Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Yang Perlu Diketahui soal Usulan RUU Hapus Larangan Konsumsi Anjing-Kucing
20 November 2024 8:22 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Badan Legislasi (Baleg) DPR tengah membahas penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Dari 217 RUU yang dibahas, ada RUU yang diusulkan oleh NGO Yayasan JAAN Domestic Indonesia. Mereka mengusulkan RUU tentang Pelarangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik dan Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing.
Namun usulan itu dianggap tidak logis oleh salah satu anggota Baleg yakni Firman Soebagyo.
"Tentunya kami DPR mendengarkan aspirasi masyarakat seperti NGO, yang menyampaikan namun tidak serta merta yang diusulkan NGO itu harus kita terima lalu masukan longlist. Kita membuat UU rasional," kata Firman.
Firman kemudian menyoroti soal konsumsi daging anjing. Ia menilai, di beberapa daerah, masih ada masyarakat yang mengkonsumsi daging anjing.
Politikus Golkar ini mendorong agar DPR membuat RUU yang membantu kinerja pemerintah. Usulan RUU dari NGO seperti ini dinilai tidak perlu didengar.
ADVERTISEMENT
Tanggapan JAAN Domestic
Terkait hal ini, JAAN Domestic atas nama koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMF) mengatakan penolakan terhadap larangan perdagangan daging anjing dan kucing oleh Firman Soebagyo telah memancing reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada kesejahteraan hewan dan kesehatan masyarakat.
"Ini menunjukkan adanya urgensi mendesak untuk mengevaluasi dan memahami lebih dalam mengenai implikasi kebijakan tersebut," katanya dalam rilis yang diterima kumparan, Selasa (19/11).
Dalam RUU tentang Larangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik, ada sejumlah pasal yang diusulkan dihapus, yakni pasal yang secara eksplisit melarang pengadaan, perdagangan, dan penyembelihan anjing serta kucing untuk konsumsi manusia.
Penolakan larangan ini mengabaikan sejumlah pertimbangan penting, terutama risiko zoonosis yang tinggi dan kontribusi dalam penyebaran rabies – penyakit yang tetap menjadi endemik di 26 provinsi Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Penting untuk diingat bahwa yang diajukan adalah pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing, yang terkait erat dengan risiko kesehatan publik," ucapnya.
Keputusan untuk tidak mendukung larangan perdagangan ini menunjukkan inkonsistensi dalam penerapan hukum yang ada dan mengesankan adanya pengabaian terhadap upaya global untuk memberantas rabies yang ditularkan oleh anjing pada tahun 2030.
Inkonsistensi penerapan hukum itu misalnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 1 Tahun 2023 ada aturan yang mengatur tentang tindakan penganiayaan terhadap hewan. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang kuat untuk melawan praktik-praktik kejam yang terlibat dalam perdagangan daging anjing dan kucing.
Selain itu, aturan lainnya berasal dari Kementerian Pertanian telah mengeluarkan imbauan untuk melarang perdagangan daging anjing dan kucing. Imbauan ini sejalan dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh 76 kota dan kabupaten serta lima peraturan daerah yang menerapkan pasal terkait larangan tersebut. Ini menunjukkan dukungan lokal yang kuat untuk kebijakan yang proaktif.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi IV DPR: RUU Larangan Konsumsi Anjing-Kucing Perlu Kajian Utuh
RUU yang akan mengatur larangan konsumsi daging anjing dan kucing jadi sorotan. RUU yang sudah masuk di Baleg DPR ini sempat diusulkan dihapus, disetujui untuk dihapus nomenklaturnya, tapi tetap dibahas dan masuk dalam Prolegnas meski bukan prioritas.
RUU ini merupakan usulan dari organisasi bernama Yayasan JAAN Domestic Indonesia. Belum diketahui isi dari aturan ke depan, karena ini terbilang rancangan aturan baru, bukan revisi aturan yang sudah ada.
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, mengatakan DPR memang tidak bisa serta merta mengeluarkan aturan melarang konsumsi daging anjing dan kucing. Perlu ada kajian dan pendekatan utuh yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Harus melibatkan para ahli yang terkait, sehingga ada pendekatan yang utuh, baik sosiologi, psikologi, antropologi, dan suara-suara masyarakat secara utuh,” kata Daniel saat dihubungi, Selasa (19/11).
Adapun terkait dengan aturan soal jual beli daging anjing dan kucing untuk dikonsumsi, politisi PKB itu mengatakan hal tersebut belum diatur secara rinci.
Dengan begitu, praktiknya tidak bisa serta merta dilarang begitu saja.
“Rasanya belum diatur,” tuturnya.
Politikus NasDem: Kita Butuh Larangan Konsumsi Anjing dan Kucing
Anggota Komisi IV DPR RI dari fraksi NasDem, Rajiv, mengatakan saat ini masyarakat membutuhkan regulasi yang mengatur larangan mengkonsumsi hewan peliharaan non-pangan, seperti anjing dan kucing.
“Menurut saya, sebetulnya saat ini kita sudah membutuhkan undang-undang spesifik, yang melarang dan mengatur khusus tentang konsumsi hewan peliharaan non-pangan,” kata Rajiv saat dihubungi, Selasa (19/11).
ADVERTISEMENT
RUU ini diajukan Yayasan JAAN Domestic Indonesia kepada Baleg dengan nama RUU tentang Pelarangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik dan Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing.
Namun untuk larangan konsumsi ditolak Baleg. RUU kemudian disetujui dengan nama RUU tentang Pelarangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik. RUU ini disetujui, dibawa ke paripurna, disepakati masuk Prolegnas, tapi bukan prioritas.
RUU tentang Pelarangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik masuk long list Prolegnas 2025-2029.
Rajiv mengatakan, aturan itu sudah seharusnya bisa lebih dalam dan serius dibahas. Sebab, saat ini belum ada aturan khusus soal konsumsi hewan non-pangan.
“Karena selama ini yang menjadi dasar acuan sumber larangan saat ini hanyalah UU 18/2012 tentang Pangan serta UU 41/2014 jo UU 18/2019 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,” kata Rajiv.
ADVERTISEMENT
“Sehingga belum ada yang secara spesifik mengatur larangan makanan daging non-pangan seperti anjing atau kucing,” lanjutnya.
Karena itu, partainya menilai perlu memperjuangkan kesejahteraan hewan domestik.