Lipsus- Huru-Hara Lukas Enembe.-Cover

Wira-wiri Lukas Enembe di Meja Judi (1)

3 Oktober 2022 12:59 WIB
·
waktu baca 13 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
“Ah, saya ikut besok, terbang sama-sama. Saya ikut ke Jakarta sudah,” ujar Gubernur Papua Lukas Enembe kepada sejumlah orang dekatnya, beberapa hari menjelang jadwal pemeriksaan KPK yang kedua terhadapnya, Senin, 26 September 2022.
Namun, tim dokter memberikan pertimbangan lain. Mereka membeberkan kondisi kesehatan Lukas yang tak baik-baik saja. Tekanan darah sang Gubernur 195/115 dan kedua kakinya bengkak khas penderita stroke, membuatnya hanya mampu berjalan sejauh 10 meter.
“[Kondisi Lukas] inilah kemudian [yang membuat] kami (tim kuasa hukum) datang ke Jakarta kemudian menjelaskannya ke KPK,” ujar Juru Bicara Gubernur Papua, Muhammad Rifai Darus, kepada kumparan di Jakarta, Kamis (29/9).
Tim kuasa hukum Lukas Enembe lantas mendatangi KPK pada Jumat, 23 September. Ini semua gara-gara gubernur berumur 55 tahun itu ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 5 September. Pengacara Lukas, Stefanus Roy Rening, mengungkapkan status tersangka Lukas pada 12 September. Dua hari setelahnya, KPK membenarkan.
Lukas Enembe. Foto: Dian Mustikawati/Bumi Papua/kumparan
KPK mulanya tak menjelaskan rincian kasus yang menjerat Lukas Enembe. Pengacara Lukas hanya menyebut bahwa kliennya diduga menerima gratifikasi Rp 1 miliar pada 2020.
Rifai mengeklaim, duit Rp 1 miliar itu adalah uang pribadi Lukas Enembe. Uang sebanyak itu, kata dia, awalnya diberikan bendahara Lukas kepada seseorang bernama Tono Laka. Uang itu kemudian ditransfer ke Lukas pada Mei 2020, dan—menurut Rifai—inilah yang disangka KPK sebagai gratifikasi.
Tono adalah orang yang bekerja di kediaman pribadi Lukas. Tugasnya membangun kolam renang dan menata interior rumah. Tono juga disebut Rifai sering membantu Lukas dalam menangani urusan pribadinya, termasuk urusan di luar rumah.
“Tono sudah kasih kesaksian di depan penyidik. Dia menyatakan hal yang sama [saat] dikonfirmasi Tim Hukum Pak Gubernur,” terang Rifai.
Karena kasus dugaan gratifikasi itulah KPK memanggil Lukas dua kali untuk diperiksa, yakni pada 12 September di Mako Brimob Papua, Jayapura, dan 26 September di Gedung KPK, Jakarta. Namun, Lukas tak memenuhi kedua panggilan itu. Alasannya: sakit.
Lukas Enembe bicara terbata-bata sembari menunjukkan obat-obatan yang ia konsumsi, Jumat (30/9/2022). Foto: Dian Mustikawati/Bumi Papua/kumparan

Antara Penyakit dan Pelesir

Sakitnya Lukas Enembe membuat pemeriksaan terhadapnya menjadi alot. Dan di tengah kesulitan KPK memeriksa Lukas, tiga isu lain menerpa Lukas. Pertama, dugaan aliran dana ratusan miliar terkait Lukas yang didalami Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sejak 2017. Aliran dana itu di antaranya berupa transaksi perhiasan mahal senilai Rp 550 juta dan transaksi tunai Rp 560 miliar di kasino luar negeri untuk berjudi.
Padahal, dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Lukas pada 2021, harta yang ia miliki hanya tercantum sebesar Rp 33 miliar. PPATK lantas membekukan 11 rekening dan asuransi terkait Lukas yang nilainya mencapai Rp 71 miliar lantaran mencium transaksi keuangan tak wajar,
Kedua, beredarnya foto Lukas bermain judi di kasino di luar negeri. Foto-foto itu dibeberkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia. MAKI menyebut beberapa kasino yang rutin didatangi Lukas ialah Crockfords Tower Casino Hotel di Singapura, Casino Genting Highland di Malaysia, dan Solaire Resort & Casino Manila di Filipina.
