Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
![Kampanye Akbar, Partai Golkar, Istora Senayan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_1280/v1554794394/vmtpkczlvaatmtrfhchg.jpg)
Waswas Kader Golkar Jadi Partai Gurem di Tangan Airlangga
31 Juli 2023 15:20 WIB
·
waktu baca 10 menitUsai umrah 10 hari di akhir Ramadhan lalu, awal Mei 2024, anggota Dewan Pakar Golkar , Ridwan Hisjam, menemui Luhut Binsar Pandjaitan. Kepada Ketua Dewan Penasihat Golkar itu, Ridwan bersama beberapa senior Partai Golkar menyampaikan kegelisahan mereka terhadap kepemimpinan Airlangga Hartarto .
Airlangga, Ketua Umum Golkar saat ini, itu tak kunjung memutuskan arah politik partai menjelang Pemilu 2024 yang tinggal tujuh bulan lagi. Padahal, ia telah mendapat amanah dalam Musyawarah Nasional Golkar tahun 2019 sebagai capres 2024.
Begitu pula dengan elektabilitas partai yang kian merosot di tangan Airlangga. Tingkat keterpilihan partai yang sempat digdaya di era Orde Baru dalam survei terakhir awal Juli 2023 hanya menyentuh angka 6-7%.
Survei itu dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 1-8 Juli 2023. Dalam survei itu, partai yang masuk top three adalah PDIP (23,7%), Gerindra (14,2%), dan PKS (6,2%). Sementara itu Golkar merosot ke peringkat empat dengan perolehan suara hanya 6%.
Penurunan elektabilitas Golkar itu terlihat nyata apabila dibandingkan dengan survei LSI pada Agustus 2022. Ketika itu, LSI merilis elektabilitas Golkar masih di angka 11,7%. Pada survei tersebut, Golkar masih berada di posisi kedua teratas di bawah PDIP (26,6%), dan di atas Gerindra (9,9%).
Hasil yang tak jauh beda nampak dari hasil survei Litbang Kompas pada Mei 2023. Pada survei tersebut, elektabilitas Golkar di kisaran 7,3%. Golkar berada di posisi keempat di bawah PDIP (23,3%), Gerindra (18,6%), dan Demokrat (8%).
Angka ini turun dibandingkan survei Litbang Kompas pada Januari 2023. Ketika itu, Golkar masih berada di tiga besar dengan elektabilitas 9% di bawah PDIP (22,9%) dan Gerindra (14,3%).
Bagi sejumlah kader Golkar seperti Ridwan Hisjam dan Lawrence Siburian, tren penurunan elektabilitas ini menjadi alarm bahaya menjelang Pemilu 2024 yang kurang dari 7 bulan lagi.
“Saya cek di Pemilu 2019, hasil survei 7 bulan sebelum [Pemilu 2019] itu selisih [kenaikannya] cuma 2 persen [antara survei dan hasil resmi KPU]. Sekarang [pemilu] kurang 7 bulan elektabilitas cuma 6-7%, kalau berkaca di 2019, ibaratnya sekarang 6% [nanti] jadi 8%, partai satu digit, kalah sama PKS,” jelas Ridwan.
Airlangga Jarang Turun ke Bawah
Puncak kegelisahan sebagian elit Partai Golkar mulai muncul sejak awal tahun lalu. Mereka merasa Airlangga tidak serius untuk mengerek elektabilitas partai. Kian hari arah Partai Golkar makin tidak jelas.
Para kader senior Golkar seperti Ridwan Hisjam dan Lawrence TP Siburian yang sekaligus menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia (SOKSI) organisasi sayap Golkar meminta Airlangga mundur dari kursi ketua umum.
Dua organisasi sayap lainnya Kosgoro 1957, dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) juga mendesak agar Airlangga turun dari jabatan yang telah ia emban selama empat tahun ini.
Selama empat tahun ini Airlangga dinilai jarang berkunjung ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) daerah. Minimnya komunikasi antara DPD dan DPP ini membuat dukungan kepada Golkar makin redup.
