Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Yusril Sebut Pemerintah Siapkan UU Pelaksanaan Hukuman Mati
25 Februari 2025 17:04 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menyebut bahwa Indonesia tengah menyiapkan aturan perundang-undangan terkait pelaksanaan hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya usai menggelar pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail, di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, Selasa (25/2).
"Kita di sini pun masih sedang menyiapkan undang-undang pelaksanaan hukuman mati itu sesuai dengan perubahan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku tahun 2026 yang akan datang," ujar Yusril dalam konferensi pers, Selasa (25/2).
Mengutip situs Mahkamah Agung, terdapat beberapa perubahan penting terkait hukuman mati berdasarkan pembaruan di KUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022. Di dalamnya tertulis, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Hal tersebut terdapat dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Pasal 100 Ayat 1 KUHP mengatur, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam Pasal 100 Ayat 2 dijelaskan, pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. Maka ketika ia menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji selama masa percobaan tersebut, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Yakni, dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
"Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada Ayat 4 dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan," bunyi Pasal 100 Ayat 5 KUHP.
"Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung," bunyi Pasal 100 Ayat 6 KUHP.
Perubahan Hukuman Mati Diterapkan di Malaysia
Dalam kesempatan itu, Yusril juga menyinggung bahwa perubahan pelaksanaan mati telah diterapkan di Malaysia.
ADVERTISEMENT
"Kalau di Malaysia sudah ada langkah maju, yaitu perubahan undang-undang di sana yang mengubah orang dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup melalui appeal (banding) kepada Mahkamah Federal Malaysia," tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, Saifuddin juga mengungkapkan bahwa perubahan undang-undang itu telah dilakukan oleh pemerintah Malaysia.
"Baru-baru ini, Pemerintah Malaysia melakukan reformasi undang-undang. Bahwa mereka yang telah dijatuhi hukuman mati, sebenarnya boleh mengemukakan appeal atau rayuan di Mahkamah tertinggi, yaitu Federal Court atau Mahkamah Persekutuan," kata Saifuddin.
"Appeal mereka itu adalah untuk memohon (mengubah) daripada hukuman gantung sampai mati kepada penjara seumur hidup," imbuh dia.
70 WNI Divonis Mati
Saifuddin mengungkapkan bahwa terdapat 70 WNI yang dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Malaysia. Dari banding yang diajukan oleh 70 WNI terpidana mati itu, lanjut dia, Mahkamah Persekutuan Malaysia mengubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup terhadap 68 WNI. Sementara, 2 terpidana sisanya tidak diketahui hasilnya.
ADVERTISEMENT
"Daripada jumlah 70 itu, 68 telah diubah keputusan hukuman mati kepada penjara seumur hidup," tutur Saifuddin.
"Ini adalah antara langkah reformasi UU yang dilakukan pemerintah Malaysia, mengubah daripada hukuman mati mandatori yang dimasukkan di dalam UU state in the law as mandatory death, tapi kuasa itu sekarang bukan dalam mandatory death UU, tapi diserahkan kepada Mahkamah, yaitu hakim," lanjut dia.
Pertukaran Napi
Lebih lanjut, dalam pertemuan tersebut, Yusril bersama Saifuddin juga mendiskusikan terkait pertukaran narapidana Indonesia dan Malaysia.
Yusril menyebut, pertukaran narapidana kedua negara itu akan dilakukan meskipun belum ada hukum yang mengatur hal tersebut.
"Tadi sudah kami sampaikan juga kepada Duta Besar Malaysia dan para pejabat dari Kemenko ini, untuk segera membentuk working group dan menegosiasikan segala hal terkait dengan pertukaran ataupun pemindahan narapidana tadi," kata Yusril.
ADVERTISEMENT
"Saya yakin bahwa seperti kita membuat practical arrangement dengan negara-negara lain hal yang sama pun dapat kita lakukan dan kita sepakati dengan Malaysia, sehingga pemulangan atau pertukaran narapidana ini dapat segera dilaksanakan oleh kedua negara," sambung dia.
Akan tetapi, dalam mewujudkan pertukaran narapidana itu, Saifuddin menekankan bahwa kedua negara mesti memiliki perjanjian yang disebut dengan international of transfer of prisoners (ITOP).
"Tapi, Malaysia dan Indonesia belum lagi menandatanganinya. Karena ada beberapa prasyarat yang termasuk disebut oleh Pak Yusril tadi, keperluan untuk masing-masing negara mempunyai domestic law," ucap Saifuddin.
Mengingat kedua negara belum memiliki perjanjian tersebut, Saifuddin menyebut bahwa ada langkah atau skema lain yang ditempuh, yang disebut dengan membentuk kelompok kerja.
ADVERTISEMENT
"Itu boleh saja dilaksanakan tanpa kita memerlukan satu perjanjian formal ditandatangani. Hal itu dipersetujui bersama sebagai hasil pertemuan tadi," pungkas dia.