Wawancara Eksklusif JK: Manuver Sang Saudagar Politik Jelang 2019

9 Juli 2018 9:37 WIB
clock
Diperbarui 1 April 2019 19:07 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pilihan politik Jusuf Kalla di 2019. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pilihan politik Jusuf Kalla di 2019. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tepat pukul 16.00 WIB, Sabtu (7/7), Jusuf Kalla turun dari lantai dua rumah dinas wapres di Jalan Diponegoro, Menteng. Gayanya sederhana dan saat menerima kumparan dalam wawancara khusus sore itu.
ADVERTISEMENT
Mengenakan kemeja biru berlengan pendek, celana hitam dan sepatu pantofel coklat, JK menyalami satu per satu wartawan kumparan “Apa kabar kalian,” ujar JK dengan logatnya yang khas.
Setelah obrolan singkat, JK tampak siap melayani seluruh pertanyaan kami. Tak ada satu pun kertas “contekan" yang dipegang. Pun, tak ada satu staf pun yang memberinya feeding sebelum wawancara.
Pertanyaan demi pertanyaan dijawab dengan sistematis dan tenang. Mulai dari kisah asmaranya dengan Mufidah, kesukaannya dengan dangdut, hingga perang dagang AS, nilai tukar rupiah, dan manuver politiknya jelang Pilpres 2019.
Peluru pertama yang kami tanyakan tentunya soal manuver politik yang belakangan rajin ia pertontonkan ke khalayak. Berbagai skenario soal sikap politiknya di 2019 mencuat, sejalan dengan lobi-lobi politik yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Apalagi setelah Mahkamah Konstitusi menolak uji materi yang memungkinkan JK kembali maju pilpres untuk menjadi cawapres Jokowi.
JK punya 3 pilihan. Pertama, nyapres. Kedua menjadi king maker, dan ketiga menjadi orang di belakang layar, tetap satu kapal dengan Jokowi.
JK toh tak mau buru-buru membuat keputusan. Rangkaian lobi politik dengan kubu Jokowi dan non-Jokowi dilakukan sebelum memutuskan sikap di 2019.
Rentetan lobi mulai muncul Senin (25/6) saat ia menemui Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selang sehari, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini menerima Presiden PKS Sohibul Iman di rumah dinas wapres.
Silaturahmi JK dengan SBY di kediaman SBY (Foto: Dok. Tim Media Demokrat)
zoom-in-whitePerbesar
Silaturahmi JK dengan SBY di kediaman SBY (Foto: Dok. Tim Media Demokrat)
Lalu pada Selasa (3/7), JK menerima Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Pertemuan ketum dan mantan ketum Golkar ini terjadi di tengah berbagai spekulasi politik JK akan kembali nyapres setelah putusan MK mematahkan seluruh peluang JK jadi cawapres. Pertemuan itu juga muncul beriringan dengan skenario JK king maker Anies Baswedan di 2019.
ADVERTISEMENT
Wacana ini muncul lantaran seringnya JK tampil di depan publik bersama Anies yang namanya sudah sering digaungkan oleh partai dan lembaga survei sebagai capres potensial.
Nyapres atau tetap bersama Jokowi?
JK menilai komunikasi yang dilakukan dengan menemui berbagai tokoh politik lumrah. “Saya selalu berdiri netral dan katakanlah melihat untuk kepentingan bangsa saja,” kata JK.
“Sehingga saya bisa berkomunikasi dengan siapa saja. Karena mereka juga butuh, katakanlah, jembatan pembicaraan, sering saya lakukan seperti itu,” lanjut JK.
Namun, JK menyebut tidaklah mudah menjembatani kepentingan politik berbagai kubu di 2019. Sehingga, ia memprediksi koalisi baru akan rampung di hari-hari terakhir pendaftaran capres yang berlangsung 4-10 Agustus 2018.
“Semua saling terkait. Jokowi punya pendapat, Prabowo punya pandangan, SBY punya pandangan, PAN punya pandangan, PKS punya pandangan,” kata JK.
ADVERTISEMENT
“Ini semua susah kita bisa melihat dari sekarang, siapa yang akan berkoalisi dengan siapa. Menurut saya, hari-hari terakhir baru bisa ketahuan ini keadaan,” tutur mantan Ketum Golkar ini.
Jokowi-JK buka puasa di Kediaman Ketua DPR. (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi-JK buka puasa di Kediaman Ketua DPR. (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
JK lagi-lagi menegaskan, ia akan beristirahat dari dunia politik di 2019. Mantan wapres SBY ini mengatakan akan lebih aktif di bidang sosial, pendidikan, dan keagamaan, selain juga fokus bermain bersama cucunya usai pensiun.
Pensiun dari dunia politik, bukan berarti tak bersikap di 2019. Tak dipungkiri JK punya peran penting, baik dari segi jaringan politik, logistik, pengaruh di Indonesia Timur hingga loyalis yang duduk di posisi strategis.
Memiliki kelebihan ini, JK mengaku dapat tawaran agar nyapres dari sejumlah parpol.
“Tentu ada yang mengajak pilpres. Tapi saya katakan, mana mungkin saya harus melawan Pak Jokowi. Kesulitannya juga karena presidential threshold 20 persen. Kan tidak mudah dicapai juga,” ujar pria yang pernah menjadi juru ketik Bung Hatta ini.
ADVERTISEMENT
AHY Temui JK di Kediaman JK di Makassar (Foto: Dok.Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
AHY Temui JK di Kediaman JK di Makassar (Foto: Dok.Istimewa)
Tawaran nyapres, diakui JK, muncul dari Partai Demokrat. Hal ini disampaikan SBY saat menerima JK di kediamannya, Jalan Denpasar, Kuningan, Senin (25/6). Saat itu, skema JK sebagai capres untuk bersanding dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) disampaikan sebagai salah satu opsi di 2019.
