Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pernyataan kontroversial eks Kapolsek Pasirwangi AKP Sulman Aziz yang berubah dalam kurun waktu kurang dari 24 jam membuat publik bertanya-tanya. Sulman yang pada hari Minggu (31/3) tegas menyebut ada mobilisasi massa dari polisi untuk mengarahkan dukungan masyarakat ke capres petahana Jokowi-Ma’ruf, tiba-tiba meralat sendiri pada Senin (1/4).
ADVERTISEMENT
Tak hanya publik yang dibuat bingung dengan pernyataan polisi yang kini dimutasi ke Polda Jawa Barat tersebut. Kuasa hukum Sulman, Haris Azhar, juga bertanya-tanya. Haris bingung sekaligus kecewa dengan sikap Sulman, meski tak mau menyalahkan teman yang sudah dikenalnya selama sekitar 3 tahun ini.
Untuk memperjelas kasus tersebut, kumparan berbincang dengan Haris Azhar di kantornya, Lembaga Bantuan Hukum dan HAM, Lokataru. Berikut wawancara lengkapnya:
Bisa diceritakan bagaimana awalnya Pak Sulman memutuskan membuat pernyataan publik soal dugaan mobilisasi massa polisi ke kubu 01?
Ini kan sebenarnya udah lama ya. Sebenarnya ada 2 dasar kenapa muncul pernyataan publik itu. Pertama diskusi saya dengan dia sejak lama soal bagaimana profesionalitas polisi. Yang kedua, belakangan dia punya concern yang cukup serius soal netralitas atau profesionalitas polisi dan terkait agenda pilpres atau pileg, terutama pilpres.
ADVERTISEMENT
Terutama lagi sekitar 4-5 minggu terakhir sebelum dia bikin pernyataan itu dia memang banyak sharing sama saya terkait bagaimana munculnya pengarahan-pengarahan, briefing. Ada sejumlah fakta dan bukti juga yang dia sampaikan ke saya.
Dan di situlah kita banyak diskusi. Misalnya saya bilang, kalau mau dibuka harus solutif dan konstruktif, harus diarahkan ke satu mekanisme tertentu. Kan kita bukan berbasis kebencian, kita berbasis pada ini institusi negara yang harusnya sesuai UU, netral, profesional, dan lain-lain.
Lantas bagaimana memutuskan akhirnya menggelar konferensi pers di Lokataru?
Begini, kalau memutuskan untuk konpers itu awalnya di Garut. Dia sudah bicara dengan beberapa koresponden (wartawan) di Garut, lalu saya bilang baiknya disalurkan juga ke mekanisme tertentu. Jadi akhirnya saya bilang kalau mau sekalian ya di Jakarta aja kalau mau konferensi pers. Kan institusinya di Jakarta, kayak Ombudsman, misalnya gitu.
Kenapa memutuskan konpers, bukan lapor dulu ke Propam atau Kompolnas, misalnya?
ADVERTISEMENT
Kompolnas kami melihat ada ruang-ruang ketidakindependenan, dan juga dalam beberapa kasus, Kompolnas kelihatannya tidak optimal kalau melakukan koreksi terhadap polisi. Bawaslu juga demikian, sepengalaman saya, lapor ke Bawaslu lamban dan cenderung tidak punya greget. Akhirnya saya menyarankan ke Ombudsman karena Ombudsman punya kredibilitas yang cukup baik.
Kenapa saya lekatkan saran-saran seperti itu karena kita ini bicara profesionalitas institusi polisi, kita bukan partisipan 01 02. Saya kan membandingkan juga ketika berdialog dan komunikasi dengan dia, saya dapat banyak kiriman video, foto-foto, screenshot atau tulisan-tulisan dari berbagai pihak terkait keterlibatan polisi, ASN, dan lain-lain
Kenapa enggak ke Propam ya tadi juga sama dengan alasan saya kenapa enggak ke Kompolnas dan Bawaslu.
ADVERTISEMENT
Nah akhirnya memilih hari Minggu itu keputusannya Pak Sulman juga. Kalau saya sarannya hari Senin atau Selasa karena hari kerja jadi bisa sekalian ke Ombudsman. Bahkan apakah mau dibuka ke media atau tidak, atau sekadar laporan saja.
