Wilayah Separatis Pro-Rusia di Timur Ukraina Blokir Google

23 Juli 2022 9:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Google (ilustrasi) Foto: REUTERS/Mike Blake
zoom-in-whitePerbesar
Google (ilustrasi) Foto: REUTERS/Mike Blake
ADVERTISEMENT
Kelompok separatis pro-Rusia di wilayah yang memisahkan diri di timur Ukraina memblokir akses ke Google pada Jumat (22/7/2022).
ADVERTISEMENT
Kepala Republik Rakyat Donetsk (DPR), Denis Pushilin, melaporkan keputusan tersebut. Wilayah Donbass—yang meliputi Donetsk dan Luhansk—telah mendeklarasikan kemerdekaan mereka.
Republik Rakyat Luhansk telah memblokir Google pula pada Kamis (21/7/2022). Pihaknya menuduh, Google mempromosikan kekerasan terhadap orang Rusia, terutama warga Donbass.
"Kami mengambil keputusan untuk memblokir Google di wilayah Republik Rakyat Donetsk," tulis Pushilin di Telegram, dikutip dari AFP, Jumat (22/7/2022).
Ilustrasi Kantor Google. Foto: Shutter Stock
Menurut Pushilin, mesin telusur web itu menyebarkan informasi palsu. Google merupakan perusahaan asal Amerika Serikat (AS).
Pushilin lantas melemparkan kesalahan itu terhadap Pemerintah AS. Pushilin mengeklaim, Barat dan Ukraina menekan rakyatnya secara fisik dan psikologis.
"Kami tidak bisa mentolerir ini lagi," ujar Pushilin.
"Beginilah cara Anda menangani penjahat di masyarakat mana pun: mereka terisolasi dari orang-orang," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Pimpinan Donetsk, Denis Pushilin. Foto: ALEKSEY FILIPPOV/AFP
Kendati demikian, Pushilin tidak menyertakan bukti untuk mendukung pernyataannya. Google juga menolak untuk segera menanggapi permintaan komentar tentang kabar itu.
"Bila Google berhenti mengejar kebijakan kriminalnya dan kembali ke arus utama hukum, moralitas, dan akal sehat, tidak akan ada hambatan dalam pekerjaannya," jelas Pushilin, dikutip dari Reuters.
Pemblokiran itu dilakukan lima bulan setelah awal invasi Rusia di Ukraina. Sejak mengerahkan pasukan pada 24 Februari, Rusia telah melayangkan tuduhan serupa terhadap perusahaan-perusahaan Barat.
Moskow mengatakan, mereka menyebarkan propaganda anti-Rusia. Dengan demikian, Barat mengambil sikap sepihak dalam menanggapi konflik tersebut.
Ilustrasi media sosial. Foto: Shutterstock
Rusia telah melarang Facebook dan Instagram pada Maret. Pengadilan Rusia memutuskan, perusahaan tersebut bersalah atas aktivitas ekstremis.
Menurutnya, Facebook telah membatasi akses media Rusia. DPR dan LPR lantas mengikuti langkah tersebut. Mereka menyelaraskan diri dengan kebijakan Rusia terkait jejaring sosial berbasis AS.
ADVERTISEMENT
DPR dan LPR telah memisahkan diri dari Ukraina sejak 2014. Tindakan itu meletuskan perang selama delapan tahun dengan Pemerintah Ukraina. Sejak itu, kelompok pemberontak mengontrol informasi dengan ketat.
Pasukan Rusia telah menguasai keseluruhan LPR. Kini, pihaknya berupaya merebut seluruh wilayah DPR.