Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Yos Suprapto soal Lukisannya Dianggap Mirip Jokowi: Tergantung Cara Melihat
20 Desember 2024 17:27 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Seniman Yos Suprapto merespons terkait lukisannya yang diinterpretasikan mirip Presiden RI ke-7 Jokowi. Yos mengingatkan publik hati-hati dalam menafsirkan karyanya.
ADVERTISEMENT
“Makanya hati-hati. Jangan melihat segala sesuatu itu hanya dari satu perspektif. Lihatlah bola, belajar melihat bola secara utuh. Itu penting,” kata Yos kepada wartawan, di Galeri Nasional Indonesia (Galnas) di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (20/12).
Dari kelima lukisan yang dilarang dipajang di museum milik negara itu, Yos mengatakan, salah satunya menggambarkan sosok petani yang memakai caping.
Petani tersebut memberikan makan kepada orang berdasi. Namun, masyarakat menafsirkannya beragam, salah satunya sebagai Jokowi.
“Jadi kelima lukisan tadi tergantung siapa yang melihatnya. Orang saya melukiskan petani kok, pakai caping kok. Ada petani memberi makan kepada orang yang berdasi,” ceritanya.
“Multitafsir yang macam-macam. Bahwa itu seperti Jokowi memberi makan kepada Prabowo. Ini kan multitafsir," kata Yos yang sebelumnya juga pernah berpameran di Galeri Nasional ini.
ADVERTISEMENT
Juga ada lukisan pria bercaping memberi makan anjing. "Orang petani kok, pakai caping. Nah, ini ada caping. Orang pakai caping memberi makan anjing,” sambungnya.
Yos merasa heran dengan keputusan Galeri Nasional yang tiba-tiba memutuskan untuk menunda pameran tunggalnya yang bertema ketahanan pangan. Termasuk sang kurator yang memintanya untuk menurunkan lima lukisan yang dianggap vulgar.
“Petani apakah bukan produser pangan yang ada kaitannya dengan ketahanan pangan? Kok itu disuruh turunkan? Ini kan ada aneh,” imbuhnya.
Kontroversi untuk Diskusi Publik
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi X DPR dari FPDIP, Bonnie Triana, mengatakan seharusnya Galeri Nasional membuka pameran tersebut. Sebab ini merupakan kesempatan untuk diskusi besar mengenai seni.
“Dan menurut saya perhelatan publik ini harus dibuka, publik harus lihat bahwa ada kontroversi saya pikir itu bagus untuk menciptakan satu diskusi mengenai seni, mengenai kalau memang di situ ada pesan-pesan ataupun ada kritik sosial politik ya itu bagian yang inherent dengan seni itu sendiri dan ini bukan kejadian unik,” ucap Bonnie yang mendampingi Yos di Galeri Nasional Indonesia.
“Seni sebagai medium untuk kritikan bukan hari ini saja, itu sudah berapa tahun lalu. Jadi saya pikir mestinya Galeri Nasional membukanya untuk publik. (Sehingga) publik, kemudian semua orang bisa lihat, bisa menilai,” imbuh Bonnie yang dikenal sebagai sejarawan ini.
ADVERTISEMENT