Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Yusril: Sampai Kapan pun Golongan Nasionalis & Islam Tetap Ada, Harus Kerja Sama
13 Februari 2023 9:39 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyinggung masalah stabilitas politik nasional. Yusril mengatakan, stabilitas politik nasional harus terus dijaga demi keutuhan bangsa dan negara RI yang majemuk.
ADVERTISEMENT
"Stabilitas nasional itu juga merupakan syarat utama untuk melakukan pembangunan ekonomi, menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya untuk kepentingan rakyat," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya.
Yusril menuturkan, stabilitas politik hanya akan tercipta jika dua kekuatan politik nasional bersatu dan bekerja sama dengan erat, yakni golongan nasionalis dan golongan Islam.
Pakar Hukum Tata Negara ini mengatakan, keberadaan dua golongan itu harus diterima apa adanya sembari tetap menghormati dan menghargai keragaman etnik, adat dan budaya serta agama-agama yang hidup dan berkembang di tanah.
"Siapa pun yang jadi pemimpin harus menyadari hal yang spesifik Indonesia ini," ucap Yusril.
ADVERTISEMENT
"Karena Indonesia ini, peta kekuatan politiknya, kemajemukan etnik, budaya dan agama serta geografi yang kompleks tidak ada di negara mana pun di dunia ini," jelas Yusril.
"Karena itu pemimpin masa depan Indonesia haruslah pemimpin yang paham betul kekhususan Indonesia beserta kompleksitas yang ada dalamnya. Menangani kompleksitas itu dan mengubahnya menjadi sebuah potensi untuk maju adalah seni, kemampuan memahami dan kerja keras tanpa henti," lanjut eks MenkumHAM ini.
Yusril meminta pemimpin jangan coba-coba memaksakan suatu kehendak untuk mengubah keadaan itu, baik dengan aturan, kebijakan, apalagi gunakan kekuatan aparatur tanpa pemahaman. Sebab berisiko muncul perlawanan, konflik dan kekerasan dengan taruhan sangat mahal mengatasi dan memulihkannya.
"Resep utama mengatasi kekhususan Indonesia adalah membangun kesadaran dan rasa percaya diri rakyat kita sendiri. Jangan mudah terpukau pada kemajuan bangsa lain dan kemudian merasa rendah diri dan tak percaya diri. Apa saja yang ada pada bangsa ini semua dipandang jelek," kata Yusril.
ADVERTISEMENT
Yusril menekankan, rasa percaya diri itu hanya bisa dibangun oleh pemimpin yang cerdas dan berwibawa yang segala omongannya didengarkan rakyat.
"Sabdo pandito ratu" dalam peristilahan Jawa. Omongan yang jelas, tegas, bijak dan dimengerti semua orang mulai tukang becak sampai guru besar," kata eks Mensesneg ini.
Omongan dan perbuatan pemimpin kemudian harus didukung oleh sistem dan perencanaan yang baik serta target yang jelas yang ingin dicapai yang menjadi acuan pergerakan bangsa ini ke depan.
"Bagaimana kita harus mampu mendayagunakan potensi SDM, SDA dan segala peluang yang ada untuk kemajuan bangsa dan negara kita," kata Yusril.
"Untuk itu kemampuan melakukan negosiasi kerja sama bilateral dan multilateral serta kecanggihan berdiplomasi menjadi sangat penting. Satu dan lain hal dilakukan dengan mengutamakan kepentingan nasional, kepentingan rakyat di atas segalanya," tegas dia.
Presiden Harus Punya Pemahaman
ADVERTISEMENT
Yusril mengatakan, presiden tidak mungkin mengerjakan semua urusan negara sendirian. Presiden harus punya kewibawaan, gagasan, kemampuan dan pemahaman tetap persoalan fundamental bangsa ini.
"Presiden harus memilih para menteri yang mampu dan paham visi presiden karena menteri-menteri itu pembantu Presiden," kata Yusril.
"Sangat aneh jika ada presiden terpilih lantas panggil calon menteri lalu bertanya apa yang akan Anda kerjakan jika anda saya lantik menjadi Menteri ESDM misalnya. Harusnya calon menteri itu yang balik tanya ke presiden, program Bapak apa? Saya, kan, calon pembantu Bapak," tambah dia.
Yusril mengatakan, presiden harus sudah punya konsep dan program di bidang ESDM dan panggil calon menteri. Ini program saya. Anda sanggup menjabarkannya lebih rinci dan melaksanakannya dengan mengatasi segala kendala atau tidak.