Ketiga, terungkapnya perjalanan bolak-balik Lukas ke luar negeri. MAKI membeberkan bahwa 8 bulan belakangan, pada rentang waktu 23 Desember 2021 sampai 15 Agustus 2022, Lukas sedikitnya melakoni 24 perjalanan ke dan di luar negeri. Tiga di antaranya menggunakan pesawat jet pribadi Hawker Beechcraft 900XP.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut bahwa perjalanan Lukas Enembe ke Singapura atas seizin Kemendagri untuk tujuan berobat. Namun, di tengah pengobatan, Lukas mampir ke sejumlah kasino untuk berjudi.
Negara-negara yang dikunjungi Lukas dalam riwayat perjalanan yang dibeberkan MAKI adalah Singapura, Malaysia, Filipina, Jerman, Timor Leste, dan Australia. Dari tujuh negara yang ia kunjungi atau lintasi untuk transit itu, menurut Boyamin, Lukas pasti singgah ke kasino jika bepergian ke Singapura, Malaysia, dan Filipina.
Dengan demikian, dari 24 perjalanan Lukas ke luar negeri, 16 di antaranya (66,67%) adalah menuju beberapa negara tempat ia biasa berjudi—yang lokasinya berdekatan dengan tempatnya berobat di Singapura.
Setelah berobat di salah satu rumah sakit di Singapura, misalnya, Lukas pelesiran ke kasino di Singapura’ atau menempuh jalur darat ke Malaysia—juga untuk ke kasino; bahkan terbang bolak-balik Singapura-Manila-Singapura untuk singgah di lokasi judi.
“Izinnya kan berobat [ke Singapura]. Berarti kalau ke Singapura lalu ke Genting Highland terus ke Filipina, itu menyalahi ketentuan dan melanggar kode etik. Kalau mau pindah negara, harus izin lagi,” kata Boyamin kepada kumparan di Jakarta, Rabu (28/9).
Salah satu kasino di Resort World Sentosa. Foto: Shutteratock
Boyamin juga membeberkan kemungkinan bahwa Lukas pergi ke Australia selama 4 hari pada 10 Juli bukan untuk berobat, melainkan hanya berjudi. Dugaan ini muncul karena Lukas menginap di sebuah hotel di Brisbane yang memiliki kasino. Namun, Boyamin tak mendapatkan dokumen atau foto terkait aktivitas Lukas di tempat tersebut.
Mengacu pada Permendagri Nomor 59 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan ke Luar Negeri di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah, pejabat diperbolehkan pergi ke luar negeri dengan alasan tertentu, salah satunya untuk pengobatan. Izin diberikan selama 30 hari dan dapat diperpanjang sampai 15 hari.
Jika menghitung riwayat perjalanan Lukas Enembe 8 bulan ke belakang, paling lama ia tercatat berada di Singapura selama 18 hari pada 5–23 Mei 2022. Namun, ia kemudian melanjutkan perjalanannya bolak-balik ke sejumlah negara yakni Malaysia, Australia, dan Timor Leste pada 20 Juni hingga 15 Agustus.
Rangkaian perjalanan itu membuat Lukas berada di luar negeri selama total 56 hari tanpa pulang ke Indonesia selama periode waktu tersebut. Ini melebihi ketentuan izin yang diperbolehkan Permendagri 59/2019.
“Ia sering bolak-balik. Misal bulan April perjalanan Jakarta-Singapura-Jerman, lalu balik [Jerman-Singapura-Jakarta]. Keluar [negeri lagi akhir Mei], masuk lagi [ke Indonesia awal Juni, kemudian pertengahan Juni keluar lagi]. Juli di luar negeri, Agustus masuk lagi. Saya belum memastikan, tapi mungkin saja ada yang kebablasan,” kata Boyamin.
Berdasarkan data MAKI, rentang perjalanan Lukas Enembe bolak-balik ke luar negeri sejak 23 Desember 2021 sampai 15 Agustus 2022 adalah 235 hari. Jika ditotal berdasarkan riwayat keberangkatan dan ketibaannya di suatu negara, maka Lukas menghabiskan 111 hari di luar negeri, dan 124 hari di dalam negeri.
Dengan demikian, dari pertengahan Desember 2021 sampai pertengahan Agustus 2022, hampir separuh waktu Lukas (47,23%) dihabiskan di luar negeri. Semua perjalanan itu, ujar Rifai, selalu seizin Mendagri Tito Karnavian.
