Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Yusril: Karantina Mandiri Berlaku Umum Jika Tak Ada Aturan Khusus
15 Desember 2021 13:00 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, angkat bicara terkait polemik karantina mandiri yang dijalani anggota Komisi VII DPR Fraksi Gerindra, Mulan Jameela. Menurut dia, hingga kini belum ada aturan khusus yang mengatur bahwa anggota DPR dapat menjalani masa karantina di kediaman pribadinya.
ADVERTISEMENT
Selagi aturan khusus tersebut belum ada, anggota DPR tetap harus mengikuti aturan umum yang diberlakukan. Salah satunya melaksanakan karantina di lokasi yang telah ditentukan pemerintah.
"Selama tidak ada aturan khusus buat anggota DPR, menteri, dan pejabat negara lainnya, maka aturan umumlah yang berlaku," kata Yusril saat dihubungi, Rabu (15/12).
Namun, Yusril mengatakan hal itu tak berlaku mutlak. Aturan karantina yang termasuk kebijakan organ pemerintah yang bersifat teknis dan bukan di tingkat UU membuat pelaksanaannya fleksibel.
Sehingga pada kondisi tertentu, jika dikehendaki, mungkin saja aturan karantina mandiri bagi anggota DPR dibuat dalam suatu aturan khusus. Tentunya harus berdasarkan izin Kementerian Kesehatan.
"Mutlak, sih, tidak juga. Pengaturan masalah tempat karantina itu termasuk aturan kebijakan organ pemerintah yang bersifat teknis, bukan di tingkat UU. Jadi pelaksanaannya bisa fleksibel," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah, dalam hal ini Menkes, bisa saja buat aturan khusus untuk itu kalau dirasa perlu," sambungnya.
Sementara terkait pernyataan anggota DPR Fraksi NasDem, Hillary Brigitta Lasut, Yusril membantah bahwa anggota dewan memiliki kedudukan setara presiden untuk memperoleh hak karantina mandiri. Ia menegaskan presiden tidak bisa disamaratakan dengan anggota DPR.
Ia menjelaskan posisi kedua belah pihak baru setara jika membandingkan presiden dengan DPR sebagai satu lembaga utuh, bukan perorangan.
"Yang setara itu DPR sebagai lembaga, bukan orang perorangan anggota DPR. Kesetaraan itu misalnya dalam proses pembentukan UU yang harus mendapatkan persetujuan bersama presiden-DPR. DPR bisa aklamasi setuju atau aklamasi menolak atau setuju/menolak dengan suara terbanyak. Jadi kesetaraan itu ada pada lembaga, bukan pada perorangan anggota DPR," jelasnya lagi.
ADVERTISEMENT
"Kalau presiden karena lembaga dan pejabatnya hanya satu orang, jadi satu orang presiden itu setara dengan semua anggota DPR yang kini berjumlah 575 orang," tutupnya.
Live Update