Yang Perlu Diketahui soal Kasus Ketua KPU Jabar Dipecat DKPP

3 Desember 2024 5:45 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPU Jabar Ummi Wahyuni saat ditemui di kantor KPU Jabar, Jalan Garut, Kota Bandung, Senin (9/9/2024). Foto: Robby Bouceu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU Jabar Ummi Wahyuni saat ditemui di kantor KPU Jabar, Jalan Garut, Kota Bandung, Senin (9/9/2024). Foto: Robby Bouceu/kumparan
ADVERTISEMENT
Kabar mengejutkan datang dari gelaran pemilu di Jawa Barat (Jabar). Ketua KPU Jabar, Ummi Wahyuni, diberhentikan dari jabatannya. Hal tersebut berdasarkan sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Senin (2/12).
ADVERTISEMENT
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Ummi Wahyuni selaku Ketua merangkap anggota KPU Jabar terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Heddy Lugito.
Berikut hal yang perlu diketahui terkait pemecatan tersebut:
Kasus yang Membuat Ummi Dipecat
Dalam laporan putusan yang dibacakan oleh anggota Majelis Pembaca DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, DKPP telah melakukan pemeriksaan dengan membaca dan memeriksa aduan serta keterangan dari pihak pengadu, serta mendengar jawaban dan keterangan teradu. Begitu juga keterangan saksi-saksi.
Hal itu dimulai dari pleno pembacaan rekapitulasi dapil Jabar IX, yang meliputi Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Majalengka pada 6-11 Maret 2024.
Pada periode itu, Dewa mengatakan telah dilakukan rapat terbuka penetapan hasil pemilu provinsi Jabar, bahwa dapil Jabar IX yang meliputi Subang, Majalengka, dan Sumedang telah dilakukan pleno hari pertama, ketiga, dan kelima.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan-kesempatan itu, Dewa menyebut, masing-masing KPU Daerah baik dari Subang, Majalengka, dan Sumedang membacakan hasil suara. Saat itu tak ada sanggahan maupun keberatan dari seluruh peserta rapat pleno, baik dari para saksi yang hadir maupun Bawaslu Jawa Barat.
Namun, pada 18 Maret 2024, dalam rapat pleno terbuka yang diselenggarakan oleh KPU Jawa Barat dan dipimpin oleh Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat (Sosdiklih Parmas) KPU Jawa Barat, Hedi Ardia, ada protes dari saksi PKS atas perolehan hasil dari Partai Nasdem di dapil Jabar IX.
"Saksi dari PKS melakukan protes hasil perolehan suara dari Partai Nasdem di Jabar IX yang tidak sesuai atau diduga terjadi pergeseran suara dari Partai NasDem ke suara calon DPR RI dari Partai NasDem," ungkap Dewa.
Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Menindaklanjuti protes tersebut Hedi Ardia lantas memerintahkan operator SiRekap KPU Jawa Barat atas nama Respati Gumilar untuk segera memperbaiki. Dan setelah dilakukan perbaikan, hasilnya dicetak lalu diserahkan kepada para saksi yang hadir untuk dicek.
ADVERTISEMENT
“Dan hasil pengecekan tidak ditemukan perubahan,” katanya.
Namun, pada hal tersebut, sebelum dilakukan penandatanganan, Dewa mengatakan tak ada upaya dari Ummi selaku Ketua KPU Jawa Barat untuk turut melakukan pengecekan dan memastikan kebenaran dan kesesuaian dokumen yang akan ditandatangani.
Dokumen itu kemudian ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Jawa Barat serta saksi peserta pemilu, termasuk dari saksi Partai NasDem pada tanggal 19 Maret 2024.
Namun kemudian terungkap bahwa dalam dokumen yang telah ditandatangani itu, terdapat perbedaan suara Partai NasDem pada dapil Jabar IX.
“Untuk perolehan suara Partai NasDem dan calon anggota DPR RI nomor urut 5, yang pada saat pleno rekapitulasi Kabupaten Sumedang dalam formulir D hasil kapko DPR, jumlah suara partai adalah 5.859 berubah menjadi 1.844. Sedangkan suara calon DPR RI nomor urut 5 suaranya dari 10.658, berubah jadi 14.673 suara,” ungkap Dewa.
ADVERTISEMENT
Dewa mengatakan, terkait pergeseran suara itu, Bawaslu Provinsi Jawa Barat baru mengetahui setelah ada pelimpahan laporan dari Bawaslu RI yang dilaporkan oleh Syarif Hidayat alias Eep Hidayat dan Alam Yusuf, yang dalam kasus ini berstatus sebagai saksi pengadu.
Perubahan itu mempengaruhi suara di dapil Jabar IX yang asalnya 27.531 suara menjadi 31.546 suara. Sehingga caleg nomor urut 5 menjadi peringkat 1 dan pengadu peringkat 2.