“Jadi Airlangga enggak pernah turun ke DPD-DPD. Di atas terus,” kata Ridwan saat ditemui kumparan di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (27/7).
Ridwan yang telah puluhan tahun menjadi mesin penggerak Golkar melihat perbedaan gaya kepemimpinan yang sangat signifikan antara Airlangga dan ketua umum Golkar yang sebelumnya seperti Akbar Tanjung dan Aburizal Bakrie (ARB).
Akbar Tanjung terpilih menjadi Ketua Umum Golkar pada periode 1998-2004. Selama rentang waktu itu mantan ketua DPR itu kerap menjalin komunikasi bersama DPD Golkar di berbagai daerah.
“Akbar Tanjung, dulu setiap minggu datang ke DPD seluruh Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, ARB yang akrab dipanggil Ical itu juga melakukan hal yang sama. Ical seringkali menumpangi bus saat hendak safari kantor perwakilan partai di daerah.
Perbedaan gaya kepemimpinan ini juga diakui oleh salah satu anggota partai Golkar yang telah sepuluh tahun menjabat. Ia enggan disebutkan namanya. Menurutnya, Airlangga sangat sulit diakses oleh anggota.
Airlangga Dinilai Tak Siap Jadi Capres
Tiga hari menjelang Idul Adha Ridwan menyempatkan diri untuk menemui langsung Airlangga di kantornya, Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat. Sore itu, Ridwan mengatakan akan mendukung Airlangga dengan sepenuh hati asalkan Menko Perekonomian itu segera mendeklarasikan kesediaannya sebagai capres.
Bahkan, Ridwan sudah memutuskan hari yang paling tepat untuk mengumumkan yaitu pada tanggal 1 suro atau 19 Juli 2023. Ridwan yang kental dengan budaya jawa itu menilai 1 suro adalah hari besar.
"Tunggu-tunggu-tunggu, kita tunggu momen,” kata Ridwan menirukan jawaban Airlangga.
Dari sini lah Ridwan merasa Airlangga tidak pede mendeklarasikan dirinya sebagai capres. Kompetisi antar capres dari partai lain kian matang. Namun, deklarasi yang ditunggu-tunggu itu tak kunjung datang.
“Momen apalagi? Wong sudah 3,5 tahun kok tunggu momen. Kalau dia ngomong masih baru setahun atau tahun 2021 ya okelah, saya ngalah. Sekarang tunggu apa?” lanjut Ridwan.
Memang jika melihat elektabilitas Airlangga dalam berbagai survey tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Berdasarkan survei litbang kompas pada Januari 2023, elektabilitas Airlangga Hartarto hanya naik 0,1% menjadi 1,5% dibanding periode sama pada tahun sebelumnya.
Airlangga bahkan jauh di bawah. Ia menempati posisi ke-11 yang artinya tidak masuk bursa bakal capres.
Ical dan Luhut Binsar Pandjaitan pun sudah pernah menginstruksikan Airlangga supaya turun ke bawah untuk menjalin komunikasi politik langsung kepada masyarakat. Terjun langsung ke masyarakat merupakan kebiasaan para pendahulu ketum Golkar yang mampu mengerek tingkat keterpilihan.
Namun Airlangga terlihat kurang nyaman untuk menyapa langsung masyarakat. Hal ini berdasarkan pengamatan Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam. Menurutnya, Airlangga lebih cocok sebagai teknokrat dibanding politisi.
“Nah Airlangga ini saya lihat kalau turun ke bawah dia enggak at home (nyaman) kayak beban. Ini lah pelajaran buat kita "harus at home jadi politisi" kalau enggak jangan. Lebih bagus (Airlangga) jadi teknokrat yang membantu. Rasa tanggung jawab harus ada,” kata Ridwan.
Lawrence Siburian turut mengomentari ketidaksiapan Airlangga menjadi bacapres. Menurutnya, sejak amanah munas tahun 2019 memutuskan Airlangga sebagai bacapres, dia diamanatkan membentukan tim sukses. Tapi hingga kini, hal itu tidak pernah terealisasi.
