Yang Terbaru soal Perkara Cluster di Tambun Digusur meski Ber-SHM

8 Februari 2025 8:11 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana salah satu lahan sengketa yang sudah digusur di kawasan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/2/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana salah satu lahan sengketa yang sudah digusur di kawasan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/2/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Sebuah kompleks perumahan di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi bernama Cluster Setia Mekar 2, digusur. Penggusuran ini menimbulkan polemik, pasalnya warga yang digusur memegang sertifikat hak milik (SHM) yang sah.
ADVERTISEMENT
Kasus ini sampai membuat Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid turun langsung ke lapangan.
Lalu apa saja hasil kunjungan Nusron? Berikut kumparan rangkum:

Permasalahan Bermula Sejak Tahun 70-an

Saat mengunjungi kawasan itu, Nusron menyebut akar masalah dimulai sejak tahun 1973.
"Masalah bermula dari sini. Tahun 1973 ada orang di kawasan sini namanya Djudju (Djudju Saribanon Dolly) mempunyai tanah luasnya 3,6 hektare," kata Nusron.
Lalu pada 1976, Djudju menjual tanah itu beserta Akta Jual Beli kepada seseorang bernama Abdul Hamid. Yang jadi masalah, Hamid tak segera melakukan proses balik nama.
"Kemudian Djudju ini, entah kenapa enggak ngerti, nakal," kata Nusron.
Nusron menjelaskan, "Tahun 1976 sudah ada AJB, Tahun 1982 enam tahun kemudian tanah itu dijual lagi pada orang lain namanya Kayat."
ADVERTISEMENT
"Oleh Kayat langsung disertifikatkan menjadi 4 sertifikat yang nomor 704, 705, 706, 707," katanya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menunjukkan sertifikat usai meninjau salah satu lahan sengketa yang sudah digusur di kawasan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/2/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Singkat cerita, usai Hamid wafat, anaknya yang bernama Mimi Jamilah bermodal AJB tahun 1976 menggugat kepemilikan tanah itu dari PN hingga ke MA. Ia menang.
"Ketika menang, singkat cerita, minta eksekusi pengadilan maka kemudian dieksekusilah tanahnya Bu Asnawati, dan sebagainya," kata Nusron.
BPN berpandangan, bahwa sertifikat yang dipegang oleh beberapa warga tetap sah.
"Terus bagaimana sikapnya BPN terhadapnya masalah ini? Ini sertifikatnya bapak-bapak lima orang ini yang dieksekusi, di mata BPN 'sah'. Masih sah, meskipun sudah ada keputusan MA," kata Nusron.
"Kenapa sah? Karena di dalam keputusan pengadilan MA tersebut tidak ada perintah kepada BPN untuk membatalkan sertifikat ini," ujar Nusron.
ADVERTISEMENT

Nusron Akan Perjuangkan Ganti Rumah di Tambun yang Digusur

Selanjutnya, Nusron akan memanggil para pihak yang bersengketa itu. Ia akan mencoba memediasi, dan memperjuangkan hak-hak bagi mereka yang tergusur.
Menurutnya, rumah-rumah yang dieksekusi di tanah seluas 3,6 hektare itu memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah. Jadi ketika pembeli membeli rumah ke Kayat, tidak ada problem.
Di sisi lain, Nusron juga akan memanggil Mimi Jamilah yang mendaftarkan gugatan ke PN Cikarang. Sebab, Mimi merasa ia berhak atas tanah yang ditinggalkan almarhum ayahnya, Abdul Hamid.
Edi, memegang SHM tanahnya di tanah dan rumah yang sudah digusur oleh PN Cikarang kelas II, di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi pada Rabu (5/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
"Mimi Jamilah kita panggil, keluarga Kayat kita panggil, dan sebagainya," kata dia.
Nusron bilang, pihaknya berniat mengganti rumah yang sudah telanjur digusur. Namun tak dirinci anggarannya berapa.
"Untuk apa? Pertama, kami akan berusaha memperjuangkan, mengganti rumah yang sudah digusur," tutur dia.
ADVERTISEMENT

Rumah Ber-SHM di Bekasi yang Digusur Salah Sasaran, Nusron: Bukan Objek Sengketa

Menurut Nusron, telah ada 5 rumah yang dieksekusi, rata dengan tanah. "Ini lokasi 5 rumah. Dulu ini bertiga, ibu ini bertiga dari 5 orang yang rumahnya sudah digusur," katanya.
Nah, eksekusi itu menurut Nusron tidak sesuai prosedur.
"Pertama salah prosedur, harusnya melalui pengukuran terlebih dahulu. Sesuai PP 18 Tahun 2021 akibat belum pernah diukur, maka tidak tahu mana yang harus digusur mana yang tidak, karena objeknya apakah sama atau tidak, belum bisa dipastikan," katanya.
"Nah setelah kami cek, (memperlihatkan peta) ini yang disengketakan ini, yang tebal ini, ternyata setelah kami cek, 5 lokasi tanah ini rumah ini tadi, kami cek, ternyata di luar peta dari objek yang disengketakan, di (luar sertifikat nomor) 706 tadi, di luar itu. Ini mereka beli dari masyarakat," kata Nusron.
Kondisi terkini beberapa rumah di atas tanah yang bersengketa di Setia Mekar, Tambun Selatan, Bekasi, Selasa (4/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Nusron mengatakan seharusnya bila ingin melakukan pengosongan atau eksekusi lahan sengketa, harus ada yang namanya pengukuran untuk mengetahui batas-batas tanah yang menjadi objek sengketa. Proses pengukuran itu nantinya pengadilan akan mengirim surat kepada BPN.
ADVERTISEMENT
"Belum ada pemberitahuan, sampai penggusuran (terjadi). Dan belum ada permintaan pengukuran," kata Nusron.
Sehingga, penggusuran ini, katanya, tidak melalui langkah-langkah prosedur yang seharusnya.
"Pertama salah prosedur, harusnya melalui pengukuran terlebih dahulu. Sesuai PP 18 Tahun 2021 akibat belum pernah diukur, maka tidak tahu mana yang harus digusur mana yang tidak, karena objeknya apakah sama atau tidak, belum bisa dipastikan," ucap Nusron.