Yasonna Ingatkan Kampus Jangan Terjerat Kepentingan Tertentu: Harus Kritis

29 Februari 2024 19:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkumham Yasonna Laoly saat memberikan sambutan di acara Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Kota Medan, pada Kamis (29/2/2024). Foto:  Youtube/FH USU
zoom-in-whitePerbesar
Menkumham Yasonna Laoly saat memberikan sambutan di acara Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Kota Medan, pada Kamis (29/2/2024). Foto: Youtube/FH USU
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menghadiri acara Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Kamis (29/2). Dalam sambutannya, Yasonna berharap kampus bisa terus kritis.
ADVERTISEMENT
“Saya juga menyuarakan kampus enggak boleh hanya jadi menara gading saja,” kata Yasonna dalam acara tersebut.
Menara gading adalah istilah untuk menggambarkan tempat atau kedudukan yang serba mulia, enak, dan menyenangkan. Yasonna menyebut, daripada hanya menjadi menara gading, kampus harus bisa objektif dan selalu siap bersuara secara profesional.
“Jangan terjerat, kampus juga harus menyuarakan suara objektif, suara profesional, suara yang menyampaikan pandangan kritis. Tetapi berdasarkan pandangan yang benar tentang, baik kondisi bangsa, baik hukum ke depan, reformasi hukum kita," tegasnya.
Yasonna menilai jika hal itu bisa terpenuhi, maka kampus bisa melahirkan akademisi yang berkualitas, misalnya saja dari Fakultas Hukum. Dengan melahirkan lulusan hukum yang berkualitas, Indonesia bisa memenangkan perkara internasional dan tak perlu merekrut ahli hukum asing.
ADVERTISEMENT
Ia lalu menceritakan pengalamannya ikut menangani kasus internasional antara Churchill Mining versus pemerintah Indonesia. Saat itu Churchill Mining menggugat Indonesia sebesar Rp 21 triliun terkait izin pertambangan yang mereka miliki ternyata palsu dan tak punya otorisasi dari Pemda Kalimantan Timur.
Saat itu, kata Yasonna, Indonesia masih belum punya SDM yang menguasai hukum internasional. Sehingga proses hukumnya harus mengandalkan rekrutan ahli hukum dari luar negeri.
“Tapi setelah saya mengikuti kasus ini dan mengikuti sendiri dalam sidang-sidang arbitrase internasional di Singapura, di mana kita juga menggunakan resources kita dan juga pengacara internasional yang kita hire [kita bisa menang],” tutup Yasonna.