“Nah dia enggak melakukan apa. Bikin panitia (tim sukses) nggak, rapat nggak, baliho enggak, poster nggak, mau nggak lu? udah 3 tahun lho dari 2019, 4 tahun jalan. Ini yang kita nilai semua, berarti enggak ada leadership,” tuturnya.
Airlangga Dianggap Minim Upaya
Berbeda dengan ketua umum lain yang sukses meningkatkan tingkat elektabilitas. Airlangga malah memperlihatkan tingkat keterpilihan yang relatif stagnan. Seharusnya dengan jabatan Menteri Koordinator Perekonomian secara tidak langsung dapat melambungkan namanya.
Lawrence mencontohkan beberapa ketum yang juga merangkap jabatan sebagai menteri mengalami dampak positif terhadap kenaikan suara di mata masyarakat.
“Misalnya sapa? Prabowo. Dia Ketum Gerindra, dia Menteri Pertahanan tapi partainya naik terus elektabilitasnya. Zulhas naik terus. Lho Airlangga kok enggak, malah turun terus,” kata Lawrence.
Airlangga yang kini malah diperiksa dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dinilai makin meredupkan namanya di benak masyarakat.
“Elektabilitas Airlangga 1 persen enggak naik-naik,” ucapnya.
Airlangga sebetulnya telah berupaya membangun komunikasi politik dengan melobi beberapa partai pendukung pemerintah untuk mendirikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), pada 13 Mei 2022 lalu. Koalisi itu diisi Golkar, PAN, dan PPP.
Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, Airlangga tidak memperlihatkan manuver yang kuat untuk memperkuat posisi partai beringin pada koalisi KIB itu. Ini tercermin dari lemahnya Koalisi Indonesia Bersatu yang didirikan.
Kini PPP merapat ke PDIP setelah memutuskan mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres. Sementara itu, PAN belum menetapkan pasangan capres. Hanya saja memang partai berlambang matahari itu kerap mendukung Erick Thohir sebagai cawapres Ganjar Pranowo.
Upaya lain yang dilakukan Airlangga dengan menjalin komunikasi politik kepada ketum parpol lain untuk memperkuat posisi Golkar. Ia menemui para petinggi partai, seperti menemui Ketua Umum Nasdem Surya Paloh pada 1 Februari 2023, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono pada 29 April 2023, dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar pada 3 Mei 2023.
Baru-baru ini Airlangga menemui Anies Baswedan sebelum berangkat haji. Keduanya juga membicarakan seputar kemungkinan untuk bergabung Koalisi Perubahan.
Manuver itu dilanjutkan dengan mengutus Christina Ariyani, Rizal Mallarangeng, dan Supriansa untuk mengikuti agenda Apel Siaga Perubahan Partai NasDem di Gelora Bung Karno, Minggu 16 Juli 2023.
Itu maneuver terakhir, sebelum akhirnya Kejaksaan Agung memanggil Menko Perekonomian hadir pemeriksaan atas dugaan kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) Senin 24 Juli 2023. Dia hadir selama 12 jam dan dicecar 46 pertanyaan.
Beberapa hari setelah pemeriksaan, Airlangga Hartarto telah bertemu dengan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani Kamis 27 Juli lalu. Keduanya sepakat untuk membentuk tim teknis untuk pesta demokrasi 2024.
Dalam pertemuan itu Airlangga memberikan bunga kepada Puan sebagai bentuk kecocokan kedua partai. Saat menerima bunga itu, Puan mengharapkan sikap manis itu berlanjut sampai 14 Februari 2024, Hari Valentine, hari kasih sayang.
Konflik Internal Tak Kunjung Usai
Dampak dari tren penurunan elektabilitas Partai Golkar yang semakin anjlok di bawah kepemimpinan Airlangga, akan berpotensi kembali menggerus jumlah kursi di DPR pada pemilu mendatang. Penurunan jumlah kursi Golkar di DPR memang sudah terlihat sejak beberapa tahun terakhir.
Keterpilihan kursi Partai Golkar di DPR pada Pemilu 2014 di DPR mencapai 91 dari 560. Lalu pada Pemilu 2019, Golkar kembali mengalami penurunan jumlah kursi di DPR menjadi 86 dari 575 kursi.
