YLBHI Dapat 23 Laporan Ancaman Demokrasi: Intimidasi Aparat-Guru Besar Dibuntuti

12 Februari 2024 16:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
M. Isnur YLBHI seusai rapat dengan Ombudsman RI. Foto: Aria Pradana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
M. Isnur YLBHI seusai rapat dengan Ombudsman RI. Foto: Aria Pradana/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat setidaknya ada 89 kampus atau lembaga yang menyuarakan kekhawatiran atas situasi yang sangat berbahaya tentang demokrasi. Hal itu terkait dengan pergantian kepemimpinan di Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Mereka bersuara atas situasi rezim saat ini yang sangat berbahaya karena telah mengintervensi dan melakukan berbagai praktek kecurangan, melanggar etika, dan menginjak-injak demokrasi.
Menurut Ketua Umum YLBHI, M Isnur, kampus atau lembaga-lembaga itu mendapatkan tekanan hingga intimidasi usai menyatakan pendapatnya.
"Dari berbagai peristiwa atau diskusi deklrasi berbagai macam pernyataan tersebut, kami mendapatkan pengaduan dan pemantauan bahwa atas deklarasi tersebut kami temukan modus-modus, ada 23 peristiwa yang kami dapatkan," kata Isnur dalam konferensi pers kepada media secara daring, Senin (12/2).
Apa saja aduan yang diterima?
Pertama, adanya penghalangan dan pembubaran acara baik oleh aparat berseragam atau preman/vigilantee.
"Jadi misalnya di UI, Prof. Tuti (Harkristuti Harkrisnowo) dihubungi mantan muridnya yang minta dia untuk tidak dilaksanakan. Di Trilogi, di Kalibata itu diserang oleh preman. Kemudian hari ini di M Bloc ya, mau muter film Dirty Vote dicabut kesepakatan pemberian acaranya oleh Peruri," kata Isnur.
ADVERTISEMENT
Kedua, ada yang diikuti dan dibuntuti oleh aparat berseragam. Laporan ini disampaikan oleh pihak yang sudah bersuara.
"Ini ada guru besar yang mengadukan di wilayah di daerah, dia diikuti petugas kodim ketika ada ramai-ramai kunjungan presiden dan kampanye paslon di daerah tertentu. Dia ketakutan dan butuh perlindungan dengan cepat ya," ucapnya.
Dewan Guru Besar UI melakukan Deklarasi Kebangsaan di Gedung Rektorat UI, Jumat (2/2/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Ketiga, adanya serangan digital. Hal ini banyak dialami oleh mahasiswa, salah satunya Gilbran dari UGM.
"WA-nya dihack, diambil alih. Juga ada beberapa guru besar mengadukan di doxing, FB-nya dikomentari negatif, diupload foto anak, cucu, dan lain-lain. Ini serangan digital pola lain yang sama," sambungnya.
Keempat, adanya demo yang dilakukan oleh preman dan paramiliter. Hal ini bahkan dialami oleh YLBHI dan KontraS.
ADVERTISEMENT
"Kami didemonstrasi dua kali, dengan tuduhan-tuduhan kami dianggap provokator dan mendesak polisi untuk mengungkap dan menangkap pengurus YLBHI dan KontraS," ucapnya.
Kelima, ada setidaknya empat rektor yang didatangi kepolisian untuk diminta membuat video memuji pemerintahan Jokowi. Meski Isnur tidak membuka identitas empat rektor itu.
"Jadi ini sebenernya ala buzzer lama, tapi rektor yang dijadiin buzzer, jadi yang membuat menurut saya pola-pola lama," ucapnya.
Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni menyampaikan Petisi Bulak Sumur di Balairung UGM, Rabu (31/1/2024). Foto: Humas UGM
Terakhir, kata dia, ditemukan adanya upaya pengerahan asosiasi tandingan.
"Jadi ada dosen yang diketahui ternyata dosen-dosen itu bukan dosen-dosen. Jadi seolah-olah asosiasi guru besar, asosiasi rektor, asosiasi dosen yang membuat pernyataan tandingan. Yang kami curiga dimobilisasi massif, karena tinggalnya di hotel, berangkat dengan pesawat cukup elite. Jadi ini ada upaya-upaya lama pencitraan pembangunan opini oleh pemerintah," pungkasnya.
ADVERTISEMENT