Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Wawancara Kepala BRIN: Ngapain Kita Matikan Eijkman? (3)
10 Januari 2022 9:15 WIB
·
waktu baca 12 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tak sedikit yang menyesalkan dampak Eijkman integrasi ke BRIN , mulai soal nasib para peneliti sampai potensi terhambatnya program Eijkman yang tengah berjalan.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko bercerita kepada kumparan, Rabu (5/1), soal peleburan Eijkman ke lembaganya, dan berbicara soal jalan keluar bagi para peneliti Eijkman. Ia yakin, integrasi Eijkman ke BRIN justru bakal memperkuat lembaga itu. Simak wawancara selengkapnya.
Sejak kapan keluar keputusan melebur Eijkman ke BRIN?
Eijkman sebelumnya unit proyek di Kemristek sehingga saat peleburan, tapi sebetulnya bukan peleburan, tapi integrasi Ristek ke BRIN, 1 September itu. Otomatis Eijkman masuk di dalamnya. Di saat itulah Eijkman kita lembagakan.
Saat ini, integrasi Eijkman masih di bawah Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati. Insyaallah nanti kalau sudah disetujui struktur organisasi yang baru, itu akan ada Organisasi Riset Kesehatan secara spesifik, Eijkman akan ada di situ. Kita masih berproses dengan teman-teman di KemenPANRB. Mungkin minggu ini atau minggu depan.
ADVERTISEMENT
Struktur organisasi BRIN seperti apa?
Jadi di BRIN ada 7 deputi dan 1 Sestama (sekretaris utama), mereka mengelola manajemen secara keseluruhan, ini di luar riset. Sestama mengurus aspek administrasi dan perkantoran. Kalau Deputi itu mengurus fasilitasi, ada infrastruktur, ada SDM Iptek, dst, yang melakukan riset di organisasi riset.
Apakah organisasi riset fokus melakukan riset saja? Nantinya akan ada berapa organisasi riset?
Ya. Jumlahnya mungkin ada 14 sampai 18. Sekarang masih 7. Ada Ilmu Pengetahuan Teknik, Sosial Humaniora, Hayati, Pengkajian Teknologi, Antariksa, Tenaga Nuklir, Ilmu Kebumian. Yang baru, kita tunggu saja mana yang disetujui MenPANRB.
Balitbang seluruh kementerian akan integrasi ke BRIN juga?
Sebagian besar sudah. Mereka akan ada organisasi, semua akan campur. Kita tidak melihat dulu asalnya apa. Di organisasi baru, semua berbasis kepakaran, nanti campur. Sudah enggak kelihatan, mana LIPI, mana bekas LIPI, sudah blended lah.
ADVERTISEMENT
Soal integrasi Eijkman ke BRIN sudah disampaikan ke peneliti?
Ya, kita sampaikan opsi-opsinya. Seingat saya, setelah saya dilantik yang pertama ke Lab Eijkman, tanggal 4 Mei. Saat itu saya sampaikan kita harus selesai masalah Eijkman, kita lembagakan. Dan perisetnya kita beri beberapa opsi itu. Silakan memilih, jadi sudah lama kita sampaikan.
Bagaimana respons mereka?
Wah, saya enggak ingat, ada yang tanya, ini gimana terusnya. Itu kunjungan fisik ya. Kemudian ada Zoom Meeting antara tim saya dan mereka.
Banyak peneliti menolak integrasi Eijkman karena harus sekolah dulu, sebab peneliti BRIN minimal S-3. Bagaimana menurut Anda?
Lho, mereka itu honorer, tiap tahun harus diberhentikan, itu pasti. Kalau tidak ya melanggar hukum. Mereka sudah tahu itu.
ADVERTISEMENT
Kualifikasi peneliti ASN BRIN harus S-3 meski secara kompetensi mumpuni?
Kualifikasi itu nomor satu. Kalau dia kompeten, dia S3 dong. Tidak ada periset, di negara mana pun belum S3 lalu daftar jadi periset. Dan opsi dari kita, dia tetap jadi asisten periset tapi harus sekolah. Jadi, janganlah jadi asisten periset terus sampai 11 tahun. Kan bagus buat mereka.
Kalau buat saya, kalau enggak niat sekolah, itu enggak niat jadi periset. Jadi ya itu kualifikasi minimal dan untuk jadi periset mandiri itu harus S3. Untuk dapat dana hibah dari mana-mana itu harus S3.
BRIN akan membiayai studi peneliti Eijkman yang mau sekolah?
Pasti dibiayai. Yang dari Oktober ada 7 orang. Seingat saya pada ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), bidangnya macam-macam. Jadi ya kita enggak bisa memaksa juga, kan orang punya pilihan hidup.
