Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Yusril dan Hamdan Zoelva, Dua Maestro Hukum di Konflik Partai Demokrat
8 Oktober 2021 10:25 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Konflik Partai Demokrat antara kubu Moeldoko dengan kepemimpinan yang sah di bawah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), masih terus bergulir. Konflik ini memasuki babak baru dengan menyeret dua pakar hukum tanah air: Yusril Ihza Mahendra dan Hamdan Zoelva.
ADVERTISEMENT
Yusril Ihza Mahendra merupakan kuasa hukum bagi 4 eks anggota Demokrat yang menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Sementara Hamdan Zoelva menjadi pengacara DPP Partai Demokrat menghadapi gugatan Moeldoko di PTUN.
Menariknya, Hamdan dan Yusril sama-sama kader Partai Bulan Bintang (PBB). Yusril hingga kini masih Ketua Umum PBB, sementara Hamdan aktif dalam kepemimpinan PBB sejak berdiri sampai menjadi hakim MK.
"Ini jeruk makan jeruk” kata Yusril, Kamis (7/10).
Bagaimana sepak terjang keduanya?
Yusril Ihza Mahendra
Yusril telah melanglang buana di bidang hukum dan politik. Sosok kelahiran 5 Februari 1956 itu pernah menjabat sebagai menteri di 3 presiden berbeda. Yaitu Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia era Abdurrahman Wahid, Menteri Hukum dan HAM era Megawati Soekarnoputri, dan Mensesneg era Susilo Bambang Yudhoyono.
ADVERTISEMENT
Profesor hukum itu juga dikenal sebagai penulis pidato Presiden Soeharto dan B.J. Habibie. Kemudian pernah menjadi menjadi anggota DPR/MPR.
Yusril juga aktif dalam berbagai kegiatan di tingkat internasional, seperti ASEAN, AALCO dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Ia pernah menjadi Ketua Panitia Penyelenggara Konferensi Internasional tentang Tsunami dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika II di Jakarta, serta beberapa kali memimpin delegasi Indonesia ke persidangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas dan mengesahkan berbagai konvensi internasional.
Yusril ditunjuk menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ketika partai itu berdiri di awal reformasi pada tanggal 17 Juli 1998. Pada 26 April 2015, ia terpilih kembali sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang di Muktamar IV PBB di Puncak, Jawa Barat, kemudian terpilih sekali lagi secara aklamasi dalam Muktamar V PBB yang diadakan di Tanjung Pandan, Belitung pada 2020.
ADVERTISEMENT
Yusril mengungkap, ia bersedia menjadi pengacara empat orang anggota KLB Deli Serdang Moeldoko karena seorang advokat bertindak secara profesional dengan mematuhi UU dan Kode Etik Advokat. Dia menepis tudingan dibayar Rp 100 miliar dalam gugatan ke MA.
“Advokat bertindak secara profesional dengan mematuhi UU dan Kode Etik Advokat. Pengujian formil dan materil AD/ART partai ke MA merupakan suatu terobosan hukum,” kata Yusri, Rabu (29/9).
Bagi Yusril, partai adalah instrumen penting dalam menyelenggarakan negara dan membangun kehidupan yang demokratis. Oleh sebab itu AD/ART parpol yang pembentukannya didasarkan atas kewenangan dan delegasi UU, tidak boleh menabrak UUD 45 dan UU.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan menguji formil dan materil AD/ART parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Jika JR ini dikabulkan, ia yakni tidak akan ada lagi parpol berbau oligarki, nepotisme dan monolitik.
ADVERTISEMENT
“Kalau permohonan ini dikabulkan MA, saya kira akan banyak AD ART parpol yang diuji ke MA. Karena itu ke depan, tidak akan ada lagi parpol yang bercorak oligarkis, nepotis dan monolitik. Semua partai harus demokratis. Kalau partai demokratis, maka negara juga akan demokratis,” tutup dia.