Saya juga banyak tanya, banyak diskusi apakah sudah siap, apakah sudah dipikirkan, dan berbagai hal. Dan saya memberikan bacaan kemungkinan-kemungkinan kalau misalnya dilakukan A kemungkinannya B, dilakukan C kemungkinannya D, seterusnya begitu-begitu.
Sampai terakhir sebelum konpers di hari Minggu dia masih tanya, pokoknya Bang Haris tetap bantu dan dampingi saya. Saya bilang, iya. Bahkan dia tanya berapa biayanya, “enggak,” saya bilang saya ini memang semata-mata memang, artinya begini saya juga bukan orang baru dalam reformasi polisi. Saya juga orang yang mengkritisi polisi sejak lama dari zaman saya di KontraS. Termasuk juga mengapresiasi polisi kalau polisi melakukan tindakan-tindakan yang tepat.
ADVERTISEMENT
Jadi temuan-temuan dari Pak Sulman ini, atau info yang dia terima sebetulnya memang punya magnitude yang sangat baik untuk kita mendorong reformasi di kepolisian.
Motivasi terbesar Pak Sulman sebetulnya apa? Sebagai polisi aktif, dia kan tahu risikonya, kenapa tiba-tiba meralat?
Pertama kalau sebelum dia meralat, saya melihat dia punya dedikasi. Sebenarnya dia punya loyalitas kepada nilai kepolisian itu sendiri. Saya juga cukup respect ke dia dalam soal itu.
Bahwa kemudian dia meralat itu yang justru membuat saya bertanya-tanya. Karena menurut saya sudah cukup banyak kita berdiskusi sebelum dia melepas pernyataannya di hari Minggu. Ya saya bisa merasakan dia cukup komit, teguh, dia bisa berimajinasi terkait dugaan atau apapunlah namanya.
ADVERTISEMENT
Saya tidak tahu apa yang membuat dia meralat. Karena juga ketika dia meralat itu kan di hari Senin di Polda Jabar, yang sebetulnya dia datang ke sana untuk lapor mutasi, jadi enggak ada kepentingan juga saya ikut datang ke sana. Dan saya juga ada di tempat lain, bukan di Bandung. Jadi ya dia menghadapi itu sendiri. Dan sejauh yang saya dengar dari dia, dia bertemu dengan berbagai pejabat dari polda dalam kaitan pernyataannya dia di hari Minggu.
Anda mempersilakan Pak Sulman cabut pernyataannya?
Itu keputusannya dia, saya bukan mempersilakan.
Setelah Pak Sulman mencabut pernyataan itu, masih percaya tidak dengan penjelasan dia sebelumnya?
Kalau penjelasannya di hari Minggu korelatif banget dengan informasi yang dia bagi ke saya.
ADVERTISEMENT
Ada buktinya?
Ya ada petunjuk lah kalau bahasa yang paling gampang. Kalau dalam pidana itu disebutnya petunjuk. Petunjuk-petunjuk yang dia sampaikan ke saya itu banyak korelasinya dengan apa yang dia sampaikan pada hari Minggu. Bahkan dia bisa memberikan makna atau konteksnya, jadi ya kalau misalnya dia mau mencabut pernyataan, sebetulnya penting juga untuk dijelaskan lebih jauh di bagian mana, soal apa, dan lain-lain.
Sudah koordinasi lagi belum setelah Pak Sulman cabut pernyataan?
Belum, saya di Jakarta, dia di Bandung atau di Garut saya tidak tahu. Kita by phone aja 1-2 hari ini.
Anda merasa ditipu enggak oleh Pak Sulman?
Enggak, saya enggak merasa ditipu. Ini menurut saya pasti situasinya cukup rumit buat dia. Saya mencoba memahami dia lah. Situasinya dia di Polda hari Senin itu pasti enggak gampang buat dia. Dan enggak gampang juga buat dia menghadapi publik yang hari ini melihat dia kan. Jadi ya enggak boleh lah, enggak adil kalau kita menghukum dia secara sosial, itu enggak baik.