ADVERTISEMENT
Yang dibiayai yang mengambil S-3 dan S-2?
Iya. Kami kan ada skemanya, komplit. Bahkan dia mau Post Doctoral pun bisa. Misalnya tidak mau PNS, mau yang P3K juga boleh.
Peneliti Eijkman bertahun-bertahun berstatus honorer, kenapa?
Saya enggak tahu, tanyakan ke mereka. Mereka juga enggak pernah minta izin ini itu. Semua sendiri-sendiri, padahal kan tidak boleh, harus sesuai regulasi. Eijkman pakai APBN, mereka harus minta izin. Kalau mau jadi lembaga swasta terserah. Ini kan APBN, bagian dari entitas pemerintah.
[Dalam perbincangan terpisah dengan kumparan, Prof. Amin Soebandrio, mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, mengatakan selalu berusaha mengajukan para penelitinya menjadi ASN. Namun pengangkatan peneliti Eijkman menjadi PNS Kemristek tidak mudah karena formasi yang terbatas. Di sisi lain, penelitian di Eijkman harus jalan terus dan peneliti ASN tidak mungkin bekerja sendirian. Oleh sebab itu, Eijkman menggunakan peneliti honorer secara berkelanjutan dengan bayaran sesuai rekomendasi Kemenkeu].
ADVERTISEMENT
Gaji peneliti Eijkman akan lebih besar setelah masuk BRIN?
Ya, saya bikin lebih baik. Sudah tahu gaji rendah kok dibiarin. Lah sudah tahu rendah dan sengsara, kenapa tidak diperbaiki?
Bayaran Rp 7 juta sekian, padahal periset. Periset selevel itu di LIPI Rp 25 juta.
Gaji Rp 25 juta itu level S-2 atau S-3?
Itu tergantung jenjangnya. Ada ahli utama, madya, yang utama profesor riset. Ini yang madya, setara associate professor.
Jadi, S2?
S2 bisa sampai ke situ (Rp 25 juta), tapi ahli utama harus S3.
Peneliti ahli utama berapa?
Range-nya Rp 37 juta-an. Bersih, sudah potong pajak.
Bisakah skema Eijkman beroperasi seperti sebelumnya tapi BRIN memberi dana untuk riset?
Ya tidak bisa, itu kan uang negara. Kalau saya mau memberikan anggaran ke orang lain, itu harus diberikan secara kompetisi. Enggak bisa diberikan secara pribadi. Itu kan pajak kalian, yang secara amanat saya harus kelola secara transparan.
ADVERTISEMENT
Kalau saya mau merekrut saya harus bilang dan itu harus dibuka secara terbuka. Bukan karena Anda tahu atau dekat dengan saya terus direkrut, tidak boleh. Siapa pun, dari Aceh sampai Papua harus punya kesempatan untuk mendaftar.
Ini mengelola uang negara, itu kan amanat dari masyarakat. Itu yang harus dilakukan. Maka penerimaan ASN, bahkan BRIN pun tidak bisa ikut-ikut. Diumumkan siapa pun boleh daftar, pakai tes, yang diterima baru dikasih ke kita.
Intinya lembaga riset pakai uang negara jadi tak boleh rekrut orang secara subjektif?
Iya dong. Bukan cuma lembaga riset tapi harus semua lembaga. Dia harus transparan, semua orang harus tahu, semua orang mau daftar atau tidak urusan masing-masing. Nah, nanti orang-orang berkompetisi, yang terbaik secara kriteria itu yang harus ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Eijkman dinilai kredibel, banyak yang menilai integrasi tak diperlukan demi pengembangan riset di Indonesia lewat Eijkman?
Kredibilitas itu siapa yang menilai? Kredibilitas sebagai peneliti dan pengelola uang masyarakat itu beda. Bukan saya sebagai periset lalu seenaknya. Kalau kita mau pakai uang masyarakat, kalau uang perusahaan sendiri ya nggak masalah, kalau swasta. Itu yang harus kita tegakkan karena riset adalah bisnis kepercayaan.
Riset itu basisnya periset, SDM-nya harus mau kerja dan sepenuh hati. Itu bisa begitu kalau dia terbangun saling percaya. Jadi tidak merasa saya bakal ditipu. Dan siapa pun kalau saya bagus, saya akan naik. Kan begitu harusnya. Kalau sistem tidak terbangun tidak mungkin kita bisa optimalkan SDM-nya.
Integrasi dinilai merusak kultur yang sudah tumbuh di Eijkman?