Sementara itu, anggota Majelis Pembaca DKPP lainnya J Kristiadi mengatakan bahwa terungkap pula bahwa proses rekapitulasi KPU Provinsi Jawa Barat untuk dapil Jawa Barat IX, yang semula dilakukan secara live streaming hilang dari daftar live di kanal YouTube KPU Jawa Barat.
Namun berdasarkan bukti percakapan bersama Kasubag partisipasi dan Hubungan Masyarakat atas nama Chaeruman Setia Nugraha di WhatsApp yang diperlihatkan oleh Muhammad Refandi kepada Majelis Sidang pemeriksaan tertanggal 15 Oktober 2024, ada permintaan takedown video dari Ummi atas video tersebut.
ADVERTISEMENT
“Bahwa ada perintah dari teradu untuk takedown video pembacaan rekapitulasi dapil Jabar IX,” sebut Kristiadi.
Kemudian yang bersangkutan meng-hide video tersebut, yang meliputi video rekapitulasi wilayah dapil Jabar IX yakni Kabupaten Sumedang, Subang, dan Majalengka sehingga tak bisa diakses publik.
Ketua DKPP Heddy Lugito berbincang dengan anggota DKPP J Kristiadi di sela sidang DKPP, Jakarta, Rabu (3/7/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
“DKPP menilai tindakan teradu yang tidak melakukan penelitian dan pencermatan atas hasil rekapitulasi dapil Jabar IX meliputi Sumedang, Majalengka, dan Subang adalah tindakan yang tidak dibenarkan menurut etika penyelenggaraan pemilu,” ucap Kristiadi.
“Teradu tidak profesional dan akuntabel dalam melakukan tugas melindungi suara rakyat, sehingga terjadi pergeseran suara yang menyebabkan kerugian pengadu,” katanya.
Kristiadi juga menyebut dalih terpadu Ummi yang mengatakan tidak mengetahui perubahan perolehan suara itu tidak dibenarkan menurut hukum dan etika penyelenggara pemilu.
ADVERTISEMENT
“Teradu terbukti melanggar kode etik dan pedoman yang berlaku bagi penyelenggara pemilu. Teradu terbukti melanggar pasal 9 huruf A Peraturan DKPP tahun 2017, tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu,” kata Kristiadi mengenai salah satu aturan yang dilanggar Ummi.
Atas pertimbangan tersebut Ummi pun diberhentikan DKPP dari jabatannya.
Putusan Tidak Berdampak ke Caleg yang Sudah Lolos
Lantas, apakah putusan DKPP atas pelanggaran kode etik Ummi berpotensi penganuliran calon yang telah lolos?
Komisioner sekaligus Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Jabar, Hedi Ardia, mengatakan hal itu tidak berpengaruh.
Dia menjelaskan bahwa dalam mekanismenya, penganuliran anggota dewan bukan lantaran kesalahan seperti dalam kasus ini. Melainkan, karena adanya PAW (pergantian antar waktu), pemberhentian tetap, atau yang bersangkutan berhalangan tetap.
ADVERTISEMENT
“Tidak. Karena mekanisme menganulir seseorang itu bukan karena itu (Putusan DKPP atas pelanggaran kode etik). Tapi karena adanya PAW, pemberhentian tetap, atau berhalangan tetap,” jelasnya saat dihubungi kumparan, Senin (2/12).
“Tidak ada (pengaruh pada masalah anulir),” katanya.
Sosok Ummi Wahyuni
Ketua KPU Jabar Ummi Wahyuni dan Kadiv Teknis Penyelenggaraan KPU Jabar Adie Saputro memberikan jawaban usai Rakor terkait Pemberitahuan Hasil Penelitian Persyaratan Administrasi Bapaslon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, di Aula KPU Jabar. Foto: Robby Bouceu/kumparan
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, Ummi Wahyuni menjabat sebagai Ketua KPU Jabar periode 2023-2028. Ia mengemban jabatan itu setelah dilantik di Kantor KPU RI, di Menteng, Jakarta Pusat pada 24 September 2023.
Ummi yang lahir di Bangkalan, Madura, ini perempuan pertama yang menjadi Ketua KPU Jawa Barat. Setelah sebelumnya, menjabat anggota KPU Kabupaten Bogor periode 2013-2018.
Ummi menamatkan program studi S1 Peternakan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan jenjang akademik S2 di Universitas Ibn Khaldun Bogor.
ADVERTISEMENT
Jejak Ummi dalam dunia pemilu terekam mulai tahun 2004. kala itu, dia tergabung sebagai relawan pemantau Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) wilayah kerja Kabupaten Bogor pada Pemilu Legislatif.