“... kenapa ada izin seperti itu, karena pasti alasan kemanusiaan… Selama ini diizinkan. Surat izin dari Mendagri,” katanya.
Menurut Rifai, semua negara yang didatangi Lukas merupakan negara tujuan pengobatan atas penyakit yang ia derita, yakni stroke. Lukas disebut telah empat kali terserang stroke sejak awal 2019. Ia juga punya riwayat operasi jantung dan penyakit pankreas, mata, ginjal serta diabetes.
Fasilitas kesehatan di salah satu rumah sakit di Singapura. Foto: Simin Wang/AFP
Rifai mengibaratkan keperluan pengobatan Lukas bak pengisian daya pada peranti elektronik. Dan Lukas paling sering berobat di Singapura karena faktor kenyamanan.
“Setelah pulang dari Singapura, beliau fresh, kemudian melakukan tugas [kegubernuran] satu bulan atau dua minggu. Fresh-nya tergantung charge baterainya. Kalau sudah mulai menurun atau “tanda kuning”—kelihatan kakinya sudah bengkak—itu waktunya charge berobat,” jelas Rifai.
Ada satu perjalanan tambahan oleh Lukas yang diungkap MAKI pada Agustus 2022. Perjalanan itu dilakukan Lukas sesudah rampung tugasnya sebagai inspektur upacara HUT RI ke-77 di Stadion Lukas Enembe, Jayapura. Padahal, Lukas ketika itu baru datang ke Jayapura pada 15 Agustus—dua hari sebelum peringatan 17 Agustus—setelah sebelumnya menghabiskan waktu lebih dari 50 hari di luar negeri seperti disebut sebelumnya.
Sekitar selepas 17 Agustus, Lukas mencarter pesawat pribadi bernomor T7-NIP dari Jayapura ke Jakarta. Dari Jakarta, perjalanan dilanjutkan ke Singapura dengan pesawat Batik Air. Namun, Boyamin tak menyebut waktu kepulangan Lukas. Yang jelas, Lukas sudah tiba kembali di Jayapura sebelum akhir Agustus.
Bandara Sentani di Jayapura. Foto: Shutterstock
Pada 30 Agustus, Lukas Enembe kembali mengajukan izin berobat ke Mendagri. Izin berobat untuk tanggal 12–26 September itu terbit pada 9 September, empat hari sesudah Lukas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Tanggal 11 September malam, Lukas menyampaikan keinginannya untuk berangkat berobat ke Singapura kepada tim kuasa hukum dan jubirnya. Untuk itu, ia berencana mendelegasikan pemeriksaannya sebagai tersangka gratifikasi di Mako Brimob Papua kepada tim kuasa hukumnya.
Tim kuasa hukum Lukas menyampaikan pendapat berbeda. Mereka memberi advis tentang pentingnya Lukas menghadiri panggilan KPK tersebut. Namun, Lukas tetap ingin terbang ke Singapura karena alasan kesehatan.
“Saya kan sakit. Ini harus segera ditangani tim dokter saya di Singapura,” ujar Lukas.
Tim kuasa hukum Lukas mengutarakan kekhawatiran mereka akan pencekalan terhadap Lukas apabila ia memaksa terbang ke Singapura. Akhirnya, Lukas menurut. Ia menunda rencananya ke Singapura.
Benar saja, esoknya Dirjen Imigrasi merilis informasi pencegahan Lukas ke luar negeri atas permintaan KPK terhitung dari 7 September 2022 sampai 7 Maret 2023.
Lukas Enembe. Foto: Dok. Istimewa

Judi: Rekreasi atau Money Laundry?

Kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe tak lebih jadi pusat perhatian publik ketimbang “hobi” Lukas bepergian ke luar negeri untuk berjudi—meski juga untuk berobat. Hobi judi ini tak ditampik pengacara maupun jubir Lukas.
Lukas mengaku kepada mereka bahwa ia memang berjudi di luar negeri. Walau begitu, ujarnya, kegiatan itu bukan tujuan utamanya ke luar negeri. Lukas menegaskan, judi sebatas refreshing di sela pengobatan.
“Foto [judi] yang diedarkan ini foto saya. Nanti saya klarifikasi semuanya,” kata Rifai menirukan ucapan Lukas.
