Yorrys Jelaskan Akar Ricuh Paripurna DPD: Pimpinan Paksakan Dua Periode

16 Juli 2024 15:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPD Dapil Papua Yorrys Raweyai. Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPD Dapil Papua Yorrys Raweyai. Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anggota DPD RI Yorrys Raweyai menjelaskan akar permasalahan dari peristiwa ricuh dalam rapat paripurna DPD yang terjadi pada Kamis (11/7) lalu.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan di Restoran Pulau Dua, Slipi, Jakarta Pusat, pada Selasa (16/7).
Pertama-tama dia menjelaskan bahwa peristiwa ricuh yang terjadi dalam rapat itu adalah puncak dari permasalahan yang telah berlangsung lama di era periode pimpinan DPD RI periode 2019-2024.
"Jadi kejadian kemarin itu bukan serta merta. namun ini dari satu sebab akibat yang berkepanjangan," ujarnya dalam jumpa pers.
Yorrys mengatakan permasalahan ini bermula usai adanya perubahan drastis sejak 6 bulan sebelumnya.
Yakni, ada upaya untuk dua periode yang dilakukan oleh kelompok status quo salah satunya Ketua DPD La Nyalla Mattalitti bersama dengan Wakil Ketua DPD Nono Sampono.
"Saya kira teman-teman pasti tahu bahwa dalam proses itu kemudian ada pemaksaan untuk 2 periode dengan konsep kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian memaksakan untuk 0 persen dalam Pilpres. Karena beliau kepingin menjadi presiden. Ini awal mula," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Kemudian sistem manajemen yang keliru dan dibangun oleh pimpinan dan terkesan otoriter dan terlalu memikirkan kepentingan status quo yang mereka bentuk yang mereka sudah rancang itu," lanjutnya.
Yorrys menyebutkan kelompok yang menentang status quo ini adalah kelompok perubahan dan dia ada di situ. Mereka berusaha mengubah tata tertib yang sudah diatur di DPD sebelumnya.
"Dan ini berkelanjutan sampai kurang lebih 1 tahun muncul ide dan gagasan bagaimana mencoba mengubah tata tertib dari sistem yang sudah ada di dalam tata tertib, menjadi paket. Dengan berbagai macam cara yang mereka coba untuk menggagas dengan melakukan strategi-strategi," terang Yorrys.
Salah satu contoh upaya status quo itu yang dia sampaikan adalah pada rapat paripurna kemarin. Ada yang tidak diikuti sesuai tata tertib oleh kelompok status quo sehingga berlangsung lama.
ADVERTISEMENT
"Kebiasaan di dalam setiap paripurna, 1 hari sebelumnya itu ada rapat. Rapat pimpinan kemudian dilanjutkan rapat panitia musyawarah (panmus) yang membahas agenda-agenda yang akan dibicarakan dalam sidang paripurna," terang Yorrys.
"Dalam sejarah perjalanan 5 tahun saya sebagai anggota panmus. Baru pertama kali kemarin. Biasanya panmus agenda itu setelah rapat pimpinan pimpinan itu 1 jam, membaca surat-surat yang masuk dan sebagainya. Kemudian menetapkan jadwal. Tetapi hari kemarin itu, rapat Panmus dari jam 1 siang sampai dengan jam setengah 10 malam, lebih dari 7 jam. Kenapa itu bisa terjadi karena perbedaan prinsip tentang tata tertib itu sendiri," sambungnya.
Cekcok saat Rapat paripurna DPD RI, Jumat (12/7/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
Rapat Paripurna Ricuh
Rapat Paripurna DPD ke-12 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024, Jumat (12/7) diwarnai kericuhan.
ADVERTISEMENT
Momen ini terjadi saat Pimpinan DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti berniat mengetok palu untuk mengesahkan tata tertib DPD RI — yang termasuk di dalamnya terkait pemilihan paket pimpinan DPD periode mendatang.
Para anggota DPD RI pun ramai-ramai melayangkan interupsi. Namun tak satu pun interupsi ini digubris oleh La Nyalla. Ia tetap melanjutkan membaca tata tertib yang sebelumnya direvisi oleh Tim Kerja DPD RI.
“Kami mohon apakah keputusan pimpinan DPD RI dalam rangka pembentuk tatib apakah sesuai dengan tata tertib DPD RI?” kata Senator asal Papua Barat, Filep Wamafma.
Rapat pun menjadi ricuh, mendadak mikrofon para anggota dimatikan. Para anggota pun berteriak riuh. Namun La Nyalla terus membacakan tata tertib yang akan disahkan.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, mengungkap pemicu Rapat Paripurna ke-12 DPD RI Masa Sidang V 2023-2024 yang berakhir ricuh.
Senator asal Bengkulu itu mengungkap adanya dugaan konflik kepentingan Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, dalam penyusunan draft peraturan tata tertib (tatib) DPD RI terbaru.
“Diindikasikan oleh sebagian oleh teman-teman ada yang dianggap pasal itu tidak terbuka, tidak transparan, ya, kurang lebih pasti menyangkut hal-hal sarat akan kepentingan,” kata Sultan usai sidang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (12/7).
Sedangkan para para anggota menilai kinerja Tim Kerja (Timja) dalam menyusun penyempurnaan tata tertib DPD RI tidak transparan, bahkan menyalahi aturan.
Sultan menjelaskan, Timja DPD RI sebenarnya tidak memiliki wewenang dalam menyusun draf penyempurnaan tata tertib DPD RI.
ADVERTISEMENT