Zelensky Kecam Amnesty International Akibat Tuduh Ukraina Bahayakan Warga Sipil

5 Agustus 2022 14:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Istana Maryinsky, Kiev, Ukraina, pada Rabu, (29/6/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Istana Maryinsky, Kiev, Ukraina, pada Rabu, (29/6/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengecam Amnesty International usai organisasi hak asasi manusia itu merilis laporan yang menyatakan pasukannya membahayakan warga sipil dalam pertempuran melawan invasi Rusia pada Kamis (4/8/2022).
ADVERTISEMENT
Menurut Zelensky, organisasi itu menawarkan pengampunan kepada negara teroris. Dia menegaskan, Amnesty International justru membebankan tanggung jawab kepada korban. Ukraina menuding kelompok itu menyetarakan tindakan penyerang dengan pembela.
"Tidak ada kondisi, bahkan secara hipotesis, yang membenarkan serangan Rusia di Ukraina. Agresi terhadap negara kami tidak beralasan, invasif dan teroris," tegas Zelensky, dikutip dari AFP, Jumat (5/8/2022).
"Jika seseorang membuat laporan yang menganggap korban dan penyerang setara dalam beberapa hal, jika beberapa data tentang korban dianalisis, dan tindakan penyerang pada saat yang sama diabaikan, maka ini tidak dapat ditoleransi," tambah dia.
Anggota layanan pasukan pro-Rusia mengendarai tank selama konflik Ukraina-Rusia di kota Popasna di Wilayah Luhansk, Ukraina. Foto: Alexander Ermochenko/REUTERS
Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksiy Reznikov, mengeluarkan kecaman serupa. Dia menyebut laporan tersebut sebagai penyimpangan lantaran mempertanyakan hak membela negara.
Penasihat Kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak, bersikeras bahwa pasukannya memastikan keamanan warga sipil dengan mengevakuasi mereka. Dia lantas menuduh Amnesty International menyebarkan propaganda Rusia.
ADVERTISEMENT
"Satu-satunya hal yang menjadi ancaman bagi Ukraina adalah tentara pembantai dan pemerkosa [Rusia] datang ke [Ukraina] untuk melakukan genosida," cuit Podolyak.