Jubir Lukas Enembe, Rifai Darus. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Aktivitas judi Lukas di luar negeri terungkap setelah PPATK menemukan transaksi tunai darinya ke kasino senilai Rp 560 miliar. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan bahwa transaksi itu merupakan kumulasi selama beberapa tahun terakhir, bukan dalam sekali kesempatan.
Belum diketahui apakah KPK juga mengusut dugaan setoran Lukas ke kasino. Namun, dalam konferensi pers bersama KPK dan PPATK, Senin (19/9), Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan ada kasus lain yang tengah didalami terkait Lukas Enembe.
“Misalnya ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, juga adanya manajer pencucian uang yang dilakukan atau dimiliki Lukas Enembe,” kata Mahfud.
Ilustrasi: Adi Wicaksono Prabowo/kumparan
Transaksi judi Lukas yang bernilai setengah triliunan itu lantas memunculkan pertanyaan: dari mana uang yang dimiliki Lukas? Apalagi, menurut PPATK, transaksi keuangan itu tak sesuai profil pendapatan Lukas selaku pejabat negara.
Pengacara Lukas sempat menyebut bahwa kliennya memiliki sumber kekayaan dari tambang emas di kampung halamannya, Tolikara. Selain itu, ada informasi bahwa Lukas juga memiliki tambang emas di Yahukimo dan Nabire.
kumparan kemudian menelusuri Minerba One Map Indonesia, yakni sistem informasi geografis wilayah pertambangan milik Kementerian ESDM yang berisi peta perizinan tambang di seluruh Indonesia. Di situ, hingga 1 Oktober 2022, tak ditemukan wilayah izin usaha tambang di Kabupaten Tolikara.
Tidak ada izin pertambangan di Tolikara berdasarkan Minerba One Map Indonesia, sistem informasi geografis wilayah pertambangan milik Kementerian ESDM, Sabtu (1/10/2022). Foto: Dok. MOMI ESDM
kumparan lantas mengonfirmasi ulang soal tambang itu kepada Jubir Lukas, dan ia menyatakan bahwa ucapan kepemilikan tambang di Papua oleh Lukas bukan berarti hal itu milik Lukas pribadi, melainkan miliknya selaku gubernur atau pemegang otoritas di Papua.
“Semua Papua itu emas, dan kalau beliau [selaku] gubernur mengeklaim emas itu ‘semua saya punya’, wajar saja… Publik salah menafsirkan…” kata dia.
Menurut Rifai, isu-isu yang beredar tak perlu dipercaya. Ia menyerahkan pembuktian isu gratifikasi Rp 1 miliar hingga transaksi judi Rp 560 miliar kepada proses hukum. Sementara Lukas sendiri telah membantah terlibat gratifikasi dan korupsi.
“Saya tidak lakukan itu,” ujar Lukas seperti ditirukan Rifai.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman. Foto: Marcia Audita/kumparan
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, bisa jadi jumlah transaksi judi Lukas Enembe memang tidak sampai Rp 560 miliar. Ini karena transaksi keuangan perbankan bisa dihitung ganda saat ada uang keluar dan uang masuk. Misal uang masuk 10 dan uang keluar 5, maka akan dihitung ada transaksi sebesar 15.
Selain itu, waktu transaksi di rekening Lukas bisa jadi sudah lampau sehingga uang lain di luar transaksi judi juga turut terhitung.
“Analisa saya, paling tidak [nilai transaksinya] separuhnya [dari Rp 560 M]. Itulah perlunya Pak Lukas datang ke KPK. Bisa saja hitungan PPATK tidak benar, [Lukas bisa klarifikasi] yang benar berapa,” kata Boyamin.
Ia menyatakan belum mendapat informasi terkait dugaan pencucian uang oleh Lukas. Menurutnya, pencucian uang bisa terjadi jika skema uang yang digunakan untuk judi hanya sebagian kecil, misalnya Rp 160 miliar dari Rp 560 miliar, sedangkan sisanya yang Rp 400 miliar dicairkan sebagai uang “halal”.
Namun, pihak Lukas menampik hal itu. Ia balik bertanya: bagaimana membawa uang tunai sejumlah lebih dari setengah triliun ke luar negeri?
Jubir Lukas juga berargumentasi, bahwa jika duit itu berasal dari APBD Papua, maka proyek-proyek bakal mangkrak. Nyatanya, ujar dia, “Tidak ada yang mangkrak. Semua berjalan, dan laporannya jelas karena sampai delapan kali [dinyatakan] Wajar Tanpa Pengecualian karena pengelolaan keuangan yang baik.”