Keputusan Yusril membantu Moeldoko Cs mendapat komentar ‘nyinyir’ dari Demokrat. Andi Arief, salah satunya, menuding Yusril mau menjadi kuasa Hukum Moeldoko dkk karena ada tarif Rp 100 miliar.
"Begini Prof @Yusrilihza_Mhd, soal gugatan JR pasti kami hadapi. Jangan khawatir. Kami cuma tidak menyangka karena Partai Demokrat tidak bisa membayar tawaran Anda Rp 100 miliar sebagai pengacara, anda pindah haluan ke KLB Moeldoko," tulis Andi.
Yusril kemudian dengan tegas membantah. Menurutnya, prinsip advokat adalah pasif tidak menawarkan diri dan ia konsisten dengan kebijakan itu.
ADVERTISEMENT
Hamdan Zoelva
Hamdan merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ke-4 periode 2013-2015. Saat reformasi terjadi pada tahun 1998-1999, Hamdan bersama sejumlah rekannya di Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) mendirikan PBB dan ditunjuk sebagai wakil sekretaris jenderal.
Di Pemilu 1999, ia ikut dalam pemilihan calon anggota legislatif dan akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili daerah kelahirannya, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berkat pengalaman organisasinya, ia juga dipercaya menjadi Sekretaris Fraksi PBB di DPR dan kemudian duduk di badan Musyawarah (Bamus) DPR sekaligus menjadi Wakil Ketua Komisi II DPR bidang Hukum dan Politik.
Pada periode 1999--2002, Hamdan menjadi satu-satunya wakil Fraksi PBB di Panitia Ad Hoc (PAH) I MPR yang membidani perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Pria kelahiran 21 Juni 1962 itu juga menjadi salah satu tokoh yang turut melahirkan MK lewat perannya sebagai anggota Panitia Khusus Penyusun Rancangan Undang-Undang MK.
ADVERTISEMENT
Hamdan belum banyak angkat bicara soal perannya dalam mewakili Demokrat. Namun dalam siaran Pers Demokrat, Hamdan disebut siap mematahkan gugatan Moeldoko.
"Partai Demokrat memiliki ratusan fakta hukum untuk membuktikan bahwa keputusan Menteri Hukum dan Ham yang menolak pengesahan hasil KLB Moeldoko adalah sudah tepat menurut hukum," ujar Hamdan sebagaimana dikutip dalam siaran pers Demokrat, Kamis (7/10).
Pernyataan ini disampaikan Hamdan menyikapi Sidang Gugatan Moeldoko pada siang nanti di Pengadilan TUN Jakarta.
“Upaya hukum apa pun yang dilakukan oleh Moeldoko, tidak akan berhasil selama dia tidak dapat membuktikan daftar nama yang hadir di KLB Deli Serdang. Kami mempunyai fakta hukum bahwa para Ketua DPD dan Ketua DPC Partai Demokrat yang sah dan tercatat dalam SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik) yang dikelola oleh KPU RI, tidak ada yang hadir saat KLB ilegal tersebut diselenggarakan,” tegas Hamdan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, komentar seloroh Yusril soal ‘jeruk makan jeruk’ tak hanya karena keduanya kader PBB. Hamdan pernah menjadi staf khusus Yusril ketika menjadi Mensesneg.
Yusril pula yang menjadi co-promotor ketika Hamdan mengambil gelar Doktor di UNPAD. Meski dari kubu yang sama, kata Yusril, hasilnya bisa objektif bisa subjektif.
"Kader-kader PBB umumnya cerdas dan profesional, apalagi menangani soal-soal hukum. Mereka enggak cengengesan. Menangani kasus hukum tapi jorjoran bikin manuver politik hantam sana hantam sini seperti pakai jurus dewa mabuk dalam dunia persilatan. Karena itu saya gembira mendengar Hamdan jadi lawyer pihak sana (AHY),” ujar dia.