Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Zainal Arifin: Otoriterian Ternyata Balik Lagi di Indonesia
13 November 2023 10:18 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar menyebut Indonesia kembali ke otoriterianisme terkait dinamika di Mahkamah Konstitusi. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan memecat Anwar Usman sebagai Ketua MK karena melanggar etik berat terkait putusan syarat menjadi capres dan cawapres.
ADVERTISEMENT
Menurut Zainal, khususnya dalam dua edisi pemilu terakhir selalu ada yang tidak smooth.
"Masih berdarah-darah, paling tidak 2019 kan, ada yang meninggal di Bawaslu itu. Terus yang kedua (2024) adalah, belum juga kita otoriterian ternyata balik, kan," kata Zainal dalam program Info A1 kumparan, dikutip Senin (13/11).
"Jadi jangan-jangan kita tidak menyelesaikan proses transisi kita. Nah menyelesaikan proses transisi salah satu syaratnya pelibatan publik," sambungnya.
Ia menambahkan, padahal syarat Indonesia transisi menuju negara demokrasi adalah tidak berdarah-darah dalam melewati pemilu. Namun, ternyata kita belum juga berhasil.
"Karena tidak ada konteksnya kenapa kita bilang yang harus diselamatkan demokrasinya ini. Sayang. Kita sudah, kan kalau orang bilang, salah satu syarat negara sudah mengalami transisi dari demokrasi, dari otoriter menuju demokrasi, itu adalah ketika dia melewati pemilu tanpa berdarah-darah kan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Paling tidak dua kali. Kita ini sudah berkali-kali pemilu tapi kayaknya belum beranjak juga kan," sambungnya.
Sebelumnya MKMK sudah menyampaikan putusan pelanggaran etika berat kepada hakim Anwar Usman yang memutus perkara No. 90. Perkara ini yang membuat Gibran Rakabuming Raka bisa maju jadi cawapres.
Putusan MKMK ini rupanya belum membuat semua pihak puas. Banyak yang mempertanyakan keabsahan Putusan No. 90 yang diputuskan lewat proses yang melanggar etik berat.