang akan sesak dan ada gejalanya, tapi ini tidak terjadi pada beberapa pasien COVID-19," kata Erlina dalam diskusi virtual di BNPB, Rabu (16/9).
Ia pun merunutkan secara medis mengapa hal ini bisa terjadi. Ternyata masalahnya ada di paru-paru orang yang merasakan happy hypoxia.
"Kenapa? Karena diketahui pada kondisi terjadi kerusakan pada saraf yang mengantarkan sensor sesak ke otak. Sehingga otak tidak memberikan respons, otak tidak mengetahui kondisi kekurangan oksigen dalam darah. Normalnya kalau terjadi kekurangan oksigen biasanya akan ada sinyal ke otak," urai Erlina.
"Otak kemudian memerintahkan ke tubuh untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Dengan cara bernapas cepat, sehingga akan terlihat sesak," sambung dokter di RSUP Persahabatan ini.
ADVERTISEMENT
Tapi, kata Erlina, sekali lagi sesak napas tidak terjadi ke beberapa pasien COVID. Ini yang harus diwaspadai.
Erlina kemudian menceritakan kapan pasien COVID-19 dengan happy hypoxia pertama ditemukan. Peristiwa ini ditemukan dalam sebuah jurnal ilmiah.
"Dan kapan ini pertama kali terjadi? Sebetulnya ini sudah lama, bulan  April sampai Mei. Dulu namanya silent hypoxia. Ada kasus terjadi terhadap seseorang usia 60 tahun laki-laki yang bergejala COVID dan lama kelamaan batuk makin parah dan tubuh makin lemas. Namun anehnya pasien ini tidak sesak," jelasnya.
Infografik Waspada Happy Hypoxia. Foto: Hod Susanto/kumparan
Pasien ini masih bisa beraktivitas seperti biasa. Namun, happy hypoxia bisa semakin terlihat ketika ia melakukan aktivitas berat seperti olahraga.
"Masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari, masih bisa mandi, makan, menonton TV, tersenyum, menelepon. Jadi tidak kelihatan sesak. Dan untuk keluarga karena khawatir terlihat makin lemas diteleponlah rumah sakit," kata Erlina.
ADVERTISEMENT
Kemudian, lanjut dia, petugas datang dan melihat pasien tersebut. Ternyata keadaannya semakin lemas, lalu dokter periksa dadanya.
"Terasa ada kelainan di dalam, kemudian dokter langsung cek ternyata saturasi oksigen hanya sekitar 60 persen. Ini rendah sekali, orang normal oksigen dalam darahnya 95 sampai 100 persen," ucap Erlina.
"Tetapi dia tidak sesak, setelah sampai rumah sakit langsung diintubasi dan dipasang ventilator," imbuhnya.
Erlina mengingatkan, apabila masyarakat merasakan gejala COVID-19 dan semakin hari semakin memburuk harus segera ke rumah sakit. Misal seseorang batuk lalu batuknya menetap dan intensitasnya makin tinggi.
Sekali lagi, demi keselamatan, ia harus konsultasi ke dokter. Sebab, ia menegaskan happy hypoxia tidak membuat seseorang sesak napas.
"Biasanya kalau sudah terjadi hypoxia dalam waktu yang lama pasien akan mengalami penurunan kesadaran dan bisa fatal akibatnya (kematian)," tutup Erlina.
Petugas membawa peti jenazah pasien virus corona untuk dimakamkan di pemakaman Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS