Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
WNI Diminta Kritis Jika Dapat Tawaran Kerja Tanpa Kualifikasi di Luar Negeri
10 Juli 2024 15:01 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ribuan kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagagan Orang) bermodus penipuan online menjerat Warga Negara Indonesia (WNI). Kebanyakan para Gen-Z termakan tawaran gaji tinggi dan titel bekerja di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Mengantisipasi maraknya kasus ini, Kementerian Luar Negeri RI meminta agar WNI lebih kritis menyaring informasi terkait lowongan pekerjaan.
"Yang dikejar, yang diingat, adalah gaji tingginya dan kerja di luar negeri, keren, tapi tidak kritis terhadap prosedurnya," tutur Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, kepada kumparan.
Dalam podcast DipTalk kumparan, Judha menegaskan pentingnya riset mengenai latar belakang perusahaan hingga mengkritisi kualifikasi pekerjaan yang ditawarkan secara online.
"Harusnya bertanya, kok mendapatkan gaji 1.200 USD (setara Rp 20 juta) tidak ada kualifikasi khusus? Harusnya kalau kritis, kita bertanya, ini benar nggak ya? Terus bisa dicek enggak perusahaannya, credible atau tidak?"
Dalam kebanyakan kasus, lowongan bodong itu tak bisa diverifikasi legitimasinya karena perusahaan hanya terdapat di media sosial.
ADVERTISEMENT
"In most cases enggak bisa dicek, lowongan itu hanya ada di socmed. Enggak bisa kita cross-check kredibilitas perusahaan," tuturnya.
Judha juga menyoroti pentingnya penandatanganan kontrak kerja sebelum berangkat ke negara tujuan.
"Itu kalau kritis sejak awal artinya tidak memaksakan diri untuk berangkat atau at least tanyakan kepada pemerintah ini benar enggak sih? Kan ada di Menaker atau LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap). Tanyakan ini tawarannya benar enggak sih?" ujar Judha.
Ia meminta para WNI tak memaksakan diri untuk pergi ke negara tujuan jika lowongan tersebut terbukti tidak resmi.
Melihat tingginya jumlah kasus penipuan ini, dengan korban dari berbagai kalangan, Judha mengakui adanya kerentanan ekonomi di dalam negeri.
"Kami bahas dengan kementerian lembaga terkait dan juga stakeholder bahwa ketika kita menangani kasus TPPO, kita harus end to end. Bukan hanya menangani di luar dan kemudian kita pulangkan," kata Judha.
ADVERTISEMENT
"Pada saat dipulangkan, kita harus lakukan juga rehabilitasi, reintegrasi, termasuk pemberdayaan ekonomi. Kerentanan ekonomi ini yang kemudian menjadi salah satu alasan utama, kenapa mereka akhirnya berangkat lagi ke luar," tambahnya.