Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Yosi Mokalu: Pemerintah Masih Butuh Buzzer dan Influencer untuk Sosialisasi
11 Februari 2021 20:34 WIB
ADVERTISEMENT
Pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat aktif mengkritik dan memberi masukan kepada pemerintah direspons sinis oleh sejumlah elemen masyarakat. Tak sedikit yang melihat pengkritik pemerintah justru diserang oleh buzzer .
ADVERTISEMENT
Keberadaan buzzer-buzzer pro pemerintah inilah yang dikhawatirkan menghalangi publik dalam beropini. Kenyataan yang bisa berbeda dengan pesan Jokowi kemarin.
Namun, apakah buzzer atau influencer pemerintah ini memang ada dan diperlukan keberadaannya?
Musisi, influencer, sekaligus Ketua Umum Siberkreasi, Hermann Josis Mokalu, atau lebih dikenal dengan Yosi Project Pop menilai keberadaan buzzer atau influencer masih dibutuhkan pemerintah dalam konteks sosialisasi program.
"Pendapat saya, beberapa pendekatan sosialisasi memang masih dibutuhkan influencer atau buzzer," ucap Yosi saat dihubungi, Kamis (11/2).
Yosi beralasan, menggunakan figur publik sebagai influencer program pemerintah diperlukan karena mereka sudah memiliki banyak pengikut. Simpelnya, jika yang ngomong adalah sosok yang sudah dikenal luas oleh publik, maka suara mereka akan lebih didengar daripada pemerintah sekali pun.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini juga yang terjadi ketika partai politik berani menggandeng artis-artis untuk masuk ke partainya.
"Di Indonesia, karakter masyarakatnya masih melihat public figurenya matters. Ini disadari pemerintah, makanya beberapa program masih butuh influencer untuk sosialisasi, karena beberapa lapisan masyarakat masih melihat siapa yang ngomong ngaruh, pengjangkauan lebih efektif," tutur dia.
Ia kemudian memberikan contoh ketika pemerintah yang banyak menggunakan influencer berkunjung ke daerah-daerah wisata demi menggenjot pariwisata yang anjlok akibat pandemi COVID-19. Kemudian sosialisasi soal protokol kesehatan 3M hingga vaksinasi.
Menyikapi Fenomena Buzzer dan Jokowi yang Minta Dikritik
Yosi menilai tidak ada yang salah jika kita ingin mengkritik pemerintah. Namun, yang jadi persoalan adalah banyak ditemukan pendukung-pendukung fanatik pemerintah, yang bahkan sampai membela mati-matian pemerintah.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jika pendukung fanatik ini terus bermunculan dan menghalangi kebebasan pendapat masyarakat, maka narasi yang dibangun tidak akan mencerdaskan melainkan jadi menggiring opini.
"Ketika Pak Jokowi terbuka kritikan, ya kritiklah. Saya terjemahkan ini juga disampaikan ke mereka yang terlalu fanatik [ke Jokowi], bahwa orang boleh kritik saya, boleh dibelain. Kalau dibelain mati-matian, seolah-olah, padahal belum tentu yang buzzer yang belain, bisa pendukung fanatiknya aja. Itu yang buat jurang polarisasi makin tajam," jelas Yosi.
Maka dari itu, ia juga berpesan agar mengutamakan literasi digital untuk dibangun, seperti membuat konten yang sesuai pada faktanya dan cover both side. Termasuk membuat narasi dengan tidak secara emosional dan tetap dengan santun.
"Imbangi dengan wawasan. Kesantunan tetap dijaga. Mengkritisi itu tetap harus dewasa dan bijaksana," tutup dia.
ADVERTISEMENT
Live Update