ADVERTISEMENT
Bukan gitu, saya tidak paham kultur itu apa. Periset itu, saya diaspora lama, keliling-keliling ke banyak negara sebelum kembali. Periset itu tidak menetap di satu tempat karena kultur periset itu sama. Jadi kita biasa kontrak setiap tahun.
Saya baru masuk ke Triest, saya sudah daftar tahun depan di Bremmen. Belum 6 bulan saya daftar lagi ke Hamburg, 3 tahun di sana. Itu dinamika riset. Itu yang kita ciptakan dengan mobilitas riset. Turn over manusianya harus banyak. Kalau orangnya sama, mati risetnya. Riset itu bisnis kreativitas. Kalau orangnya sama, dinamikanya turun dan basicnya harus kompetisi.
Jadi saya tidak paham. Kultur periset itu di mana-mana sama, harus bekerja keras cari kebaruan. Habis itu kolaborasi diskusi. Saya tidak boleh bohong, salah seribu kali enggak apa-apa tapi bohong tidak boleh.
ADVERTISEMENT
Orang BRIN yang S3, saya sampaikan tidak boleh di BRIN sampai pensiun. Setelah matang dan jejaringnya kuat, kita redistribusi ke Kampus. kalau kita redistribusi, jejaringnya kuat. Dia kan sudah kenal kita. Dia bisa bawa mahasiswanya. Jadi jejaring kita makin luas. Mindset periset seperti itu.
Bagaimana memenuhi kebutuhan peneliti misalnya dari Eijkman banyak yang tidak mau integrasi?
Kami sekarang merekrut, kalau tahun kemarin 325 untuk periset berkualifikasi S3. Tahun ini dan berikutnya kita rencanakan 500, itu bagian dari dinamika tadi, sehingga ada proses regenerasi berkelanjutan.
300 yang direkrut di luar peneliti kementerian?
Iya, ini baru. Periset kementerian kita terima. Unit riset dialihkan, itu mencakup struktur, SDM dan anggarannya.
325 peneliti yang direkrut semua bergelar S3?
ADVERTISEMENT
Ya, karena memang kualifikasi minimal S3. Maka sebabnya teman-teman periset Eijkman yang sudah S3 mengambil itu karena mereka qualified untuk daftar itu. Ada yang jalur PNS, ada yang P3K.
Tanpa ada ASN di Eijkman, tetap akan dilebur dengan BRIN?
Selama bagian dari riset pasti akan diintegrasikan. Karena SDM yang memiliki kepakaran dan mendukung Eijkman ada banyak. Di Cibinong itu ada 700 orang, ada ahli Sonosis, Biotek, dan Biomolekuler juga.
Maka saya sampaikan Eijkman makin kuat karena banyak teman-teman yang sekepakaran. Ada eks LIPI, Balitbang Kemenkes, kemungkinan besar bergabung, secara alami begitu. Jadi setelah diintegrasikan itu tidak Eijkman yang lama akan bergabung, tidak begitu. Kita buka, jadi ada orang LIPI, yang cocok di Biotek Eijkman akan bergabung, boleh. Ada orang Eijkman lebih cocok di biologi juga boleh. Jadi tidak harus di tempat semula, yang bagus begitu kalau riset.
ADVERTISEMENT
Ada anggapan Eijkman dilebur karena selama ini eksklusif dan powerful?
Enggaklah. Jadi tidak ada Eijkman keren terus kita matikan, ngapain? Wong saya ini cari orang keren. Saya sampai bujuk Diaspora untuk datang ke Indonesia. Masak ada orang keren kita singkir-singkirkan.
Cari orang keren itu susah. 325 orang itu enggak semuanya kepakai, enggak sampai 200 yang masuk. Ada yang mundur karena masih terikat kontrak, susah.
Lha mosok yang ada, maka kita paksa semua S3. Kalau saya sirik ya enggak saya kasih S3, saya mikir periset itu ya harus pintar. Kalau tidak mau, ngapain? Mau jadi operator terus sampai tua?
Saya tidak lihat di eksklusif, saya kan bosnya Eijkman, bos besar. Waktu April dia kan jadi unit proyek saya kan otomatis.
ADVERTISEMENT
Jadi bukan karena dari dulu eksklusif jadi dilebur?
Ya ngapain juga, kayak politik saja. Dia kan tetap ada, namanya saja ganti.
Bagaimana program Eijkman setelah integrasi?
Sejauh ini tidak ada yang berubah kecuali perisetnya, kecuali program top down ya. Yang utama sih Vaksin Merah Putih, cuma satu. Tapi kan oleh Pak Wien (Plt Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman Wien Kusharyoto) diregrouping dengan periset eks LIPI juga. Kebetulan platformnya sama dan beda target. Selain itu riset bottom-up. Secara prinsip kita terbuka.
