Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Wiranto Tantang Kivlan Sumpah Pocong, Bagaimana Aturannya dalam Islam?
27 Februari 2019 13:55 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
ADVERTISEMENT
Dengan nada yang menunjukkan kekesalan, Menkopolhukam Jenderal (Purn) Wiranto membantah ucapan Mayjen (Purn) Kivlan Zen soal kasus penghilangan orang tahun 1998. Bahkan Wiranto menantang Kivlan untuk sumpah pocong.
ADVERTISEMENT
"Saya berani, katakanlah untuk sumpah pocong, dibilang 1998 itu yang menjadi bagian dari kerusuhan itu saya, Prabowo, Kivlan Zein. Sumpah pocong kita, siapa yang sebenarnya dalang kerusuhan, biar terdengar di masyarakat. Biar jelas, jangan asal tuduh," ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (26/2).
Terlepas dari siapa benar antara Wiranto dan Kivlan Zen, sebenarnya, apa sih sumpah pocong itu? Bagaimana Islam memandang sumpah ini?
Dalam tulisan Budhy Santoso berjudul ‘Sumpah Pocong: Bentuk Resolusi Konflik yang Efektif’, dari perspektif ajaran agama Islam, sumpah pocong bukanlah ajaran syariat Islam. Sumpah pocong hanyalah tradisi masyarakat yang memasukkan ajaran agama ke dalam norma adat.
Sekalipun dalam sumpah pocong ada kain kafan, masjid, ustaz, kiai, bahkan ada ulama sekalipun sebagai simbol-simbol Islam, sumpah pocong tetap tidak diajarkan dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Sebab, dalam ajaran Islam, untuk mengucapkan sumpah dan meyakinkan kebenaran sumpahnya, seorang muslim cukup bersumpah atas nama Allah.
“Misalnya kalimat "Demi Allah, saya tidak melakuan perkaru tersebut". Sehingga apabila seorang muslim bersumpah bukan atas nama selain Allah maka dikategorikan kufur atau syirik sebagaimana sabda Rasululah SAW, “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau syirik.” (HR Tirmidzi dari Umar ibnu Khattab),” tulis Budhy.
Dalam praktiknya, orang-orang yang akan disumpah dalam sumpah pocong akan dibalut dengan kain kafan pada posisi tidur atau duduk dengan wajah tetap terbuka layaknya mengkafani mayat.
Kegiatan ini dilakukan di pesantren ataupun masjid dituntun oleh pemuka agama setempat.
Serupa tapi tak sama, yang ada dalam ajaran Islam adalah mubahalah. Mubahalah sendiri adalah aktivitas saling berdoa kepada Allah untuk menjatuhkan laknat kepada pihak yang mengingkari kebenaran.
ADVERTISEMENT
Ketentuan tentang mubahalah tercantum di dalam Al-Quran, yaitu Surat Ali Imran Ayat (61) yang diturunkan oleh Allah SWT karena pertentangan paham akidah yang sangat penting.
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."
Menurut para ulama, ayat ini erat dengan kisah 60 orang utusan dari suku Najran yang beragama Nasrani mendatangi Nabi Muhammad SAW. Ketua dari suku itu melakukan debat panjang dengan Rasulullah terkait tentang ketuhanan, kenabian, dan Nabi Isa.
ADVERTISEMENT
Dalil-dalil Ilahi yang diajukan Nabi Muhammad selalu ditentang sehingga Nabi Muhammad kemudian mengajak dilakukan mubahalah sesuai dengan perintah Allah SWT. Namun kaum Nasrani tersebut menolak ajakan itu.
Jadi, sumpah pocong dan mubahalah itu berbeda, ya.