Hal ini telah menjadi perhatian khusus dari sebagian petinggi partai. Ini juga dinilai menjadi salah satu faktor pemicu gejolak di tubuh Partai Golkar.
Menurut Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, Golkar kerap mengalami konflik internal karena kekuatan elit politik di Partai Beringin relatif merata.
Selain partai tua banyaknya tokoh yang kuat di internal partai kerap terbagi menjadi berbagai fraksi.
“Beda dengan PKS yang sistemnya komando, struktur gitu. Nah sistem di Golkar kan kekuatannya relatif tersebar, itu membuat manuver elite lebih cepat terjadi,” ucap Arya.
Dia memperkirakan Golkar akan menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakernas) untuk mengurai persoalan internal partai.
Selain itu, Golkar akan melakukan keputusan politik yang lebih realistis mengingat elektabilitas Airlangga yang tak kunjung naik.
“Ya saya kira Golkar akan lebih realistis melihat opsi-opsi yang ada gitu,” katanya.
Bagi Arya, elektabilitas Golkar yang kian turun tidak serta-merta menjadi alasan pergantian ketum melalui munaslub. Sebab, dalam sebuah partai tentu ada aturan yang harus diikuti.
“Alasan munaslub ya karena ada alasan luar biasa di AD/ART. Karena kan harusnya ketum itu punya masa jabatan yang fix. Kalau enggak, orang gamau jadi ketum nanti. Karena dikit-dikit digusur diganggu,” katanya.
Ada dua syarat untuk menggelar munaslub. Pertama, berdasarkan AD/ART Golkar, Munaslub hanya bisa dilakukan bila diusulkan oleh ⅔ DPD Provinsi. Artinya, persyaratan dukungan pelaksanaan Munaslub paling sedikit diusulkan oleh 26 dari 38 DPD provinsi.
Kedua, Munaslub hanya mungkin terjadi bila terjadi bila ketumnya terjerat perkara hukum. Saat ini Airlangga sedang diperiksa Kejaksaan Agung dalam dugaan kasus korupsi penerbitan izin ekspor minyak sawit mentah (CPO), namun sebagai saksi.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai kerap terjadinya konflik internal di Partai Golkar akibat setiap anggota memiliki suara yang kuat.
Artinya Golkar bukan partai yang sahamnya dimiliki oleh satu orang saja. Seperti PDIP partai yang dimiliki oleh keluarga Megawati, lalu Demokrat yang dimiliki keluarga Susilo Bambang Yudhoyono, NasDem dengan keluarga Surya Paloh, dan Gerindra dengan Prabowo Subianto.
“Golkar itu rapat pun anggota bisa bersuara protes tidak setuju. Mereka itu partai yang bebas bebas aja. Tidak seperti partai partai lain. Jadi dibanding PKS (juga) beda karena loyalitas tegak lurusnya beda,” jelas Pangi.
Terkait elektabilitas Golkar yang kian redup, Pangi mengusulkan supaya Airlangga mengumpulkan semua pengurus DPD supaya saling memberikan masukan arah Golkar pada pemilu mendatang.
“Ini kan pemilik saham kader. Dikembalikan aja ke sana,” imbuhnya.
Wakil Ketua Umum Golkar Bidang Hubungan Kelembagaan Melchias Marcus Mekeng mengungkapkan bahkan kebutuhan Munaslub belum mendesak. Menurutnya, setiap anggota partai boleh saja mengusulkan agenda Munaslub, tetapi saat ini menurutnya Golkar masih fokus pada persiapan pemilu tahun depan.
“Tapi momentum kapan itu (munaslub) harus dilakukan, nanti DPP dan ketua umum akan memutuskan. Jadi jangan didesak harus sekarang, ini ada apa?” katanya.
Sementara itu Ridwan menilai apabila Golkar di bawah Airlangga tetap berjalan seperti ini, perolehan kursi Golkar di DPR pada Pemilu 2024 akan merosot.
"Kalau dibiarkan suara akan tinggal kurang lebih 70-an [kursi DPR],” sebutnya.