Yasonna soal Napi yang Dibebaskan Berulah Lagi: Residivisme di Indonesia Rendah

6 Mei 2020 12:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkumham Yasonna H. Laoly. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkumham Yasonna H. Laoly. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, mengakui ada keresahan yang timbul di masyarakat terkait program pembebasan narapidana. Per 1 Mei 2020, sudah hampir 40 ribu napi dibebaskan terkait corona. Sejumlah napi di antaranya dilaporkan kembali berulah.
ADVERTISEMENT
"Seiring kebijakan bergulir, respons masyarakat yang beragam. Banyak hal kekhawatiran yang muncul bagaimana jika narapidana yang dibebaskan dari penjara kembali berulah dan meresahkan masyarakat," kata Yasonna dalam sambutannya pada Diskusi secara online OPini (Obrolan Peneliti) dengan tema 'Pandemi COVID-19 dan Asimilasi Narapidana', Rabu (6/5).
Namun, Yasonna tidak hadir secara langsung dalam diskusi itu. Sambutannya dibacakan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Reynhard Silitonga.
Terkait napi asimilasi yang berulah setelah dibebaskan, Yasonna menyebut jumlahnya tak banyak. Ia pun menyebut tingkat residivis di Indonesia tergolong rendah bila dibanding negara lain.
Napi asimilasi corona karena menjambret ditangkap di Kalbar. Foto: Dok. Istimewa
Kemenkumham dalam media sosialnya sempat merilis bahwa tingkat residivisme di Indonesia ialah sebesar 18,12%. Angka itu berdasarkan data per Februari 2020 dengan catatan total 268.001 tahanan dan narapidana. Sementara tingkat residivis di tingkat global disebut berkisar antara 14-45%.
ADVERTISEMENT
"Faktanya tingkat residivisme Indonesia cenderung lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Dari total 38.882 narapidana yang menerima asimilasi per 20 April 2020, narapidana yang mengulangi lagi kejahatannya sebanyak 0,12 persen. Jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan angka residivisme Indonesia dan angka residivisme dunia di masa biasa," ungkap Yasonna.
Politikus PDIP itu menambahkan, masyarakat masih beranggapan narapidana harus dihukum dan dikurung. Menurut dia, pola pikir tersebut perlu berubah.
"Revitalisasi pemasyarakatan menegaskan bahwa narapidana bukan lagi dihukum tapi dibina yang tujuan akhirnya tidak lain adalah mengembalikan mereka ke masyarakat. Memberikan asimilasi pada narapidana bukan berarti membebaskan mereka untuk berulah lagi tapi menyiapkan narapidana untuk kembali diterima masyarakat," papar dia.
***
ADVERTISEMENT
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona