Yorrys soal Ribuan Warga Papua Tolak Pemekaran: Pemerintah Perlu Komunikasi

11 Maret 2022 13:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks pengurus Golkar Yorrys Raweyai saat konferensi pers calon ketua umum partai Golkar periode 2019-2024 di Jakarta, Kamis (18/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks pengurus Golkar Yorrys Raweyai saat konferensi pers calon ketua umum partai Golkar periode 2019-2024 di Jakarta, Kamis (18/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai, menanggapi aksi ribuan massa di Wamena yang menolak pemekaran Papua pada Kamis (10/3). Menurutnya, penolakan pemekaran menjadi konsekuensi logis atas UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid II yang tidak mengakomodir aspirasi rakyat Papua.
ADVERTISEMENT
Dari peristiwa tersebut, ia meminta pemerintah pusat gencar melakukan dialog ke masyarakat untuk meminimalisasi perbedaan pandangan tentang UU Otsus Papua Jilid II.
“Diperlukan kesamaan visi dan paradigma tentang bagaimana melihat persoalan secara komprehensif. Kecurigaan-kecurigaan yang selama ini bermunculan telah menjelma menjadi situasi yang kontraproduktif yang justru menyebabkan masyarakat menjadi pihak yang dikorbankan,” kata Yorrys dalam keterangannya, Jumat (11/3).
Selain itu, Yorrys menilai penyusunan Perdasi dan Perdasus sebagai turunan Peraturan Pemerintah (PP) penting dilakukan sehingga ada instrumen dan ruang kendali terhadap penerapan Otsus Jilid II. Ia pun mencontohkan tentang akses pendidikan gratis bagi orang asli Papua yang perlu diatur dalam Perdasi dan Perdasus.
“Seperti halnya kebijakan pendidikan gratis dari tingkat terendah hingga tertinggi bagi orang asli Papua sebagaimana tercantum dalam PP. Mekanismenya harus dijelaskan secara rinci dalam Perdasi dan Perdasus,” jelas dia.
ADVERTISEMENT
“Khususnya terkait dengan sumber pendanaan, kebijakan lembaga pendidikan tingginya, dan lain sebagainya. Jika tidak dijelaskan, maka implementasinya akan menuai kesemerawutan akibat ketidaksamaan visi dan misi,” lanjutnya.
Anggota DPD RI asal Papua tersebut juga mengakui bahwa persoalan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Karenanya segala kepentingan pemerintah pusat harus dikomunikasikan dengan baik dan cermat sehingga tidak merugikan rakyat Papua.
“Memang pelik dan ruwet. Namun tanpa kesadaran dan komunikasi aktif dan intens, kita hanya akan melahirkan persoalan baru di masa yang akan datang. Dan rakyat Papua lah yang akan menjadi korban,” pungkas dia.
Sebelumnya, ribuan massa di Wamena menggelar aksi unjuk rasa karena menolak pertemuan 9 Bupati di wilayah adat Lapago dengan pemerintah pusat terkait pemekaran Papua, khususnya Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
ADVERTISEMENT
Massa menilai pemekaran Papua terkesan dipaksakan oleh pemerintah pusat dan elite politik Papua secara sepihak.
"Pemekaran Papua tak menjawab persoalan di Papua, justru menambah malapetaka bagi masyarakat Papua, sehingga kami tolak pemekaran Papua," jelas koordinator aksi unjuk rasa, Dano Tabuni, Kamis (10/3).