Update pengembangan Vaksin Merah Putih?
Dulu juga kan di bawah BRIN, yang ngongkosi juga saya. Yang protein rekombinan ya, jadi sekarang itu kita di tahap optimalisasi peningkatan yield. Sudah lewat yield minimum yang diminta Biofarma yaitu 500 miligram per liter. Jadi setengah gram itu sudah lewat tapi kemarin masih dicoba lagi, bisa sampai 600.
ADVERTISEMENT
Karena semakin tinggi semakin murah biayanya. 500 itu terlalu minimal, nanti kemahalan gitu. Kalau bisa sih ya dekat-dekat 900. Sekarang di tahap itu. Kalau itu sudah dapat kita akan produksi terbatas dengan Biofarma untuk uji praklinis.
Nanti praklinis diuji ke Mencit. Karena harus di ruang ya, memang safety labnya bagus dan di mamalia juga di Cibinong, tapi masih dibangun. Kalau sudah mencit lolos BPOM, nanti yang monyet seukuran manusia sudah siap ya. Itu sih statusnya, status minggu lalu.
Target molor?
Molor tidak apa-apa, wong namanya riset. Yang salah itu, ini pasti harus berhasil. Ya semua periset itu dan teman-teman saya tahu kerja keras. Tapi, riset potensi gagal tinggi juga. Kalau pasti berhasil ya bukan riset.
ADVERTISEMENT
Kalau saya sebagai manajemen, salah dan gagal enggak apa-apa, selama dilakukan dengan benar. Tapi enggak boleh kejar target terus bohong. Saya akan jadi bumper teman-teman periset saya. Tidak bisa ditarget sebenarnya.
Wong di Indonesia belum ada tim periset yang mengembangkan vaksin dari nol ya, wajarlah. Kalau saya di LIPI tidak pernah menarget dan berani menyampaikan, lebih baik humble saja. Itu prinsip saya. Saya kan periset bukan politisi. Periset harus jujur.
Target Vaksin Merah Putih molor bukan karena integrasi?
Tidak ada hubungannya. Perisetnya kan tidak ada urusan karena integrasi tapi karena banyak kendala teknis. Itu wajar dan tetap saya dorong.
Karena barang-barang begini kan bahaya, kalau belum teruji kan membahayakan, sangat berpotensi membahayakan masyarakat. Kita harus pastikan dia betul-betul sesuai standar, tidak asal ekspose dan bluffing.
ADVERTISEMENT
Meskipun saya diejek lambat ya biarin saja. Kalau bohong bisa saja, kasihan perisetnya, mereka yang dibully. Yang bully paling berat komunitasnya, kan orang-orang pintar mereka.
Kendala teknis apa saja, banyak yang menilai molor karena integrasi?
Menyalahkan boleh saja, bebas saja. Jadi kan kita harus membuat bibit vaksin. Bibit vaksin tidak mudah, itu menumbuhkan mahluk hidup, supaya dia banyak, itu yang jadi bibit, harus banyak, itu yang 500 miligram tadi.
Untuk membuat banyak itu kan memakai bioreaktor, bioreaktor harus diset suhunya, PH nya, kemudian campurannya. Kayak kita numbuhkan tumbuhanlah. Kasih pupuk ini, enggak tumbuh, kasih pupuk itu bagus. Kombinasi sekian banyak parameter harus dicoba satu-satu, harus ada ribuan kombinasi. Itu kerjaan 24 jam, enggak ada cara lain kecuali nyoba. Kalau ada yang pengalaman, dia punya feeling. PH-nya segini, itu pasti optimal.
Realistisnya kapan rampung?
ADVERTISEMENT
Ya, 2022. Tapi saya sampaikan, bukannya tidak peduli, tapi sebagai manajemen riset kita tidak bisa mengikuti tuntutan itu. Itu akan mendorong periset kita melakukan tindakan yang cenderung tidak etis. Bisa manipulatiflah gampangannya.
Program Eijkman yang sudah jalan akan tetap dana setelah integrasi?
Selama ini terkontrol oleh saya lho. Sama saja. Wong minta duit ke saya, ya saya kontrol dong. Kan duitnya dari kita juga. Saya harus tahu mereka riset apa, duit dari siapa, sama saja enggak ada bedanya.
Bagaimana menjawab tudingan setelah gabung BRIN periset tidak lagi independen?
Tidak independen gimana, selama ini kan ikut saya juga. Wong nodong APBN tapi mindset-nya orang bebas. Dari 30 tahun lalu kan gitu.
ADVERTISEMENT