Laporan Amnesty International

Penduduk setempat keluar dari tempat perlindungan bom pabrik kaca selama konflik Ukraina-Rusia di kota Lysychansk di Wilayah Luhansk, Ukraina, Selasa (6/7/2022). Foto: Alexander Ermochenko/REUTERS
Amnesty International menerbitkan laporan tersebut pada Kamis (4/8). Pihaknya meluncurkan penyelidikan selama empat bulan dari April-Juli 2022.
Tim tersebut memeriksa lokasi serangan, serta mewawancarai para penyintas, saksi, dan kerabat korban. Pihaknya turut menganalisis citra satelit dan senjata.
Organisasi HAM itu menemukan bukti bahwa pasukan Ukraina melancarkan serangan dari daerah pemukiman. Para tentara dikatakan mendirikan pangkalan di gedung-gedung sipil.
Akibatnya, mereka membahayakan keselamatan warga sipil. Amnesty International mencatat insiden terkait di 19 kota dan desa di wilayah Kharkiv, Donbas, dan Mykolaiv.
"Kami telah mendokumentasikan pola pasukan Ukraina yang menempatkan warga sipil dalam bahaya dan melanggar hukum perang ketika mereka beroperasi di daerah berpenduduk," jelas Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, dikutip dari laman resmi Amnesty International, Jumat (5/8/2022).
ADVERTISEMENT
"Berada dalam posisi defensif tidak membebaskan militer Ukraina dari hukum humaniter internasional," tambah dia.
Agnes Callamard ahli dari PBB. Foto: REUTERS/Francois Lenoir
Para peneliti mengunjungi 29 sekolah di Ukraina. Mereka lalu menyaksikan pasukan Ukraina menggunakan 22 sekolah sebagai pangkalan militer de facto di Donbas dan Mykolaiv.
Pihak berwenang telah menutup sekolah-sekolah selama konflik tersebut. Namun, gedung-gedung itu terletak dekat dengan daerah berpenduduk.
Rusia menyerang banyak sekolah yang digunakan pasukan Ukraina. Dalam tiga pangkalan, tentara Ukraina pindah ke sekolah lain di dekatnya setelah mengadang pengeboman Rusia. Alhasil, mereka menempatkan lingkungan sekitarnya dalam risiko serangan serupa.
Hukum humaniter internasional tidak secara khusus melarang penempatan militer di sekolah-sekolah yang telah ditutup. Namun, militer memiliki kewajiban untuk menghindari penggunaan sekolah yang berada di dekat pemukiman sipil kecuali mendesak.
ADVERTISEMENT
Tentara juga wajib memperingatkan warga sipil dan membantu evakuasi. Tetapi, Amnesty International mengatakan, Ukraina tidak melakukannya dalam kasus-kasus yang mereka periksa.
Tanpa memberi tahu warga sipil untuk mengungsi, pasukan Ukraina dilaporkan tetap melancarkan serangan terhadap pasukan Rusia. Tembakan balasan kemudian berdampak pada warga sekitar. Amnesty International menyatakan, taktik tersebut lantas melanggar hukum humaniter internasional.
Tim penyelamat dan prajurit bekerja di sebuah gedung sekolah yang rusak akibat serangan militer Rusia di Kramatorsk, di wilayah Donetsk, Ukraina. Foto: Gleb Garanich/REUTERS
Sebagian besar daerah pemukiman tempat pangkalan itu berdiri berada jauh dari garis depan peperangan. Para peneliti meyakini, mereka sesungguhnya memiliki alternatif lain yang layak.
Pihaknya merujuk pada pangkalan militer, daerah dengan hutan lebat, dan bangunan yang jauh dari area pemukiman.
"Militer tinggal di sebuah rumah di sebelah rumah kami dan anak laki-laki saya sering membawa makanan untuk para tentara," tutur seorang ibu dari korban serangan roket pada 10 Juni di Mykolaiv.
ADVERTISEMENT
"Saat serangan terjadi, anak saya sedang berada di halaman rumah kami dan saya di dalam rumah. Dia terbunuh di tempat. Tubuhnya tercabik-cabik. Rumah kami sebagian hancur," sambungnya.
Pasukan Ukraina juga dilaporkan memanfaatkan rumah sakit sebagai pangkalan militer de facto di lima lokasi berbeda. Para peneliti menyaksikan tentara menembak dari dekat sebuah rumah sakit.
Tindakan itu telah berimbas kepada warga sipil. Pada 28 April, serangan udara Rusia mencederai dua karyawan di laboratorium medis di pinggiran Kharkiv.
Amnesty International mengatakan, insiden itu terjadi usai pasukan Ukraina mendirikan pangkalan di kompleks tersebut. Pihaknya menekankan, penggunaan rumah sakit jelas melanggar hukum humaniter internasional.
Lukisan dinding di sisi blok apartemen di Bakhmut, Donetsk, Ukraina, Rabu (6/5/2022). Foto: Jorge Silva/Reuters
Seorang penduduk lain menambahkan, Ukraina menggunakan bangunan yang terletak hanya 20 meter di seberang bangunan perumahan bertingkat di Kota Bakhmut.
ADVERTISEMENT
Rudal Rusia kemudian menghantam bagian depan gedung. Serangan itu menghancurkan lima apartemen dan merusak gedung-gedung di dekatnya pula.
"Kami tidak punya hak untuk mengomentari apa yang dilakukan militer, tetapi kami menanggung imbasnya," ujar seorang warga.
Kesaksian serupa muncul dari seorang warga yang tinggal di Lysychansk, Mykola. Kota tempat tinggalnya berulang kali dilanda serangan Rusia.
"Saya tidak mengerti mengapa militer kami menembak dari kota-kota dan bukan dari medan perang," tutur Mykola.
Amnesty International menggarisbawahi, praktik militer Ukraina tetap tidak membenarkan serangan membabi buta oleh Rusia.
Kelompok itu menyerukan agar seluruh pihak membedakan target militer dan objek sipil selama konflik. Pihaknya turut menyinggung penggunaan senjata oleh pasukan Rusia.
Sebab, Rusia memanfaatkan persenjataan yang dilarang secara internasional dan peledak yang dapat menyasar area luas. Amnesty International meminta mereka mengambil tindakan pencegahan demi meminimalkan korban sipil.
ADVERTISEMENT
"Serangan tanpa pandang bulu yang membunuh atau melukai warga sipil atau merusak objek sipil adalah kejahatan perang," tulis Amnesty International.