WHO Alami Krisis Finansial, Program Bantuan Vaksin COVID-19 hingga APD Terancam

4 Agustus 2021 3:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tabung oksigen. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tabung oksigen. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Program tanggap pandemi COVID-19 milik WHO dilanda krisis finansial. WHO membutuhkan dana hingga 11,5 miliar USD atau setara dengan Rp 164 triliun untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19 akibat varian Delta.
ADVERTISEMENT
Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A) adalah program tanggap COVID-19 yang dipimpin oleh WHO untuk mendistribusikan vaksin, obat-obatan, serta alat tes COVID-19 secara merata ke seluruh negara di dunia.
Dari laporan ACT-A yang dilansir Reuters, sebagian besar dari dana 11,5 miliar USD itu dibutuhkan oleh mitra-mitra WHO untuk membeli alat tes, oksigen, serta masker di negara-negara berpendapatan rendah.
Sedangkan sisanya diperlukan untuk membeli ratusan juta dosis vaksin corona.
Karena kurangnya dana, ACT-A harus memotong dana hingga 5 miliar USD atau sekitar Rp 71 triliun. Tetapi, mereka masih membutuhkan dana sebesar 7,7 miliar USD atau Rp 110,2 triliun dengan segera.
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto: AFP/FABRICE COFFRINI
Tak hanya itu, ACT-A juga membutuhkan dana darurat 3,8 miliar USD atau sebesar Rp 54 triliun untuk membeli 760 juta dosis vaksin yang akan dikirimkan tahun depan.
ADVERTISEMENT
“Opsi pembelian ini harus dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan, atau dosis-dosis vaksin tersebut akan hilang,” demikian dikutip dari laporan itu.
Pekan lalu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus telah mengatakan, dana 7,7 miliar USD itu sangat dibutuhkan dengan segera. Tetapi, ia tak memberikan rincian penggunaan dana tersebut.
Dari total dana darurat yang dibutuhkan ACT-A, sebanyak 1,2 miliar USD atau Rp 17,1 triliun dibutuhkan untuk membeli oksigen medis dalam perawatan pasien COVID-19 di negara-negara berpendapatan rendah.
“Oksigen sangat diperlukan untuk mengendalikan lonjakan kematian yang eksponensial yang disebabkan oleh varian Delta,” ungkap laporan tersebut.
Permintaan oksigen medis secara global meningkat puluhan kali dibandingkan sebelum pandemi, dan banyak negara di dunia yang kesulitan mengamankan suplai yang cukup.
ADVERTISEMENT
Saat ini, tampak terlihat dengan jelas kesenjangan penanganan COVID-19 di berbagai negara.
Ilustrasi vaksin corona AstraZeneca. Foto: Yves Herman/REUTERS
Di negara-negara berpendapatan tinggi, sebagian besar dari penduduknya telah divaksinasi.
Sementara di negara-negara berpenghasilan rendah, jumlah penduduk yang divaksinasi masih sangat rendah. Bahkan, masih banyak negara yang kekurangan pasokan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker.
Setidaknya sekitar 1,7 miliar USD (Rp 24,3 triliun) dibutuhkan dengan segera untuk membeli APD bagi para nakes, dan 2,4 miliar USD (Rp 34,3 triliun) untuk meningkatkan testing corona di negara-negara berpendapatan rendah.