Yusril: Keputusan Jokowi Bebaskan Ba'asyir Berisiko

19 Januari 2019 16:36 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan Yusril Ihza Mahendra setelah simulasi debat pertama. (Foto: Ricky Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Yusril Ihza Mahendra setelah simulasi debat pertama. (Foto: Ricky Febrian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Advokat senior Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan alasan dibalik pembebasan tanpa syarat yang diberikan Presiden Joko Widodo terhadap terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir. Umur Ba'asyir yang terbilang uzur serta rasa hormat pada ulama, kata Yusril, menjadi alasan Jokowi memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Ba'asyir.
ADVERTISEMENT
"Pertimbangannya adalah kemanusiaan dan penghormatan kepada seorang ulama yang sedang sangat sakit," ujar Yusril Ihza Mahendra di The Law Office of Mahendradatta, Sabtu (19/1).
Kendati demikian menurut Yusril pertimbangan itu bukan serta merta sebagai bentuk negara mengasihani atau bentuk pengampunan terhadap bentuk kejahatan. Pertimbangan itu menurut Yusril murni didasarkan pada pertimbangan faktor umur dan kesehatan dari Ba'asyir.
"Ya bukan berarti kita mengasihani kejahatan yang dilakukan (Ba'asyir)," ujarnya.
Keputusan itu diambil Jokowi menurut Yusril bukan tanpa risiko. Menurut Yusril atas putusan itu, Jokowi bisa saja ditekan sejumlah negara sahabat yang bisa berimbas pada hubungan bilateral antar negara.
"Pak Jokowi mengambil keputusan ini bukan tanpa risiko juga sebetulnya. Tekanannya pada beliau (Jokowi) itu sangat berat dan saya dengar Australia mulai menekan," kata Yusril.
ADVERTISEMENT
Tak hanya membebaskan Ba'asyir, Jokowi pun menghapuskan syarat pembebasan yang awalnya dibebankan pada Ba'asyir. Syarat yang dimaksud Yusril yaitu terkait syarat agar nantinya Ba'asyir dapat setia pada pancasila.
"Bagaimana kalau kita lunakan syaratnya? Pak Ba'asyir sudah bilang kalau memang harus taat pada pancasila, pancasila itu sejalan dengan islam kenapa tidak taat pada islam saja? Ya sudah dia taat pada islam. Pak Jokowi bilang ya sudah lanjutkan saja saya akan ambil keputusan segera," ungkap Yusril.
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir di Lapas Gunung Sindur. (Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya)
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir di Lapas Gunung Sindur. (Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya)
Dalam putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ustaz Abu Bakar Ba'asyir divonis 15 tahun penjara. Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu, terbukti secara sah dan meyakinkan telah menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
ADVERTISEMENT
Vonis itu dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Herry Swantoro pada Kamis 16 Juni 2011 silam.
Hakim menyatakan Ba'asyir terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.
Dalam proses persidangan, terungkap bahwa dana yang dihimpun Ba'asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan perincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman, dan Rp 200 juta dari Syarif Usman telah digunakan untuk membantu pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.
Ba'asyir juga telah menjalani hukuman 9 tahun atau 2/3 dari total vonis 15 tahun yang telah dijatuhkan padanya.
Pembebasan bersyarat seorang narapidana telah diatur dalam peraturan terbaru, yakni Peraturan Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018. Dalam Pasal 84 peraturan terbaru tersebut diatur bahwa untuk narapidana kasus terorisme, ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi untuk mendapatkan bebas bersyarat, yakni:
ADVERTISEMENT
a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan;
c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan
d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
1. kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia; atau
2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga negara asing.