Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
WN China Divonis Bebas di Kasus Tambang Emas 774 Kg, KY Beri Atensi
16 Januari 2025 20:00 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Yu Hao (48 tahun), warga negara (WN) China, yang didakwa melakukan penambangan emas ilegal sekitar 774 Kg, divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi Pontianak.
ADVERTISEMENT
Putusan bebas itu membatalkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp yang menghukum Yu Hao dengan pidana 3,5 tahun penjara.
Terkait putusan bebas itu, juru bicara Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata mengungkapkan bahwa pihaknya akan memberikan perhatian khusus.
"Publik kembali menyoroti kasus karena putusannya dinilai mencederai keadilan. Merespons hal ini, Komisi Yudisial (KY) akan memberikan atensi terhadap kasus-kasus yang menarik perhatian publik dan akan mendalami kasus tersebut," ujar Mukti kepada wartawan, Kamis (16/1).
Mukti mempersilakan masyarakat untuk melaporkan jika ditemukan adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut disertai dengan bukti pendukung.
Ia menekankan bahwa nantinya KY bakal memproses laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku untuk melihat adanya dugaan pelanggaran tersebut.
ADVERTISEMENT
"Publik dapat melaporkan apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim disertai dengan bukti pendukung, sehingga nantinya laporan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh KY sesuai prosedur yang ada," tuturnya.
Seperti apa kasusnya?
Dakwaan
Dikutip dari situs Mahkamah Agung, Yu Hao didakwa melakukan penambangan tanpa izin di wilayah Ketapang, Kalimantan Barat, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kasus tersebut bermula saat sejumlah saksi menemukan adanya informasi terkait kegiatan penambangan tanpa izin di sekitar wilayah Ketapang.
Pihak Kementerian ESDM kemudian menelusuri lokasi dan mendapati bahwa telah terjadi penambangan ilegal di sebuah terowongan tambang yang berstatus pemeliharaan alias bukan untuk kegiatan produksi.
Perbuatan itu diduga dilakukan Yu Hao dengan menggunakan alat-alat berat yang digunakan dalam pengolahan dan pemurnian emas, termasuk pemanas induksi, kompor smelting, komponen pemanas, hingga tempat pembakaran emas.
ADVERTISEMENT
Yu Hao disebut melakukan pencurian emas dengan menggali terowongan dengan panjang total lubang tambang mencapai 1.647,4 meter dan volume 4.467,3 meter kubik.
Disebutkan bahwa dari penambangan tersebut, emas yang bisa dihasilkan berdasarkan data tonase dan kandungan kadar tersebut didapatkan sebesar
774.274,26 gram dan Perak sebesar 937.702,39 gram.
Dengan alasan kegiatan pemeliharaan dan perawatan itu, Yu Hao diduga melakukan produksi yakni pengambilan bijih emas di lokasi termasuk mengolah dan memurnikan di terowongan tersebut.
Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa ke luar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.
Perbuatan Yu Hao tersebut disebut telah mengakibatkan kerugian negara atas hilangnya cadangan emas dan perak sekitar Rp 1.020.622.071.358 (Rp 1,02 triliun).
ADVERTISEMENT
Akibat perbuatannya, Yu Hao didakwa melanggar Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Putusan PN Ketapang
Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Ketapang melalui putusan Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp menghukum Yu Hao dengan pidana 3,5 tahun penjara.
Yu Hao juga dihukum membayar denda sebesar Rp 30 miliar subsider pidana kurungan 6 bulan.
Putusan itu dibacakan pada Kamis (10/10/2024). Majelis Hakim menilai Yu Hao terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melakukan penambangan tanpa izin.
Majelis Hakim menyatakan bahwa Yu Hao terbukti melanggar pidana Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Banding
Terkait dengan putusan itu, Yu Hao kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pontianak. Putusan banding itu diketok pada Senin (13/1) lalu.