ADVERTISEMENT
Kepastian Hukum
Lebih jauh, Yusril menilai pembangunan ekonomi, sosial dan politik bangsa hanya akan berhasil jika dilandasi dengan keadilan dan kepastian hukum sebagai pengejawantahan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara. UUD 45 telah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
"Negara hukum itu berarti semua tindakan dan kebijakan negara harus dilandaskan kepada hukum. Hukum yang bagaimana? Hukum yang adil dan mengandung kepastian. Hukum itu dirumuskan oleh negara ke dalam norma-norma yang bersifat mengatur dan dapat dilaksanakan di dalam praktik," kata Yusril.
ADVERTISEMENT
"Yaitu hukum yang dirumuskan oleh negara dan diundangkan, namanya hukum positif, yakni hukum yang berlaku di negara kita. Selain hukum positif itu ada hukum yang hidup dalam pikiran, perasaan dan kesadaran tiap orang, baik yang berasal dari ajaran agamanya, adat atau kebiasaannya," jelas dia.
Yusril mengatakan, tugas negara adalah meramu, merumuskan dan mengangkat kesadaran hukum masyarakat dengan menimbang-nimbang kemajemukan, manfaat dan kebutuhan hukum untuk merumuskannya menjadi hukum positif yang berlaku.
Pedoman utamanya adalah asas keadilan dan kepastian hukum. Hukum harus adil dengan menjaga keseimbangan dan kepentingan semua orang sehingga tidak ada yang dirugikan. Hukum harus pasti, jangan multitafsir. Hukum menjamin rasa aman masyarakat karena sudah ada ketentuan hukum yang pasti.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena negara kita ini majemuk di satu pihak, tetapi di lain pihak juga negara kesatuan, maka hukum pun juga harus seperti itu. Dalam hukum private seperti perkawinan, kewarisan, pengangkatan anak dan lain-lain kita akui kemajemukan hukum. Hukum private Islam berlaku bagi umat Islam," kata Yusril.
Begitupun hukum agama lain serta adat istiadatnya berlaku pula buat mereka. Negara memfasilitasi keberlakuan hukum-hukum tersebut dengan menyediakan lembaga dan perangkatnya yang diperlukan seperti pengadilan dan sebagainya.
"Namun di bidang hukum publik seperti hukum administrasi negara, hukum lalu lintas, hukum pidana dan tata negara, kita berlakukan satu hukum positif yang sama bagi kepentingan rakyat dan penyelenggaraan negara. Ini adalah cermin sebuah negara kesatuan," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Oleh karena perumusan norma hukum publik itu dilakukan melalui proses legislasi, yakni sebuah proses politik yang melibatkan Presiden, DPR dan adakalanya juga DPD, maka semua pihak silakan membawa aspirasi politiknya masing-masing untuk diperdebatkan dan dirumuskan bersama.
Yusril mengatakan, jika umat Islam ingin agar sebanyak-banyaknya kaidah-kaidah hukum Islam masuk dalam norma hukum positif di bidang publik, maka wakil-wakil partai Islam harus banyak di DPR. presiden atau wakil presiden harus dari golongan Islam agar aspirasi Islam terwujud dalam kenyataan.
"Hal seperti itu wajar dan sah dalam negara demokrasi. Bung Karno juga mengatakan hal yang sama dalam pidatonya di sidang PPKI Tahun 1945 sejenak setelah penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta. Tetapi kompromi harus tetap ada antara golongan Islam dan golongan Kebangsaan," kata Yusril.
Mengenai hukum-hukum agama di bidang peribadatan seperti salat lima waktu, salat sunah, puasa, zakat, haji dan lain-lain, Yusril mengatakan pemerintah tidak boleh mencampuri aspek hukumnya, Begitu juga dengan ibadah-ibadah agama lain. Negara wajib menghormati semua aturan itu.
ADVERTISEMENT
"Tugas negara dalam hal peribadatan ini adalah memfasilitasi, membantu dan memberikan jaminan pelaksanaan ibadah-ibadah itu terlaksana dengan leluasa tanpa hambatan. Inilah negara Pancasila, bukan negara Islam dan bukan pula negara sekuler," ucap dia.
"Di negara Islam, urusan ibadah keagamaan Islam langsung ditangani negara. Masjid dan pemeliharaannya dibangun dan dibiayai oleh negara. Imam dan khatib semuanya pegawai negara. Di Saudi Arabia, Pakistan dan Malaysia semua begitu," tutur dia.
Yusril mengatakan, di republik sekuler Filipina, agama dan negara dipisahkan total. Gereja Katolik Filipina berada di luar struktur negara Filipina. APBN dan APBD tidak boleh digunakan untuk membantu kegiatan lembaga agama apa pun di Filipina. Agama sepenuhnya urusan swasta.
"Negara kita memilih jalan tengah antara Negara Islam dengan Negara Sekuler seperti contoh tadi. Negara terlibat dalam pendidikan agama untuk menjaga moral masyarakat dan memfasilitasi serta membantu pelaksanaan ibadah agama-agama yang ada di negara ini," tutup Yusril.
ADVERTISEMENT