YHK: Soeharto Tak Pernah Berniat Swakelola TMII, Diserahkan ke Negara di 1975

11 April 2021 14:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja memasang pelang bertuliskan TMII dalam penguasaan dan pengelolaan Kemensetneg di depan gerbang TMII, Jakarta, Rabu (7/4). Foto: Asprilla Dwi Adha/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memasang pelang bertuliskan TMII dalam penguasaan dan pengelolaan Kemensetneg di depan gerbang TMII, Jakarta, Rabu (7/4). Foto: Asprilla Dwi Adha/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah memutuskan menarik pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita kepada Kemensetneg. Yayasan Harapan Kita ialah badan yang dibentuk oleh istri Soeharto, Tien Soeharto.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Yayasan Harapan Kita, Tri Sasangka Putra Ismail Saleh menegaskan, pihaknya menerima keputusan itu. Menurutnya sejak awal, keluarga Soeharto memang tidak berniat untuk melakukan swakelola TMII.
Hal itu dibuktikan dengan pemberian TMII kepada negara sejak dibangun hingga diresmikan.
"Sebagai suatu rangkaian peristiwa pembangunan dan dilanjutkan dengan pelestariannya sampai saat ini, Presiden H.M Soeharto dan Penggagas Taman Mini Indonesia Indah Ibu Negara Hj. Tien Soeharto tidak pernah memiliki niat untuk melakukan swakelola Taman Mini Indonesia Indah secara mandiri," kata Tri dalam konferensi pers, Minggu (11/4).
"Hal ini dapat dilihat bahwa pada rentang waktu selama tiga tahun sejak pembangunan di tahun 1972 sampai dengan peresmian di tahun 1975, Taman Mini Indonesia Indah langsung dipersembahkan dan diserahkan oleh Yayasan Harapan Kita kepada Negara," tambah Tri.
ADVERTISEMENT
Tri menjelaskan pengelolaan yang dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita merupakan bentuk pelaksanaan rekomendasi dari DPR pada saat sebelum pembangunan berlangsung. Saat itu DPR memberikan 4 alternatif pengelolaan.
"Yayasan Harapan Kita memilih alternatif ke-4 untuk membiayai sendiri pembangunan proyek Taman Mini Indonesia indah, dalam rangka pengisian masterplan DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia," kata Tri.
"Pertimbangan yayasan Harapan Kita dalam memilih alternatif keempat adalah bertumpu pada skala prioritas agar tidak mengganggu/mengurangi prioritas pembangunan pada saat itu, dan hasil dari public hearing yang telah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada masa itu," tambah Tri.