ADVERTISEMENT
Ada orang seperti Pak Sulman Aziz yang berani muncul meskipun akhirnya dia berani menarik juga, itu kan butuh keberanian juga untuk kedua kalinya hanya dalam waktu enggak sampai 24 jam. Nah tetapi dibanding dengan isu-isu yang lain, terkait dengan mobilisasi ASN, polisi, ataupun bentuk-bentuk lain dari aparatur negara, mestinya ada kerja yang lebih efektif.
Misalnya Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN), Komnas HAM, Ombudsman, Bawaslu, mestinya mereka duduk bersama membahas situasi ini. Kalau mereka juga membiarkan situasi ini, ibarat kata memangku perlengkapan tapi tidak menggunakan.
Nah merindukan atau memimpikan, mencita-citakan, bahwa ada perbaikan institusi dan lain-lain itu jadi omong kosong aja belakangan akhirnya. Karena memang semua energi tersita soal 17 April (hari H pencoblosan) tersebut.
ADVERTISEMENT
Apakah ada indikasi Pak Sulman ditekan?
Saya tidak punya petunjuk yang mumpuni. Tapi bahwa kemungkinan dia tertekan atas situasi yang dia hadapi pada hari Senin itu bisa saja ada. Jadi ya kalau ditanya ‘Pak apakah ada ini (tekanan)’? enggak ada. Tetapi ya Anda mesti bayangkan psikologisnya. Dan mungkin juga bukan tekanan juga, mungkin permintaan dari polisinya, dari pihak Polri yang dia hadapi di Polda Jabar.
Perubahan itu bisa terjadi karena tekanan, karena rayuan, karena permintaan, macam-macam namanya. Tetapi bentuknya seperti apa, itu juga saya belum dapat. Saya juga kemarin kan enggak ikut karena itu kan bagian dari dinasnya dia kan.
Setelah ini masih bakal mendampingi Pak Sulman?
Saya orangnya terbuka, posisi saya kan jadi advokat aja. Kemarin dia kan minta saya memberikan bantuan hukum setelah memberikan saran dan lain-lain, tetap saya oke ya enggak ada masalah. Tapi ya kita lihat dulu lah ini gimana. Jangan juga ini berkembang jadi sesuatu yang buruk, saya juga enggak mau, gitu kan. Enggak mau bukan hanya buat saya aja tapi juga buat dia, atau buat siapapun termasuk buat polisi.
ADVERTISEMENT
Secara personal tidak merasa dirugikan?
Begini, untung ruginya buat saya, buat dia, buat berbagai orang, ada lah. Tapi buat saya hari ini kita tidak bisa men-judge dia bahwa saya dirugikan, gitu. Bahwa saya kecewa, saya kecewa dalam konteks metodologi. Metodologi artinya dia bikin pernyataan hari Minggu terus dia cabut hari Senin gitu ya, dengan mengambil keputusan.
Tapi saya juga sadar bahwa itu keputusannya dia kan. Saya hanya menemani di hari Minggu. Bahwa hari Senin dia ditemani oleh orang lain, itu metodologinya mungkin berbeda.
Tetapi ya saya coba memahami. Saya tidak mau marah atau kecewa yang seperti apa gitu tidak. Saya cuma kaget aja sih memang, bingung. Karena saya merasa bahwa berhari-hari, berminggu-minggu, dia cukup yakin.
ADVERTISEMENT
Jadi kalau ditanya masih mau mendampingi ya kita lihat nanti, kita mau susun kalau dalam penanganan hukum, teori kasusnya. Kalau ini dianggap kasus, kita bangun dulu penanganannya seperti apa, arahnya mau ke mana, gitu.
Komunikasi terakhir dengan Pak Sulman?
Kemarin, hari Senin (1/4) malam. Ya saya hanya ingin memastikan lagi sebenarnya apa yang terjadi, dan lain-lain. Ya jawabannya itu dan dia lelah sepertinya.
Apakah dia konsultasi lagi untuk mengambil langkah berikutnya?
Enggak, dia bukan orang yang cengeng seperti itu. Dia bukan orang yang tanya dengan pertanyaan terbuka dengan penuh background lari dari masalah itu, enggak.