WNI Dipekerjakan Jadi PSK di Sydney: Kerja 10-12 Jam, Gaji Bulan Pertama Ditahan

23 Juli 2024 13:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers rilis kasus Tindak Pidana Perdangan Orang di Mabes Polri, Selasa (23/7/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers rilis kasus Tindak Pidana Perdangan Orang di Mabes Polri, Selasa (23/7/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Polri bersama Australian Federal Police (AFP) bekerja sama membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Sydney dengan nama 'Operation Mirani'.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2019, ada 50 wanita Indonesia yang telah dikirim ke Sydney dan dipekerjakan sebagai PSK. Mereka dikirim ke Sydney dengan perantara seorang wanita berinisial FLP (36).
Dalam pengungkapan kasus itu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti salah satunya file draf perjanjian kerja antara FLP dengan korban. Draf perjanjian kerja itu diberikan sebelum korban berangkat ke Sydney.
"Perjanjian kerja diberikan kepada calon PSK sebelum berangkat ke Sydney Australia untuk ditandatangani," kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, di Mabes Polri, Selasa (23/7).
Konferensi Pers rilis kasus Tindak Pidana Perdangan Orang di Mabes Polri, Selasa (23/7/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Dalam draf perjanjian kerja itu terungkap bahwa para korban bekerja selama 10 hingga 12 jam dalam sehari dan bekerja minimal 20 hari dalam satu bulan. Tak disebut nominal upah yang diterima oleh korban di Sydney.
ADVERTISEMENT
"Gaji 1 bulan pertama ditahan sampai (3 bulan atau kontrak selesai), jam kerja 10 sampai 12 jam perhari, kerja minimal 20 hari perbulan," ucap dia.
"Iming-iming gaji di sana (Sydney) cukup tinggi dan ini variatif," lanjut dia.
Selain itu, sambung Djuhandani, korban juga diminta untuk menandatangani surat perjanjian utang piutang. Korban mesti membayar uang senilai Rp 50 juta bila memutus kontrak kerja secara tiba-tiba dalam tempo waktu tiga bulan sejak pertama bekerja.
Adapun kini, beberapa korban sudah kembali pulang ke Tanah Air.
"Korban harus membayar utang tersebut (kalau memutus kontrak kerja)" ujar dia.
Akibat perbuatannya, FLP dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun penjara.
ADVERTISEMENT