ADVERTISEMENT
Putusan dengan nomor perkara 464/Pid.Sus/2024/PT Ptk itu menganulir vonis di pengadilan tingkat pertama. Majelis Hakim menyatakan bahwa Yu Hao tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin.
"Membebaskan Terdakwa Yu Hao oleh karena itu dari dakwaan tersebut," demikian bunyi petikan amar putusan banding dikutip dari SIPP PN Ketapang, Kamis (16/1).
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga memerintahkan untuk pemulihan hak Terdakwa Yu Hao dalam kedudukan, kemampuan, harkat, serta martabatnya.
"Memerintahkan Penuntut Umum membebaskan Terdakwa Yu Hao dari tahanan seketika itu juga," lanjut bunyi amar putusan tersebut.
Apa pertimbangan hakim vonis bebas?
Merujuk pada salinan putusan Pengadilan Tinggi Pontianak, berikut sejumlah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis bebas terhadap Yu Hao:
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim menilai bahwa bukti elektronik yang digunakan jaksa dalam menguraikan dakwaannya terkait kegiatan penambangan tersebut tak ada penjelasan keterangan foto.
Majelis Hakim juga menyebut bahwa Yu Hao berstatus karyawan resmi PT Sultan Rafli Mandiri dengan jabatan Maintenance Reliability Specialist sejak Desember 2021.
"Menimbang bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan bukti elektronik tersebut, Majelis Hakim Tinggi meyakini bahwa kegiatan yang ditampilkan dalam foto dan video sebagaimana diuraikan dalam dakwaan Penuntut umum merupakan kegiatan Maintenance/perawatan terowongan yang memang menjadi tugas Terdakwa selaku Maintenance Reliability Specialist PT Sultan Rafli Mandiri," bunyi petikan pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Pontianak, dikutip Kamis (16/1).
"Dalam rangka mempersiapkan kegiatan penambangan setelah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian ESDM untuk melakukan kegiatan penambangan kembali," lanjut pertimbangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim menilai bahwa ditemukannya 33 item barang bukti di dalam terowongan yang dinyatakan di persidangan sebagai peralatan yang biasa digunakan untuk kegiatan pengolahan/pemurnian emas tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kegiatan pemurnian emas di dalam terowongan sepanjang Februari–Mei 2024.
"Atau setidaknya di tahun 2024 tanpa ada bukti lain yang menunjukkan adanya kegiatan pengolahan itu sebagaimana didakwakan kepada Terdakwa," ucap Hakim dalam pertimbangannya.
"Mengingat dalam kurun waktu tahun 2018 hingga tahun 2021 PT Sultan Rafli Mandiri memang telah melakukan kegiatan penambangan di dalam terowongan," sambung Hakim.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Majelis Hakim juga menyampaikan pertimbangannya bahwa saat di persidangan, ahli Hendro yang merupakan juru ukur pemetaan tambang, tidak bisa membedakan dari terowongan yang telah diukur yang mana terowongan baru digali dan terowongan yang telah lama digali.
"Sehingga ahli juga tidak dapat memastikan yang mana terowongan yang telah digali dalam periode Februari sampai dengan Mei tahun 2024 atau setidak-tidaknya digali di tahun 2024," tutur Hakim.
"Hal ini penting untuk memastikan mana terowongan yang digali dalam periode penambangan tahun 2018 hingga tahun 2021 yang sah secara hukum telah dilakukan PT Sultan Rafli Mandiri, dan mana terowongan yang baru dilakukan di tahun 2024 sebagaimana dakwaan Penuntut Umum, oleh karenanya hasil pengukuran ahli tersebut harus dikesampingkan," pungkas Hakim.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, hakim membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp yang dijatuhkan pada 10 Oktober 2024 lalu dan memberikan vonis bebas kepada Terdakwa Yu Hao.
Putusan tersebut dijatuhkan oleh Ketua majelis Isnurul Arif dengan anggota Eko Budi Supriyanto dan Pransis Sinaga.