“Ada usulan seperti itu. Tapi saya katakan, saya istirahat saja. Sambil berikan pelajaran ke yang muda. Saya minta maaf, saya tidak bisa masuk,” ujarnya.
Wacana JK tetap sekoci dengan Jokowi di 2019 memang sudah lama mengemuka. PDIPlah yang “agresif” menginginkan JK jadi cawapres Jokowi. PDIP selaku partai pengusung Jokowi tak menampik bahwa JK masuk dalam daftar meski terhambat konstitusi.
ADVERTISEMENT
Sebab, JK-lah yang dianggap bisa menambal kekurangan Jokowi, baik dari segi kelompok Islam, ekonomi serta faktor pengaruh di luar Jawa. Lalu peran apa yang akan didapat JK jika tetap bersama Jokowi di 2019?
Jusuf Kalla (Foto:  Prima Gerhard/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jusuf Kalla (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
Anggota Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyebut nama cawapres Jokowi tentunya harus melibatkan JK.
"PDIP belum mengerucut pada satu nama karena pembicaraan nama harus dibahas antara Pak jokowi, Pak JK, dan mitra koalisi termasuk PDIP di dalamnya," ujar Arteria.
Soal Jokowi yang masih ingin JK jadi cawapresnya, pria kelahiran 15 Mei 1942 ini tak mau mengiyakan atau membantah.
"Intinya, karena UUD, bukan hanya UUD, UU Pemilu membatasi 2 kali. Saya sudah 2 kali," ujarnya singkat.
ADVERTISEMENT
JK king maker bagi Anies Baswedan
Komunikasi juga dilakukan JK dengan sejumlah ketum partai seperti Presiden PKS Sohibul Iman dan Ketum PAN Zulkifli Hasan. Pertemuan dengan Sohibul digelar Selasa (26/6) lalu. JK menyebut pertemuan itu membahas berbagai masalah bangsa.
“Kita melihatnya membicarakan soal kebangsaan saja. Bahwa negeri ini, kita mengemukakan persamaan, bukan perbedaan,” kata JK.
Sohibul tak menampik, pertemuan empat mata dengan JK juga membahas soal pilpres, selain soal pilkada hingga masalah ekonomi yang melilit Indonesia. Dalam pertemuan yang berlangsung sejam itu, Sohibul meminta banyak masukan soal politik dari JK yang dianggapnya sebagi senior.
“Ini lebih ke obrolan informal, politisi junior berguru ke politisi senior. Isinya tentu isu penting. Di antaranya pilkada, pileg, pilpres, kondisi ekonomi,” ujar Sohibul.
ADVERTISEMENT
Sejumlah sumber menyebut pertemuan JK dan Sohibul sempat membahas peta koalisi di 2019 termasuk kandidat capres potensial. Saat itu, nama Anies Baswedan sempat mencuat. Selain kader internal, PKS memang menimang nama Anies jadi capres. Anies disebut calon potensial karena faktor elektabilitas dan rekam jejak.
JK dan Anies di Jalan Santai Keluarga Sulsel (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
JK dan Anies di Jalan Santai Keluarga Sulsel (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Sehingga jika Anies nyapres, seperti pada Pilgub DKI, ada harapan dari parpol yang mengusung Anies agar JK memberikan restu dan dukungan serupa.
Pembahasan soal Anies nyapres juga sudah dilakukan secara informal antara Ketum PAN Zulkifli Hasan dan JK. Nama ini tentunya muncul bersamaan dengan sejumlah skenario capres-cawapres lain di 2019.
Sejumlah politikus PAN menyebut dalam pembahasan informal itu, Anies dianggap potensial baik dari sisi elektabilitas maupun akseptabilitas. Ia dianggap bisa diterima berbagai kalangan meski bukan tokoh parpol.
ADVERTISEMENT
Setali tiga uang dengan PKS, PAN berharap JK dapat memberikan dukungan ke Anies. Apalagi JK dan Anies punya sejarah panjang. Diharapkan, di 2019, JK dapat menjadi king maker bagi Anies selain adanya dukungan dari parpol-parpol.
Saat menghadiri halalbihalal PP Muhammadiyah pada Rabu (4/7) lalu, Zulkifli Hasan sempat menyebut Anies ‘Gubernur Indonesia’ di hadapan JK. Gayung bersambut, jawaban singkat JK makin memperkuat sinyal ia akan jadi king maker.
“Iyalah,”ujar JK.
JK, Anies, dan Zulkifli Hasan di PP Muhammadiyah. (Foto: Kevin  Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
JK, Anies, dan Zulkifli Hasan di PP Muhammadiyah. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
“Dikit lagi, Pak,” kata Zulkifli menimpali.
Nama Anies memang digodok serius oleh PAN. Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengakui nama Anies hampir selalu muncul dalam berbagai simulasi capres-cawapres milik partainya. Bukan tidak mungkin, justru Anies yang jadi capres meski opsi Prabowo Subianto nyapres masih terbuka.
ADVERTISEMENT
“Bisa Prabowo-Anies, Prabowo Bang Zul, Anies-Gatot, Gatot-Anies. Tinggal nanti pembicaraan di tingkat koalisi bagaimana itu,” ujarnya.
Kurang dari sebulan pendaftaran capres dimulai. Sang saudagar kini tengah berhitung. Meski peta koalisi masih belum terang benderang dan rentan berubah, setidaknya, sang saudagar punya pilihan yang bisa dibilang tidaklah buruk. Nyapres, menjadi king maker, atau menjadi orang di belakang layar di pencalonan capres petahana, Joko Widodo.
“Menurut saya, kita lalui saja apa yang terjadi karena faktornya banyak,” tutup JK.