Meski demikian, Mahfud MD menyebut bahwa opini WTP Papua belum tentu menandakan provinsi itu terbebas dari korupsi.
Infografik: Nadia/kumparan
Sumber kumparan menyebut bahwa saat berjudi, Lukas Enembe diduga mengalami kekalahan senilai total Rp 1 triliun di Singapura dan Malaysia. Angka ini jauh lebih besar dari prakiraan transaksi judi yang ditemukan PPATK.
Saat bermain judi, Lukas ditengarai menggunakan jasa junket lokal bernama Atung alias HS yang berdomisili di Jakarta Utara. Junket inilah yang dianggap Mahfud sebagai manajer pencucian uang bagi Lukas.
Seperti yang lazim dipraktikkan di kasino-kasino di luar negeri, junket berperan mencarikan pemain kasino kelas kakap untuk berjudi atas nama pemesan. Jika menang, junket akan mendapatkan komisi dari kliennya.
Namun, pada kasus Lukas, junket berfungsi sebagai penjamin Lukas dalam bermain judi di kasino luar negeri. Dengan demikian, pejudi tak perlu lagi membawa uang tunai untuk ditukar koin sebagai modal taruhan.
Jadi, Lukas menyetor uang untuk modal judi ke junket, atau bisa pula bermain judi dahulu dengan modal dari junket. Barulah ketika selesai judi dan hasilnya kalah, junket bakal menagih uang yang sudah ia berikan kepada pejudi.
Kepala PPATK tak menampik Lukas menggunakan jasa junket untuk menyamarkan transaksi ke kasino. Menurutnya, Lukas “memang punya modus bermacam-macam.”
Sementara Jubir Lukas yakin menyatakan bahwa perkara judi ini dapat diluruskan setelah Lukas menghadap KPK.
Lukas Enembe. Foto: Hendrina Dian Kandipi/Antara

Orang Sakit Tidak “Berperang”

Rifai menegaskan, Lukas Enembe siap memenuhi panggilan KPK jika sudah sembuh. Menurutnya, dalam adat yang dipegang suku asal Lukas di wilayah adat La Pago, orang sakit tidak boleh berperang. Maka, Lukas yang notabene kepala suku besar sekaligus tokoh adat Papua, disarankan tak menghadap KPK karena masih sakit. Mereka menganggap berangkat ke KPK tak ubahnya seperti hendak berperang.
Saran “jangan berangkat kalau sakit” ini menyebabkan upaya memeriksa Lukas jadi alot. Rumahnya setiap hari dikelilingi massa yang membawa panah dan senjata tajam, seolah hendak melindunginya. Namun, menurut MAKI, tak semua orang itu murni berniat membela Lukas. Sebagian dari mereka ada di situ karena digerakkan oleh pentolan massa.
Sementara Rifai menyebut bahwa massa yang berkumpul di luar kediaman Lukas masih kerabat atau keluarga besar Papua. Lukas sendiri mengatakan, ia tak bisa keluar rumah karena dicegat massa itu.
“Dicegat dalam bentuk ancaman ke Pak Gubernur, ke pengawal pribadi, ajudan, sopir. Enggak bisa berbuat apa-apa karena masyarakat jaga. [Misal hendak keluar], mobil dimatikan, didorong masuk [oleh massa],” ucap Rifai.
Bahkan saat pemanggilan pertama Lukas oleh KPK pada 12 September, massa berdemonstrasi di depan Mako Brimob Papua di Jayapura—lokasi Lukas hendak diperiksa.
Massa membawa panah dan sajam di sekeliling rumah Lukas Enembe. Foto: Mirsan/kumparan
Meski Lukas berkata sedang sakit, MAKI berpendapat fakta bahwa selama ini Lukas bisa pergi ke luar negeri dan berjudi menandakan ia secara hukum dalam kondisi sehat dan dapat berpikir sehat. Itu sebabnya, menurut Boyamin, KPK harus menjemput paksa Lukas.
“Habis jemput paksa, terus ditahan. Habis itu dia diperiksa dokter. Kalau sakit ya dibantarkan,” ujar Boyamin.
Jika fisik sakit-sakitan, maka mengapa masih menyempatkan waktu berjudi? Bagaimana sesungguhnya kondisi Papua di bawah kepemimpinan Lukas selama ini? Simak laporan berikut:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten